Share

3. Curiga

last update Huling Na-update: 2022-08-30 12:32:05

PEMB4LUT SUAMIKU (3)

"Laksmi! D-dari mana kamu dapat cincin ini, hah?!" bantak Mas Darma begitu kerasnya. Saking terkejutnya, hatiku seolah tersentak membuat kantuk seketika menguap begitu saja.

Suamiku itu seketika berdiri menatap nyalang padaku. Matanya memerah, antara amarah atau karena kantuk aku tak tahu. Yang jelas, kini tubuhku gemetar melihat begitu menyeramkannya Mas Darma.

Terlebih di remangnya cahaya. Rambut gondrong dan jambangnya membuatku menelan saliva getir. 

Aku bangkit duduk dan meletakkan telunjuk di depan bibir. "Mas, tolong jangan keras-keras nanti anak-anak kebangun," ujarku pelan. 

"Persetan soal anak-anak! Aku tidak peduli! Katakan dari mana kamu dapat cincin itu, hah?! Sudah kubilang jangan pernah menyentuh apapun barang pribadiku. Lancang kamu!" bentak Mas Darma menunjuk wajahku dengan tangannya. Ia bahkan tak mengindahkan pintaku. 

Tak mau memperkeruh suasana, aku berlutut dan meminta maaf. Iya, aku rela berlutut di hadapannya. Hal itu kulakukan agar Mas Darma tidak lagi meninggikan suara dan membangunkan anak-anak. 

"A-aku minta maaf, Mas. I-ini, aku menemukannya di dalam lemari." Kulepas cincin yang melingkar di jari tengahku.

"Maaf maaf dan maaf! Untuk kali ini kau ku ampuni. Tapi tidak dengan lain kali. Camkan ucapanku!" bentak Mas Darma lagi sembari melotot.

"B-buk, I-ibuk kenapa?" tanya Mira yang tiba-tiba masuk bersama Danu. Kamar mereka berada di sebelah, tentu saja mereka mendengar keributan ini. Ternyata usahaku sia-sia. 

"Ibu hanya mimpi buruk, Nak," sahutku berbohong.

Mira dan Danu menatap Bapaknya yang tengah berdiri dengan gagah. Rambut gondrongnya berantakan. Alisnya menyatu matanya tajam menatapku. 

"T-tapi tadi kita dengar Bapak marah-marah bentak Ibuk. Ada apa, Buk?" Mira tak putus asa.

"Buk, takut ...." Danu menghambur ke pelukanku. 

Jangankan anak-anak, aku saja merasa ketakutan menatap Mas Darma. Tubuhku terasa panas dingin. 

"Kalian kembali ke kamar, ya. Ibuk hanya mimpi buruk," bujukku sembari mengusap lengan keduanya.

Meski agak keberatan, Mira dan Danu pun menurut. Suara derap langkah kaki mereka terdengar keras di rumah panggung ini. 

"Katakan dengan jujur dari mana kamu mendapatkan cincin ini?!" Mas Darma tiba-tiba mendekat dan mencekal lenganku begitu kuat. Namun, beruntungnya kali ini ia tidak meninggikan suara. Setidaknya Danu dan Mira tidak mendengar bentakan bapaknya.

"M-mas, aku sudah jujur. Aku menemukan ini di lemari," sahutku pelan. 

"Bohong! Kamu pasti geledah tasku, kan? Rupanya kau tidak tahu takut, Laksmi!" Mas Darma makin menguatkan cekalannya di lenganku. Aku hanya bisa meringis menahan sakit. 

"M-mas, aku minta maaf. Aku sudah mengembalikan cincin itu padamu." Aku mulai tergagap karena rasa takut. 

"Sekali lagi kau berbuat lancang, awas kamu! Aku tidak main-main dengan ucapanku, Laksmi!" 

Saking takutnya, aku bahkan tak berani menatap mata Mas Darma. Aku tak tahu kenapa sikapnya tiba-tiba berubah drastis seperti ini. Jauh berbeda seperti dulu sebelum ia meninggalkan kami merantau di wilayah orang. 

***

Pagi ini aku ke pekarangan rumah, hendak memetik bayam liar dan kacang panjang yang kutanam. 

Rumahku memang di kelilingi ladang. Agak jauh dari rumah tetangga. Yang paling dekat hanya rumah Budhe Yanti, itu pun dibatasi sepetak ladang. 

Rumahku terletak di ujung jalan buntu. Hanya ada tumbuhan hijau sejauh mata memandang. Ketika pagi hari, biasanya ada banyak orang yang lewat hendak ke ladang masing-masing. 

Itulah kenapa rumahku dibangun bentuk panggung. Khawatir ada hewan-hewan berbisa dan berbahaya yang menelusup masuk. 

Kecuali bagian dapur. Dapurku berada di bawah beralas tanah. Kamar mandi juga berada di sana. Supaya lebih mudah mengisi air kamar mandi sebab aku harus menimba terlebih dahulu di sumur yang berada di belakang rumah.

Usai memetik bayam dan kacang panjang, aku hendak berbelanja ke warung Bu Santi di ujung jalan sana. 

Saat hendak pamit, rupanya Mas Darma tengah mandi. Namun, tak terdengar suara percikan air sama sekali. Seperti tidak ada aktifitas apa pun di dalam sana. 

"Mir, Bapak di mana?" tanyaku memastikan. 

"Mandi, Buk. Kan sudah Mira bilang tadi kalau Bapak mandi. Sini deh, Buk!" Mira berbisik, memintaku mendekat. Dia berada di ujung tangga pembatas dapur dan ruang tengah. 

"Kenapa?" tanyaku penasaran. 

"Tadi, Bapak bawa sesuatu di perutnya. Besar, disembunyikan di perut kayak orang hamil," bisik Mira serius. 

Aku mengamati wajahnya, khawatir dia bohong. Namun, aku tahu Mira bukan anak yang seperti itu. 

"Kamu yakin?" 

"Ibuk sih suka gak percaya sama Mira. Liat aja nanti kalau Bapak keluar," ujar Mira sedikit kesal karena aku tak kunjung memercayainya. 

Eh, tapi bukannya perut Mas Darma memang buncit? Mungkin Mira salah sangka. 

"Perut Bapak kan memang bun--" 

"Ibuk ... Ibuk ...." Terdengar teriakan Danu yang melengking keras sebelum aku menyelesaikan perkataanku pada Mira. 

Aku dan Mira sontak terperanjat mendengar teriakan Danu serta derap langkah kaki yang begitu keras menuju ke mari.

Danu menghampiri kami dengan wajah panik, ketakutan dan sepertinya juga shock. Dia begitu tegang.

Bersambung.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Kematian Wanita Perawan Setelah Suamiku Pulang    45. Rumah Baru

    Makam Mas Darma benar-benar kacau. Seolah ada yang sengaja menggali dan mengeluarkan jasad Mas Darma. Tak jauh dari makam Mas Darma, aku memang melihat sebuah cangkul. Kuduga itu akat yang digunakan pelaku untuk mengeruk makam Mas Darma. "Buk, ini tulang apa, Buk? Katanya kita ke makam Bapak. Kok banyak tulang besar-besar, Buk?"Aku mengusap dada, menahan sesak dan juga air mata yang hendak meluap. Siapa? Siapa yang tega melakukan ini, Tuhan! Aku yakin ini perbuatan orang-orang yang masih menaruh dendam terhadap Mas Darma. "Buk, Danu takut, Buk," lirih Danu. Kulirik mereka berdua yang kemudian saling berpegangan tangan. Pandangannya menatap sekeliling dengan raut wajah tegang. Allah ... Allah .... Terus kubisikkan nama Allah dalam hati. Aku harus kuat. Perlahan, aku bangkit. Menghampiri Danu dan Mira, mencoba menjelaskan sesederhana mungkin berharap bisa mereka pahami. "Nak, perlu kalian tahu. Tidak semua orang suka sama kita. Seperti kali ini, ada yang gak suka sama Bapak sehin

  • Kematian Wanita Perawan Setelah Suamiku Pulang    44. Makam Mas Darma Rusak!

    Sampai di rumah, rupanya Pak Ustad dan beberapa orang masih ada di sana. Aku jadi tak enak hati, kasihan Pak Ustad menunggu lama.Mataku terfokus pada karung yang tergeletak di sebelah tangga. Hatiku berdenyut, aku ingat karung itu."Alhamdulillah kalian sudah pulang. Bagaimana keadaan Mira, Pak?" tanya Pak Ustad."Alhamdulillah sudah mendingan, Pak Ustad.""Syukurlah. Jadi bagaimana keputusan Ibu dan Bapak? Tulang belulang Almarhum sudah diambil oleh bapak-bapak ini. Jika memang setuju, pukul sepuluh kita lakukan pemakaman dengan layak. Lebih cepat lebih baik." "Alhamdulillah, terima kasih, Pak Ustad. T-tapi, bagaimana dengan warga? Apa mereka setuju untuk dimakamkan di desa ini?" tanyaku ragu."InsyaAllah mereka tidak keberatan. Sudah kami bicarakan sebelumnya. Untuk salat jenazah, saya pribadi tidak bisa memaksakan mereka. Jika pun mereka tidak mau, tidak apa-apa. Siapa yang mau saja. Yang penting sudah kita perlakukan jenazah dengan baik dan sesuai anjuran." "Baik, Pak Ustad. Al

  • Kematian Wanita Perawan Setelah Suamiku Pulang    43. Pemakaman Kedua

    "IBUK! IBUK! MBAK MIRA, IBUK!" Penjelasan Pak Ustad sontak terpotong karena teriakan Danu yang begitu histeris.Dia menghambur memelukku sembari menangis. Napasnya terpenggal."IBUK, MBAK MIRA, IBUK .... CEPAT!" Astaghfirullah! Kenapa Danu sehisteris ini. Apa yang terjadi dengan Mira?Kasak-kusuk warga kembali terdengar. Namun, tanpa memedulikan itu aku langsung masuk ke rumah menghampiri Mira yang terbaring di kasur. "Astaghfirullah, Nak!" pekikku kaget melihat Mira dalam keadaan kejang parah. Suhu tubuhnya panas tinggi. Matanya terbuka dengan bola mata menghadap ke atas. "PAKDHE, BUDHE!" teriakku sekencang mungkin. Aku tak kuasa menahan tangis. Aku tahu menangis bukan solusi. Namun, siapa yang tak khawatir melihat putrinya demikian. Aku khawatir sumpah serapah ibu-ibu barusan tentang karma Mas Darma menjadi kenyataan. "Ya Allah, Mira!" gumam Budhe tak kalah khawatir.Mira mengerang. Wajahnya pucat kemerahan. Aku begitu panik. Kami semua tidak bisa melakukan apa pun karena tidak

  • Kematian Wanita Perawan Setelah Suamiku Pulang    42. Teror Hantu Mas Darma

    "LAKSMI! LAKSMII! KELUAR KAMU!" Pagi buta aku dikejutkan dengan teriakan warga. Apalagi ini? "LAKSMI CEPAT KELUAR ATAU KAMI BAKAR RUMAHMU?!" Astaghfirullah! Mira terkesiap. Namun, matanya masih terpejam. Dia tidak mengeluh. Namun dari ekspresi wajahnya aku tahu dia kesakitan. Bagaimana tidak, kemarin tubuh Mira dihantam ke sana ke mari saat Nyai berusaha melepaskan diri dari cekalan Pakdhe. Dia juga menendangi barang-barang di dapur hingga berserakan. Tentulah tubuhnya terasa sakit dan ngilu. "LAKSMI JANGAN MENGHINDAR KAMU! KAMU HARUS KELUAR DARI DESA INI!" "USIR LAKSMI! USIR LAKSMI!" sorakan warga makin terdengar heboh. Aku gemetar. Danu pun sampai terbangun dan ketakutan. "Buk, itu kenapa, Buk?" tanyanya risau. "Biar Ibuk yang lihat keluar, ya. Danu di sini jagain Mbak Mira," pintaku. Aku menoleh pada Mira yang masih berbaring dengan mata terpejam. Dia meringkuk sembari memeluk tubuhnya sendiri. Seperti kedinginan. Terpaksa aku harus membuka pintu, khawatir amarah

  • Kematian Wanita Perawan Setelah Suamiku Pulang    41. Mira Kerasukan

    Tok tok tok!Deg! Siapa itu? Siapa yang bertamu maghrib-maghrib begini.Apa jangan-jangan Pakdhe?Setelah malam itu, saat Mas Darma datang padaku, aku menjadi begitu trauma. Aku khawatir kejadian yang sama akan terulang.Tok tok tok!Entah kenapa, detak jantungku makin berpacu dengan hebat seiring ketukan pintu yang terdengar."Assalamualaikum, Nduk. Ini Budhe."Seketika aku bernapas lega ketika mendengar ucapan salam dari luar sana. Rupanya benar, Pakdhe dan Budhe di depan. Ah, aku terlalu paranoid saat ini. Menjadi begitu penakut. Gegas aku membuka pintu. "Waalaikumussalam, Budhe," sahutku sembari membuka pintu."Ini, dimakan." Budhe menyodorkan rantang. "Budhe, aku mohon jangan repot-repot. Aku jadi gak enak. Budhe dan Pakdhe sudah mau membantu kami itu sudah sangat terima kasih," kataku tak enak hati. Kuletakkan rantang itu di meja bulat sudut ruangan. "Sudah sudah, itu namanya rezeki. Wong Budhe juga gak kerepotan kok," timpal Pakdhe. "Oh iya, di mana benda itu, Nduk? Kita bis

  • Kematian Wanita Perawan Setelah Suamiku Pulang    40. Mira Diincar!

    *Dia tidak terima dan ingin mengambil raga Mira sebagai tempat bersemayamnya. Rupanya ruh Nyai itu belum sepenuhnya pergi sebab ada barang miliknya yang tersisa. Yang jelas benda itu memiliki kesamaan dengan mahkota miliknya. Kita harus membakar benda itu sebelum dia berhasil merebut raga Mira. Karena jika sampai terlambat, maka ...." Pakdhe menggantung ucapannya."Maka apa, Pakdhe?" tanyaku tak sabar."Mira yang jadi korbannya, Nduk. Pakdhe tanya kepada Mbah Samun, kenapa makhluk itu begitu mengincar Mira. Katanya, mungkin Mira memiliki aura lebih yang membuat makhluk itu tertarik. Apa kamu ingat weton Mira?" Aku terdiam sejenak. Mengingat-ingat tanggal lahir Mira. "Kalau tidak salah, hari Selasa, Pakdhe. Tapi sebentar, aku lihat dulu. Aku ingat dulu Mas Darma pernah mencatat hari lahirnya di buku nikah kami."Aku beranjak. Membuka lemari dan mengambil tas kain yang berisi hal-hal penting milik kami. "Ini, Pakdhe." Aku menyerahkan buku nikah milikku. Ah, melihat itu aku jadi teri

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status