"Nona Ramona!" Suara besar dari dua pria di belakangnya kembali terdengar, menyadarkan Leticia.
Leticia menunduk kembali tanpa berani menoleh ke belakang, mengetahui orang-orang itu sudah menangkapnya. Sekang riwayat dan takdirnya sudah tidak bisa berubah. Ia akan menikah dan menjalani kehidupan menyedihkan tersebut sekali lagi dan mati."Nona?" Di tengah degup jantung Leticia yang putus asa, suara bariton khas milik pria di depannya sekali lagi terdengar.Tangan miliknya masih terulur begitu juga ekspresi wajah dan tatapannya yang tidak berubah. Perlahan, Leticia menerima uluran tersebut dan pria itu membantunya berdiri. Ia bahkan menahan tubuhnya yang tak seimbang karena luka di kakinya."Nona Ramona, Nyonya sudah menunggu Anda dan sebentar lagi pernikahan akan dilangsungkan," ucap salah satu bodyguard Gabriella."A-aku ..." gumam Leticia pelan setengah berbisik."Leticia!" seru Gabriella dari kejauhan di ujung lorong.Suara wanita itu membuat jantung Leticia mencelos, sebelum akhirnya berdetak kencang sekali lagi. Tanpa sadar ia mengeratkan pegangannya pada tangan pria asing itu karena ketakutan. Saat berbalik menghadap dua bodyguard Gabriella, majikan mereka telah menyusul dan menyela keduanya."Leticia, beraninya kau melarikan diri! Apa kau tidak memikirkan ayahmu?!" bentak Gabriella kembali setelah berada di hadapan sang putri tiri."Ayo kembali sekarang! Tuan Castellano sudah menunggu." Gabriella meraih tangan kiri Leticia dan hendak menariknya.Gadis itu meringis lagi-lagi karena kakinya yang terseret. Tangan kanan miliknya yang masih bertaut dengan tangan pria di belakangnya masih tidak terlepas. Bahkan semakin erat bersamaan dengan ringisan Leticia. Ia menoleh padanya dan masih sama sekali tidak melihat ekspresi apapun."Leticia, siapa dia?" tanya Gabriella menyadari sosok pria yang ada bersama mereka."Di-dia ..." jawab Leticia gagap."Lepaskan putriku. Dia akan menikah dengan pria kaya, jadi sebaiknya kau lupakan hubunganmu dengan Leticia!" Ucapan Gabriella memberikan sebuah ide dalam kepala Leticia, di tengah rasa putus asa ini."Ibu, aku tidak bisa menikah dengan Tuan Castellano," ujar Leticia tergesa, mengalihkan atensi Gabriella. Sebelum Gabriella berbicara, Leticia melanjutkan lagi dengan keberanian yang ia miliki, "Pria ini adalah kekasihku dan ayah dari anak yang aku kandung!"Gabriella mengira jika pria asing ini adalah kekasih Leticia. Maka ia berpikir untuk membuat pria ini menjadi 'kekasihnya'. Ditambah sedikit bumbu, Leticia berharap skenario sandiwara dadakannya bisa berhasil. Dan yang terpenting adalah pria yang ia seret ini mau membantu, tidak masalah jika hanya berdasar rasa kasihan semata. Daripada terlalu lama memikirkan apakah berhasil atau tidak, Leticia spontan melakukannya."Apa yang kau katakan, Leticia?!" Kembali Gabriella membentak yang semakin membuat nyali Leticia menciut, tetapi tak mengurungkaan niatnya. "Aku mengatakan yang sesungguhnya."Meski tubuhnya gemetar, suaranya sedikit tercekat, dan peluh keringat membasahi wajahnya, Leticia tidak sedikitpun berhenti. Ia menoleh menatap ke arah pria yang masih diam sampai saat ini. Melalui tatapan memelas tersebut, secara tidak langsung meminta pertolongan padanya.Ini memang memiliki kemungkinan yang sangat kecil bahkan nyaris nol. Orang mana yang akan mengakui suatu hal gila seperti perkataan Leticia. Tidak juga ada keuntungan baginya sama sekali. Ditambah mereka adalah orang asing yang tidak saling kenal. Tidak ada hubungan khusus yang memang bisa dikaitkan untuk menolong satu sama lain. Meskipun mustahil, tetap Leticia bersikeras pada tuhan agar membuat ini menjadi mungkin."Ibu, apakah Tuan Castellano akan menerimaku saat mengetahui jika aku mengandung anak pria lain?" tanya Leticia kembali memberanikan diri.Gabriella melangkah maju semakin mendekati Leticia hingga tidak ada jarak lagi di antara mereka. Tangan kiri Leticia yang dicengkram olehnya semakin kuat. Tatapannya semakin menajam seakan ingin membunuh gadis di depannya. "Apa kau sudah berani membohongiku dan mengancamku?"Leticia menggelengkan kepalanya semakin gemetar ketakutan. Ia menangis dan mencengkram tangan pria di belakangnya yang masih bungkam. Berharap dia akan menolongnya untuk sekarang agar terlepas dari Gabriella.“Aku adalah kekasih Leticia yang akan menikah dengannya," ucap suara bariton tersebut mengintervensi Gabriella dan Leticia.Pria tersebut menarik Leticia hingga punggungnya menyentuh dada bidang yang tadi sempat ia tabrak. Dia tiba-tiba mengangkat tubuh kecil gadis itu ke dalam gendongannya. Leticia tidak bisa tidak terkejut dengan tindakannya, degup jantungnya adalah bukti. Reflek ia mengalungkan tangannya pada leher pria itu.“Jadi, minggirlah,” perintahnya dengan tatapan tajam menyorot ke arah Gabriella.Gabriella yang ia lirik sebentar, tersentak saat mendengar suara dingin pria ini. Siapapun bahkan dirinya sendiri merasakan sebuah ketakutan karena intimidasi seseorang."Ti-tidak bisa!" bantah Gabriella. Dari suaranya yang tercekat, sangat jelas dia memberanikan diri."Hal yang kukatakan bukanlah sebuah permintaan, melainkan perintah." Setelah mengatakan hal tersebut, dia menoleh ke samping yang entah menatap apa.Kemudian tiba-tiba dalam sekejap orang-orang berjas hitam, bertubuh kekar, dan berwajah sangar, keluar dari balik dinding. Tidak hanya Leticia, tetapi Gabriella dan dua bodyguardnya juga terkejut. Orang-orang tersebut menyingkirkan ketiganya dan memberikan jalan pada bos mereka.Leticia sedikit bernapas lega setelah bebas dari Gabriella. Namun, tidak dipungkiri jika ia juga takut pada pria ini. Bertanya-tanya siapakah pria yang telah menolongnya ini dan dengan tujuan apa.Tanpa sadar, mereka telah kembali ke ruang tunggu pengantin wanita yang tadi ditinggalkan Leticia. Pria itu menurunkannya di sofa lantas berjongkok sambil memandangi kakinya yang terluka. Situasi dengan cepat berubah menjadi sedikit canggung bagi Leticia sekarang.Saat pria itu hendak menyentuh kaki Leticia, ia reflek menghindarinya. “Te-terima kasih atas bantuan tadi, tidak perlu khawatir pada kakiku, aku bisa mengobatinya.”Dia mendongak memperlihatkan netra obsidian miliknya yang segera bertabrakan dengan mata biru saffire Leticia. Dalam wajah tanpa ekspresi itu, menunjukkan sebuah sorot kekhawatiran. Untuk pertama kalinya, ia melihat sisi yang sedikit lembut di sana.Mereka saling bertatapan dalam waktu yang cukup lama. Leticia memperhatikan dari dekat setiap detail dari ketampanannya. Perpaduan antara rambut coklat gelap yang sedikit keriting dan berantakan, serta garis wajah yang sempurna. Diisi oleh mata yang tampak seperti kaca, rahang yang tegas, hidung yang mancung khas orang-orang penghuni Benua Eropa, dan bibir tebal serta penuh yang pas. Semakin lama memandangnya, Leticia seolah semakin terserap dan tenggelam dalam luasnya lautan.Karena tidak ingin terlalu jauh tersesat di dalam ketampanan tersebut, Leticia memutus kontak mata mereka. Ia mengulurkan tangannya, memperkenalkan diri dengan sedikit malu-malu, “Le-leticia, namaku Leticia Ramona.”Pandangannya turun ke arah tangan Leticia yang terulur. Dia mengangkat tangannya juga dan membalas uluran Leticia. Menjawab dengan singkat, “Tytan.”“Tytan, terima kasih banyak atas pertolonganmu, aku juga minta maaf telah banyak membuatmu kesulitan. Maaf aku membuatmu sulit lagi, bisakah kau menolongku lagi?” Karena sudah seperti ini, Leticia berniat melanjutkan rencana yang tiba-tiba lagi terlintas di dalam kepalanya.Dirinya memang sudah keluar dari situasi genting, tetapi ia yakin jika Gabriella tidak akan semudah itu melepaskannya. Jika Leticia melarikan diri, maka akan ketahuan kalau semua hanya karangan, dan mereka akan menangkap lalu memaksanya lagi untuk menikah. Sementara sekarang Leticia tidak membawa apapun, tidak memiliki tujuan apalagi rencana. Akan sangat mudah untuk menangkapnya, meski Valencia sangat luas.Di samping itu, ada seorang pria yang sudah menolongnya hingga sejauh ini. Melihat bagaimana tadi Gabriella tidak berkutik di depannya, bisa dipastikan jika Tytan bukanlah seseorang dari keluarga biasa. Mereka berdua mungkin bisa melakukan hubungan saling menguntungkan, meski ini terdengar serakah yang bisa saja membahayakan dirinya.“Apa yang bisa aku bantu?” tanya Tytan.“Pernikahan,” jawab Leticia.“Ti-tidak, maksudku bukan benar-benar menikah dan menjalani kehidupan pernikahan. Hanya pernikahan kontrak dalam jangka waktu tertentu yang saling menguntungkan satu sama lain. Aku membutuhkan status itu dan sebagai bayarannya kamu bisa menginginkan apapun dariku.”Tytan terdiam memandangi Leticia, lagi-lagi tidak diketahui apa yang dipikirkan olehnya dengan wajah tanpa ekspresi itu. Walaupun datar, tetapi Leticia bisa sedikit melihat sisi lembut yang tidak terlalu kejam daripada tadi. Karena itulah ia bisa sedikit memberanikan dirinya menawarkan hal gila ini pada Tytan.“Sekarang aku mungkin tidak memiliki apapun walaupun berasal dari keluarga Ramona, tetapi nanti aku pasti akan membayarmu. Satu tahun.” Leticia mengangkat jari telunjuknya, tidak kehilangan harapan membujuk Tytan.Setelah menjelaskan panjang lebar, Leticia masih tidak yakin. Ia tidak memiliki apapun untuk ditawarkan, pria ini juga kelihatan tidak menginginkan apapun, dan kembali lagi, mereka tidak memiliki hubungan apapun hingga bisa membantu satu sama lain. Memang pantas Leticia bersikap skeptis. Pria mana yang mau menerima tawaran gila Leticia tanpa keuntungan apapun?Namun, jika nantinya Tytan tetap menolak, Leticia akan memohon padanya, di bawah kakinya bila perlu. Ia telah siap mengorbankan apapun yang sekarang dimiliki, termasuk tubuhnya sendiri jika diperlukan. Pengorbanan kecil seperti itu bisa dilakukan asalkan Leticia tidak menikah dengan Castellano dan menjalani kehidupan suram hingga berakhir mati muda.“Baiklah …”“Baiklah, aku mengerti kalau kau–”“Iya? Apa maksudmu baiklah?” Leticia berkedip beberapa kali, menatap Tytan serius ketika pendengarannya baru menyadari apa yang dikatakan oleh pria ini.“Baiklah, aku akan menikah denganmu.”---To be continued"Apa kau tidak akan ke kantormu?" tanya Leticia mengusir suaminya dengan halus, setibanya mereka di gedung kantornya."Kau yakin akan mengusirku sekarang?" tanya Tytan kembali memastikan. "Kau bilang kau merindukanku. Aku siap menemanimu bekerja, lho."Leticia berbalik menghadap Tytan yang sudah berdiri tepat di belakangnya. Sementara di sisi lainnya, meja menghimpitnya sehingga membuatnya terjepit. "Jangan konyol, Tytan!""Kau juga punya tanggung jawab. Sangat banyak. Cepat pergi dan selesaikan. Aku ingin segera berhenti dan menikmati masa kehamilanku dengan tenang!" omelnya sambil berusaha mendorong tubuhnya menjauh."Ada hal yang ingin kau ketahui lagi?" Alih-alih menjauh, Tytan justru semakin mendekat dan tangannya sudah ada di pinggangnya."Kita bisa bicarakan lagi di rumah malam nanti. Sekarang bukan waktunya." Leticia membuang muka karena merasa pipinya memanas. Pada saat itulah Tytan akhirnya melepaskannya. Namun, ucapannya selanjutnya semakin membuat pipinya memerah, "Baiklah
Suara alarm yang cukup keras dari ponselnya membangunkan Leticia. Ia meraba-raba kasur, mencari benda pipih tersebut untuk mematikan alarmnya. Namun, setelah berusaha mencari dengan tangannya dan tidak kunjung menemukannya, ia pun membuka mata.Baru ketika melihat sekeliling kasur, akhirnya Leticia menemukan ponselnya dan segera mematikan suara bising itu. Ia lalu duduk merenung selama beberapa saat. Ia menyentuh bibirnya yang berciuman dengan Tytan di dalam mimpi semalam. Ia seolah masih merasakan kehangatannya seakan itu nyata.Ting!Tiba-tiba bunyi nyaring dari ponselnya membuyarkan lamunannya. Leticia yang masih memegang ponselnya, melihat layarnya yang memperlihatkan sebuah notifikasi email kantor. Di detik itulah semua pikiran dan perasaannya terdistraksi karena kenyataan kembali menariknya."Ayo segera bersiap-siap," gumamnya seraya beranjak dari kasur.Leticia masuk ke dalam pintu kamar mandi, memulai ritual paginya. Selanjutnya, ia memilih pakaian, memoles wajahnya, menata ra
Hari sudah menjadi gelap ketika Leticia mengurus Sofia di kantor polisi. Untungnya, berkat pengacaranya, semua berjalan dengan baik. Dan ia pun yakin dengan bantuan pria berbakat itu, Sofia akan dijatuhi hukuman yang berat di persidangan nanti."Nyonya Muda," panggil Diego sesampainya mereka di rumah.Leticia pun menoleh pada Diego yang menunjuk D'angelo. "Kenapa pria ini bersama Anda sejak tadi?""Aku juga tidak tahu padahal urusan kita sudah selesai. Apa kau tidak akan kembali ke tempatmu?" tanya Leticia langsung kepadanya, mengusirnya secara halus."Begini kah caramu membalas jasaku?" tanya balik D'angelo dengan nada tidak terima."Jasamu? Kau menculikku kalau kau lupa," kata Leticia menunjuknya.Diego yang berdiri di belakangnya dan mendengar Leticia, dengan cepat maju dan meraih kemejanya. "Aku sudah curiga sejak kau bersama Nyonya Muda. Kau penculiknya!""Diego, hentikan!" Leticia menahannya."Tidak!" serunya yang untuk pertama kalinya membantah ucapan Leticia."Semua rencana Tu
"Tytan, tidak! Tunggu dulu!" seru Leticia berusaha mencegah D'angelo menutup telponnya.Leticia berusaha meraih ponselnya, tetapi pria itu dengan cepat menariknya dan menjauhkannya darinya. Ia menatap sengit dirinya karena tidak memiliki kesempatan lagi. Kalau tidak mau memberikannya waktu untuk mengobrol dengan suaminya, kenapa menelponnya sejak awal?!"Jangan melihatku seperti itu! Kita ini bukan musuh, kan?" katanya santai tanpa rasa bersalah setelah apa yang dilakukannya."Apa seorang penculik pantas berbicara seperti itu?" tanya Leticia ketus."Aku sudah bilang jika aku hanya membawamu." D'angelo menatap Leticia, menunjuk dirinya. "Aku bahkan tidak mengikatmu, mengurungmu, ataupun menyiksamu."Leticia yang kadung kesal dan tidak percaya sejak awal, memutar bola matanya, menganggap omongannya angin lalu. Ia pun duduk kembali sambil melipat kakinya. Ia mulai menggigiti kukunya dengan gelisah karena semakin mencemaskan suaminya yang tadi terdengar kesakitan."Tingkahmu itu tidak akan
Suara dering ponsel di antara Tytan dan Massimo memecah keheningan di ruangan tersebut. Tytan masih tidak bergerak. Sementara Massimo seolah tidak mempedulikan dirinya. Suara dering itu terus berbunyi hingga mati sebelum akhirnya kembali berbunyi sekali lagi."Kau tidak berniat mengangkatnya?" tanya Massimo yang akhirnya buka suara. Ia berbalik bersama senjata yang telah dipilihnya. Ia menatap Tytan dan melanjutkan, "Senjata ini tidak akan membunuhmu sekarang, tetapi panggilan itulah yang mungkin akan membunuhmu lebih dulu."Tytan semula tidak memahaminya, tetapi segera setelah menerima telpon dari Diego yang mengawal Leticia, saat itulah ia menyadari apa maksudnya. "Katakan ada apa dengan Leticia?""M-maafkan saya, Tuan Muda, Ny-nyonya Muda-""Katakan dengan cepat apa yang terjadi pada Leticia, Diego!" Tytan memotong ucapannya dengan cepat secara tidak sabar.Kekehan Massimo yang terdengar tidak mengalihkan atensi Tytan. Tanpa melihat wajahnya pun, ia tahu kepuasan yang jelas dirasak
"Anda baik-baik saja, Tuan Muda?" Gaspar yang menyetir, melihat khawatir bagaimana bosnya itu begitu kelelahan, tertekan, dan sangat stres."Kapan misi terakhirku? Dan berapa lama aku meninggalkan Leticia?" Alih-alih menjawab, Tytan bertanya balik."Itu beberapa bulan lalu. Anda meninggalkan Nyonya Muda selama kurang lebih sebulanan." Raut wajahnya menjadi semakin frustasi ketika mendengar jawaban tersebut.Untuk pertama kalinya Tytan merasa sangat enggan apalagi berhasrat menyelesaikan sebuah misi. Padahal di sepanjang hidupnya, ia tidak pernah memprotes atau terpaksa melakukannya. Semua perubahan ini disebabkan hanya karena seseorang yang masuk ke dalam kehidupannya. Dan karena seseorang itu juga, banyak hal lainnya berubah."Apa aku bisa kembali pada Leticia dengan selamat jika aku membunuh Massimo sekarang?" tanyanya lagi dengan suara gumaman."Jangan lupa kita sudah ada di Sisilia, Tuan Muda." Gaspar mengingatkan mulut bosnya itu, kalau-kalau ia melupakan di mana mereka sekarang.