Pak Kuswan mencoba menghapus jejak itu, bukannya hilang jejak itu malah makin banyak bertebaran di dinding.
Suasana semakin mencekam, terdengar suara rintihan dari kamar Najwa. Membuat Pak Kuswan dan Mbok Darmani bergegas ke kamar anak sulungnya, Ratih pun mengikuti langkah kedua orang tuanya.
"Kami tidak mengganggu kalian, jangan ganggu kami!" ujar Pak Kuswan.
Semua menatap ke arah Najwa yang berbaring namun, wajahnya berubah sangar dan menakutkan.
"Wulan?" tanya Mbok Darmani lirih.
Kepala Najwa melihat ke arah orang-orang yang baru saja masuk ke dalam kamar. Terlihat rona kebencian di matanya, seakan-akan itu bukanlah Najwa.
"Wu--wulan?" Suara Pak Kuswan bergetar.
Mata Najwa melotot sempurna, menandakan amarah yang siap meledak. Tubuh Najwa yang tadinya berbaring, kini sudah duduk kaku di tepi ranjang dengan tatapan nyalang.
Mbok Darmani mencoba mendekati anaknya itu namun, Najw
Setelah berbicara, tubuh Najwa lunglai tidak berdaya. Lalu, tawa histeris terdengar dari bibirnya. Beberapa tetangga mulai bermunculan, karena mendengar suara gaduh di rumah Mak Darmani. Pak Kuswan hanya bisa menatap anaknya miris tanpa bisa berbuat banyak. Seorang tetangga menepuk pundaknya, "Kita ruqyah saja," saran sang tetangga. Entah mengapa di situasi seperti ini, Pak Kuswan tidak berpikir jernih. Dia seakan-akan lupa, ilmu agama yang dia punya. Suara orang mengaji semakin banyak dan rumah pun terlihat adem. Namun, tidak dengan Najwa. Dia meronta-ronta. Bahkan ingin mencekik orang yang ada disekitarnya. "Nduk, eling... Eling!" Mak Darmani mengguncang tubuh anaknya. "Iya, pak. Sampai lupa!" ucapnya. Pak Kuswan langsung berlalu, mengambil air wudhu dan kembali lagi ke kamar Najwa. Mengambil kitab Alquran dan membaca pelan, penuh penghayatan. "Ayo, kita juga," sahut yang lain
Rasa ngeri mulai terasa, akibat suara-suara dari alam ghoib dan juga bau anyir serta bau busuk bercampur menjadi satu.Setiap mata saling memandang tanpa berani berkomentar, lalu pandangan mereka menyapu sekitar. Mencari asal muasal suara-suara yang menggema. Hingga,"I--itu!" tunjuk salah satu tetangga Mak Darmani, yang melihat bayangan kecil berkelebat tidak tentu arah.Membuat Wanita renta yang ingin membantu, sedikit gentar. Namun, dia cekatan mengelilingi Najwa dengan garam yang diambilkan oleh Mak Darmani."Kalian teruskan membaca ayat-ayat suci Al-Quran, agar bisa mengusir setan-setan yang menyerupai almarhumah." Suara teriakan terpaksa di gemakan oleh wanita renta yang biasa mereka panggil Mak Yus.Namun, pandangan mereka kini kembali
Semua mata menuju ke asal suara, dan nampak seorang lelaki gagah dan tampan masuk ke dalam bersama beberapa ajudannya. Usianya sudah tidak lagi muda dan . Dia adalah kades di desa itu, sudah lama menjabat dan belum tergantikan atau tidak bisa digantikan. Begitulah kata para penduduk di sana."Ma-maaf, Pak Kades." Salah satu orang yang ada di sana menjawab.Rasa ngeri mulai terasa, akibat suara-suara dari alam ghoib dan juga bau anyir serta bau busuk bercampur menjadi satu.Setiap mata saling memandang tanpa berani berkomentar, lalu pandangan mereka menyapu sekitar. Mencari asal muasal suara-suara yang menggema. Hingga,"I--itu!" tunjuk salah satu tetangga Mak Darmani, yang melihat bayangan kecil berkelebat tidak tentu arah.Membuat Wanita rent
Pak Irwanto menatap Ardi, dia sedikit memundurkan tubuhnya. Dia ingat siapa lelaki ini, dan juga mulai mengingat siapa Wulandari. Namun, Pak Irwanto bersikap senetral mungkin agar tidak terlihat gugup."Kamu habis mandi?" tanya Pak Irwanto."Ma--maaf, Pak Kades. Saya tadi sedang berjalan di dekat blumbang (kolam ikan), untuk memberi pakan. Tiba-tiba, suara air ber gemericik di sudut blumbang sebelah timur. Saat saya lihat ada wanita yang sedang main air, dan ternyata ...." Ardi diam untuk mengatur napasnya.Tiba-tiba, suara orang jatuh atau benda berukuran besar sangat kentara, di telinga semua orang yang ada di depan rumah Najwa."Apa itu!" tunjuk salah satu tetangga.Cahaya putih berkelebatan, dari belakang pohon yang berukuran besar dan rindang. Lalu, sinar terang berada di atas mobil Pak Irwanto yang sedang melaju ke rumah Bu Bidan.Semua mata hanya menatap, tanpa bisa berbuat apa-apa
Rombongan terhenti, ketika mendengar suara Pak Irwanto yang sangat kuat. Mereka diam dan memandang orang nomor satu di desa itu."Sepertinya, saya harus pulang. Kalian jaga anak itu!" tunjuk Pak Irwanto pada mobil yang melaju pelan di depan sana.Semua mengangguk, ketika mendengar perintah Pak Kades. Tapi, ada perasaan campur aduk di hati para warga yang ikut gabung dalam rombongan. Ketika, melihat cahaya di atas mobil tidak juga pergi, seolah-olah mengawal mobil itu atau memang ada yang diincar."Tenang saja, cahaya itu tidak akan melukai siapapun!" ujarku Pak Irwanto, yang sepertinya mengerti kegelisahan warganya, "kamu temani meraka, dan kamu ikut saya!" imbuh Pak Irwanto pada ajudannya.Pak Irwanto segera berlalu, tanpa menunggu kata, atau pun sergahan dari para warga yang tetap khawatir."Pak, gimana ini?" tanya tetangga Pak Kuswan."Kalau bapak ingin pulang, pulang
Suasana hati Pak Kuswan mendadak pilu, dia mengingat kata-kata Pak Bejo. Haruskah dia membawa anaknya pergi, tapi ke mana.Pak Kuswan keluar dari ruang periksa, dan meminta semua orang untuk bubar. Najwa akan menginap untuk diperiksa lebih lanjut. Begitulah yang dia sampaikan."Kami tunggu di sini, Pak!" ujarku para ajudan Pak Irwanto.Pak Kuswan hanya bisa mengatakan terima kasih berkali-kali, pada para warga dan ajudan yang menunggunya dan kembali ke dalam ruangan."Saya mau menghubungi Pak Irwanto, dulu. Untuk memberitahu, keadaan di sini!" ujarku Rudi."Jangan! Bu Kades sedang sakit dan lagi kambuh!" sela Kirman, salah satu ajudan."Semenjak gadis itu mati! Bu Kades jadi aneh!" ketus Rudi.Mereka tidak tahu, jika pembicaraan mereka terdengar oleh Pak Kuswan. Pak Kuswan hanya bisa diam dan tertunduk, ingin bertanya tapi sudah takut duluan."Maaf
Kali ini, Rudi yang menjauhkan ponsel milik temannya. Telinganya langsung berdenging, bahkan suara orang yang bertanya padanya tidak terdengar.Bu Esti menarik, Rudi dan menepuk pundaknya berkali-kali."Masuk ke dalam!" perintah Bu Esti.Wanita yang tidak lagi muda namun, belum berusia senja itu seakan-akan tahu ada sesuatu yang membahayakan."Pak Kuswan, mari kita berlindung pada Allah, agar malam ini terlewati. Sepertinya, ada yang menginginkan anak bapak mati!" ujar Bu Esti, membuat Pak Kuswan lemas."Bagaimana warga yang ada di jalan tadi?" tanya Pak Kuswan lirih.'Hmmm, ini akan sulit di hindari!' guman Bu Esti."Siapa yang berani keluar dan membunyikan ketungan, agar semua warga masuk ke dalam rumahnya?" tanya Bu Esti pada para lelaki parah baya di depannya.Mereka saling pandang, bingung jika harus memilih. Nyawa diri sendiri atau nyawa banya
"Hust! Jangan ngomong sembarangan, ah!" bantah Mak Darmani.Mak Darmani hanya ingin menenangkan anaknya, yang sejak tadi ketakutan melihat Najwa sakit. Terlebih kejadian beruntun setelahnya. Dalam hatinya dia sangat khawatir akan anak dan suaminya.Dug! Dug! Dug!Ketukan di pintu yang sangat keras, membuat Mak Darmani dan Ratih terkejut. Suara itu makin lama makin sering, tentu saja membuat mereka ketakutan."Mak!" bisik Ratih.Tubuh gadis mungil itu sudah gemetaran, rasanya ingin sekali hari berganti menjadi siang."Lafalkan terus Ayat kursi, kita hanya bisa memohon perlindungan dari Allah, Nduk." Mak Darmani berusaha kuat agar Ratih tidak terlalu ketakutan."Najwaaa!" Suara seorang wanita memanggil, dengan suara mendesah.Tidak menyahuti, mereka berdua terus membaca ayat-ayat suci Al-Quran yang mereka bisa dan mereka ingat di situasi seperti