Mak Darmani diam dan ikut melantunkan doa, dia tahu, jika itu bukan ular biasa. Ada mahkota kecil dikepalanya jika memperhatikan dengan seksama.
Pak Kuswan saja tidak melihatnya, karena terlalu sibuk memikirkan ada apa dengan semua yang terjadi dan apa hubungannya dengan keluarganya. Dia tidak tahu, saat ini sedang dilindungi oleh ular jelmaan yang pernah ditolong oleh Mak Darmani di masa lalu.
Suara kikikan bercampur ratapan terdengar menyayat hati, Pak Kuswan dan Mak darmani saling memandang tau suara apa itu. Ular yang tadinya melata mendekat, kemudian membuka mulutnya lear-lebar dan terlihat sesuatu yang aneh.
"Ardi!" pekik Mak Darmani.
Perlahan, tubuh Ardi keluar dari mulut ular itu. Tidak ada gerakan, seperti mayat. Mak Darmani tidak berani mendekat, dia diam pada posisinya. begitupula Pak Kuswan. Mereka tidak menyangka, jika ular itu akan memuntahkan tubuh Ardi yang telah dilahapnya beberapa jam tadi.
"Wulan," suara lirih terdengar dari
Pak Kuswan mendekati Ardi dan mempertajam pendengarannya. Suara Ardi terdengar lirih, sehingga Pak Kuswan tidak terlalu mendengar."Apa, Di?" tanya Pak Kuswan."Wu-Wulandari mati karena," Tiba-tiba napas Ardi tersengal-sengal, menahan rasa sakit di dadanya."Lebih baik kamu saya antar pulang, Di! Jika tidak, akan membahayakan semua," Keputusan Pak Kuswan sudah bulat.Pak Kuswan merasa, Ardi dan Najwa adalah saksi kunci dari kematian Wulandari dan anaknya. Tapi, dia pun tidak bisa merawat Ardi seperti ini, karena akan menimbulkan fitnah.Mak Darmani menyetujui perkataan suaminya, takut jika ada sesuatu yang terjadi. Maka, Mak Darmani memberikan obat balur untuk luka yang sedang di derita oleh Ardi, seelum diantar pulang.Langkah Ardi terseok-seok, ketika dipapah oleh Pak Kuswan menuju rumahnya. Pak Kuswan meminta Ardi duduk sejenak, ketika sampai di depan rumahnya untuk mengetuk pintu dan memanggil Mak Rominah. Cukup lama menunggu, Mak Romina
Malam cukup panjang untuk dilewati begitu saja, Pak Kuswan dan Mak Darmani hanya bisa berpasrah diri. Tidak henti-hentinya berdoa dan berzikir agar terlindung dari kejahatan manusia juga makhluk tuhan yang lainnya.***Pagi sudah menyapa dan keluarga Pak Kuswan memulai aktivitas seperti biasanya. Hanya saja, ada kelhawatiran yang tidak bisa mereka ungkapkan satu dengan lainnya."Pak, kapan mau jemput anakmu? Enggak enak lama-lama di rumah orang meskipun saudara sendiri! Sejak Najwa sakit, loh," Mak Darmani mengingatkan.Pak Kuswan paham maksud istrinya, dan dia mulai mencari cara agar orang tahunya dia menjemput anak bungsunya, bukan melihat Najwa. Maka dia mendatangi tetangganya yang biasa dia mintai tolong untuk menjaga sawahnya dan dia menceritakan akan menjemput anaknya bungsunya, takut merepotkan adiknya. Tidak butuh waktu seharian, berita pun tersebar dengan cepat.Mak Darmani mempersiapkan bekal selama perjalanan, agar tidak jajan sembaranga
Beberapa hari ini Desa Sendang dihebohkan dengan berita tentang kematian Wulandari. Gadis belia yang masih duduk di kelas satu Sekolah Menengah Kejuruan Negeri Pelita Harapan Bangsa.Di umur enam belas tahun Wulandari ditemukan meregang nyawa bersimbah darah di dalam kamar mandi. Diduga ia menggugurkan kandungannya sendiri. Nyawanya tidak tertolong saat akan dilarikan ke bidan terdekat. Pendarahan hebat, merenggut nyawanya. Entah siapa ayah dari si jabang bayi yang dikandungnya."Kamu hamil, Lan? Siapa yang menghamilimu, Wulan? Jawab!" Terdengar Mbok Sri membentak Wulan beberapa hari yang lalu di dalam kamar tidur rumahnya."Kenapa mbok peduli! Bukannya selama ini mbok tidak menganggap aku ada! Kenapa ini terjadi. Aku ... aku lelah! Aku sudah berusaha. Aku tidak bisa hidup lagi. Aku lebih baik ...""Apa maksud kamu, Lan!"Wulandari hanya sesenggukan, dan menunduk. Tidak mengakui kehamilannya atau menyebutkan siapa nama ayah si jabang ba
Dengan menguatkan lutut yang sudah gemetaran dan tidak ada tenaga, Najwa mencoba berlari tidak tentu arah, dalam kegelapan."Toloong ... tolong!" Najwa berteriak lagi namun, suaranya tidak terdengar oleh siapapun.Berkali-kali terjatuh, lalu mencoba bangkit lagi. Hanya ada setitik sinar terang, jauh di ujung sana. Sekuat tenaga Najwa menggerakan kaki menuju cahaya itu."Najwa!" terdengar suara Mak Darmani memanggil. Najwa merasakan pipinya ditepuk-tepuk beberapa kali namun, tidak ada orang di sekitar."Najwaa!" Kali ini suara itu terdengar naik satu oktaf, di telinga. Mengganggu degub jantung yang tidak beraturan."Emak …." Lirih Najwa memanggil Emak. Akhirnya terdengar juga suaranya keluar dari kerongkongan.Najwa berulang kali mengerjapkan matanya, mencoba memperjelas pandangan yang masih remang-remang. Di sisi kiri kepalanya ada emak, di sebelahnya ada bapaknya."Mak, Najwa, takut!" Nada suara N
"Pak!" panggil Najwa lirih.Pak Kuswan menepuk punggung tangan anaknya, mencoba menenangkan. Gadis itu duduk bergeser ke samping bapaknya dan tidur dengan menggenggam tangannya erat, takut jika ditinggal sendirian.****Hari ini, Najwa enggan keluar dari rumah. Memilih menghabiskan waktu bersama Emak dan mereka pun tidak dapat melarangnya. Ada beberapa tetangga datang untuk berkunjung, bertanya keadaan Najwa dan mempertanyakan apa yang dilihatnya, benar atau tidak."Kamu enggak bohong, 'kan Wa?" tanya ibu-ibu yang berkunjung, Najwa menggelengkan kepalanya."Bukan karena kamu ingin dibilang baik, karena enggak bisa ngasih tau Wulandari. Sampai teman kamu itu mati!"Jleb.Najwa mendapatkan pertanyaan-pertanyaan yang menyudutkannya, hanya bisa diam. Sedangkan Mak Darmani tidak mau membalas, karena mereka memang biang gosip di desa."Maaf, ibu-ibu. Najwa biar istirahat dulu, baru minum obat. Untuk apa
"Sawan?"Najwa mengerutkan alis, benarkah sawan itu ada? Ah, emaknya hanya terlalu serius menanggapi kemunculan arwah Wulandari."Sawan, 'kan hanya pada bayi atau anak kecil?" lirih Najwa bergumam sendiri. Sering dia mendengar jika anak bayi tetangga menangis terus tak berhenti dan badannya terasa panas, si Ibu mengatakan anaknya kena sawan.Setelah penampakan arwah Wulandari yang pertama kali, malamnya tubuh Najwa juga langsung panas. Padahal sebelumnya dia tidak sakit apa-apa. Apa itu termasuk sawan?Benar juga, sudah dua kali ini mereka mengganggu. Pertama penampakan Wulandari, kedua entah benar atau tidak bayinya yang menjahili Najwa. Walaupun tidak menampakkan diri secara langsung. Hanya sekelebatan bayangan bayi yang tangannya menyentuh kaki Najwa, semua itu membuat mata tidak bisa terpejam, apalagi untuk tertidur dengan pulas.Najwa memejamkan mata berusaha mengingat-ingat lagi apa saja yang telah terjadi. Adakah kaitan kematian
"Kesurupan, Pak?" tanya Mak Darmani. Najwa dan Emaknya memperhatikan wajah Pak Kuswan dengan seksama menunggunya melanjutkan cerita."Iya, tadi setelah Pak Haji Ramli membuka acara tahlil. Baru beberapa ayat yasin dilantunkan, si Ardi kerasukan." Pak Kuswan duduk di kursi, memulai cerita."Ardi, yang anaknya Pak Munir itu, Pak?" sela Mak Darmani memotong perkataan suaminya, yang ditanya mengangguk membenarkan kata-kata istrinya."Najwa sering melihat Mas Ardi membonceng Mbak Wulandari, kalo mau berangkat sekolah," lontar Najwa. Semua tahu selain tetangga dekat, Wulandari dan Ardy juga teman sepermainan. Mungkin Karena sekolah mereka sama-sama di kota jadi Ardi mengantarkannya sekalian."Jangan-jangan Pak, ada sesuatu di antara mereka?" terka Mak Darmani."Mungkin aja arwah Wulandari memang sengaja memilih Ardi untuk dimasukinya, untuk menunjukkan sesuatu?" duga Mak Darmani lagi.Najwa mendengarkan percakapan mereka dengan seksama, mencoba berkonsent
Seketika tubuh Najwa menegang, matanya membulat, dahinya berkeringat, dan suaranya tercekat.Arwah Wulandari menatap tajam ke arah Najwa dengan seringainya yang membuat hati gadis itu bergetar hebat. Kedua arwah itu mendekat ke Najwa dan melewatinya begitu saja. Namun, lirikan Wulandari mampu membuat lutut Najwa lemas tidak bertenaga dan tubuhnya luruh ke lantai."Maaak!" teriak Najwa ketika suasana kembali ke semula.Mak Darmani datang dengan tergopoh-gopoh, lalu mendekati Najwa yang diam kaku di lantai. Disentuhnya dahi anak sulungnya, dan beralih ke kaki Najwa yang sangat dingin. Mak Darmani memanggil suaminya, untuk mengangkat tubuh anaknya ke dipan. Dipandangi wajah pucat pasi Najwa, lalu Mak Darmani memegang kaki anaknya."Pak, Najwa kenapa lagi, yo?" tanyanya sembari memijat kaki Najwa, berharap remaja itu segera tersadar."Iki (ini) malam Jumat, apa Wulandari nongol lagi, yo Mak?" Pak Kuswan malah balik bertany