Share

03. Kalian Keterlaluan

“Sudah tidur istrimu itu, Dam?” tanya Desi yang ternyata  menunggu di luar.

“Sudah Mbak,” jawab Sadam lesu.

“Bagus, aku pulang dulu dan kasih tahu istrimu peras saja susunya taruh di botol dan kamu yang akan mengantarkannya jangan Salsa, karena Ibu nggak mau dia melihat bayinya lagi.”

“Bu apa salahnya jika Salsa melihat bayinya sendiri?” protes Sadam.

“Nggak usah protes dong Dam, anakmu bukan Mbak jual tetapi dirawat, entar kalau Mbak hamil, anakmu ini akan aku kembalikan, jadi jangan khawatir,” jelas Desi sedikit kesal.

“Kamu ingat ya Dam, kamu harus balas jasa dong, kalau bukan Mas Dirga membantu kamu nggak mungkin kamu bisa kerja yang bagus seperti ini lantaran Mas Dirga banyak koneksi,” ancam  Desi ketus.

 

Desi dengan perlahan mengambil bayi itu tanpa bersuara.  Seketika bayi itu menangis kencang tetapi mungkin karena terlalu lemah Salsa hanya mendengar samar-samar.

“Mas, bayi kita menangis,” ucapnya pelan tanpa melihat bayinya.

“Ya Sayang nggak apa-apa, cuma mau di mandiin sama bidannya,” jawab Sadam berbohong.

Salsa kembali tidur tanpa curiga karena berpikir suaminya tidak akan melakukannya.

Waktu sudah menunjukkan pukul lima sore, rasa gerah kini menyelimuti Salsa, dia  pun segara bangun untuk melihat sang bayi, tetapi saat menengok ke box bayi ternyata sudah tidak ada.

Salsa terkejut dan berteriak tetapi segera di tenangkan oleh suaminya.

Mas, bayi kita ke mana? Apakah perawat masih memandikannya tetapi ini sudah jam lima kok belum selesai?” tanyanya tanpa jeda dan khawatir.

Sadam mendekati Salsa yang masih kebingungan, lalu kedua tangannya pun memegang tangan Salsa.

“Sayang kamu percaya kan dengan suamimu?”

“Mas, ada apa kenapa kamu berkata seperti itu, apa maksudmu, Mas?” tanya Salsa bertambah bingung.

“Begini Sayang, bayimu memang sudah dimandikan dari tadi, dan sudah dibawa pulang sama Mbak Desi,” jawabnya pelan.

Bagai disambar petir, Salsa menatap tajam ke arah suaminya, lidahnya kelu, sesaat air matanya  pun tidak tertahankan untuk mengalir.

“A—apa maksud Mas Sa-Sadam?” tanyanya dengan tangan bibir bergetar.

“Sayang, Mas sudah memberikan anak kita untuk Mbak Desi, kamu tahu kan itu?” tanyanya balik.

“Mas, apa kamu sudah nggak waras? Kamu memberikannya saat aku tertidur dan kamu dengan seenaknya memberikan bayiku kepada Mbak Desi?”

“Dia baru saja meminum Asiku  Mas, sekarang kamu menjauhkan aku dan bayiku sendiri, ini tidak adil Mas, dia anakku!”

“Salsa, jangan membuatku serba salah, kamu tahu sendiri dari awal Mbak Desi sangat menginginkan bayi itu, kenapa sih kamu nggak mau ngerti?”

“Lagian dia itu Mbak aku sendiri, bukan orang lain, kalau kamu rindu dengan bayi itu kamu bisa kan melihatnya tanpa harus banyak komentar?” Sadam terlihat sangat marah dan kesal ketika istrinya masih saja protes padahal menurutnya Salsa sudah tahu kalau Desi meminta anaknya ketika sudah lahir.

“Mas ...” ucapnya lirih dan menahan air matanya.

“Kamu sudah mendingan kan, lebih kita pulang sekarang kita akan bahas masalah ini nanti, dan jangan membuat keributan apalagi kamu mengadu dengan Bidan Lastri.”

“Mas, tetapi  ...

“Kamu dengar nggak sih apa yang Mas bilang, jangan membuat masalah Salsa, atau kamu tanggung sendiri akibatnya,” ucapnya penuh dengan penekanan.

“Baik, Mas!”

Dengan berat hati Salsa mengemas barangnya untuk pulang ke rumah, saat berberes Bidan Lastri datang untuk menjenguk dan dia pun  terkejut saat melihat  Salsa sudah bersiap diri untuk pulang.

“Loh Salsa kamu sudah mau pulang, besok pagi juga nggak apa-apa kok, dan di mana bayimu, semua baik-baik saja kan?”

“Maaf tadi Ibu membantu ibu lain yang mau melahirkan, makanya baru sempat ke sini,” ucap Lastri lembut.

“Iya nggak apa-apa Bu, bayiku sudah di bawa Mbak Desi tadi, nggak apa-apa kok Bu, dia berjanji akan sering ke rumah  sebelum tiga bulan usianya, bayiku akan bersama ibu kandungnya,” kilah Salsa penuh penekanan. Kedua matanya melirik ke atas Sadam yang terlihat tampak tenang saja.

“Oke ... kalau nggak ada masalah, tetapi ingat satu hal Salsa, kamu adalah seorang wanita, kamu seorang ibu yang tangguh, jangan kamu lemah untuk menjalani hidup ini, setiap masalah pasti ada jalan keluarnya, kamu harus tegas, tunjukkan kalau dirimu ini wanita yang kuat , yang tidak bisa di remehkan oleh siapa pun juga termasuk suamimu!” Nasihat Bidan Lastri membuat Sadam tersentak kaget.

“Maaf, Bu Lastri menyindir saya?” tanya Sadam kesal.

“Nggak juga, Ibu hanya memberikan nasihat sama Salsa, untuk selalu menjadi wanita yang kuat, tahan banting dan selalu di jalan yang benar, apa itu salah Sadam?” tanya balik Bu Lastri menatap tajam kearahnya.

“Ayuk Sa, jangan lama-lama di sini, Kami pamit, Assalamu’alaikum!”

“Bu, Salsa pulang dulu, terima kasih atas dukungannya Bu, Assalamu’alaikum.”

“Wa’alaikumsalam, kalau ada apa-apa kasih tahu Ibu ya.”

“Iya Bu.”

Mereka pun akhirnya pulang ke rumah. Salsa tak henti-hentinya menangis sehingga sebagian warga ada yang melihat, tetapi mereka enggan menegur, karena mereka malas mencari ribut dengan keluarga yang keras kepala itu.

 

***

 

Sudah lima hari Salsa tidak bisa menggendong bayinya sendiri, setiap Salsa memberikan Asi untuk  si kecil, Desi selalu melarangnya dan meminta untuk memeras dan menyimpannya di botol.

Setiap kali bayinya menangis membuat hati Salsa ikut menangis, dia pun tidak tidur sepanjang hari karena memikirkan bayinya membuat kesehatannya terganggu.

Pekerjaan rumah tidak ada yang selesai di kerjakan oleh Salsa. Semenjak Desi yang merawat bayi itu, pekerjaan rumah tangga Desi  diserahkan kepada Salsa.

Desi tidak mau tahu dia harus fokus untuk merawat si kecil walaupun  dengan susah payah.

Setiap malam bayi itu menangis membuat Desi dan Dirga tidak bisa tidur  dengan nyenyak. Sehari dua hari mereka tidak terganggu dengan tangisan bayi itu, tetapi tiga hari kemudian mereka mengeluh dan membuat Dirga suaminya marah-marah karena terganggu dengan tangisan bayi di malam hari.

Sedangkan Sadam bisa tidur dengan nyenyak tanpa mendengar tangisan bayi lagi seperti yang pernah dia alami.

 

“Oek ...oek ... tangisan bayi itu kembali pecah membuat Desi yang baru saja tidur merasa lelah seharian mengurus bayi dia pun malas untuk bangun.

“Mas ... Mas ... bangun ... gantian dong urus bayinya aku ngantuk banget nih,” ucapnya tanpa membuka matanya tetapi tangan tetap menggoyangkan tubuh gempal suaminya.

“Aduh ... kamu bagaimana sih Des, aku ini juga butuh istirahat, cepat urus bayi itu, sungguh berisik di telinga, kalau kamu tidak urus lebih baik kamu pulangkan saja dengan ibunya,” bentak Dirga semakin membuat bayi itu menangis kencang.

“Ah sulit banget sih menenangkan bayi ini, rewel banget, aku kan jadi pusing!”

“Mas, aku ke rumah Ibu sebentar!”

“Terserah, aku ngantuk jangan ganggu!”

Desi lalu membawa bayi mungil itu ke rumah ibunya yang berjarak seratus meter dari rumah. Tanpa mengenal waktu yang sudah menunjukkan pukul dua dini hari. Hawa dingin menyelimuti malam itu tidak membuatnya takut jika bayi itu akan merasa kedinginan.

“Ibu! Tok! Tok!”  panggilan suara Desi bercampur ketukan pintu membuat Salsa bergegas ke luar rumah, memang Salsa setiap malam tidak akan bisa tidur sebelum melihat  bayi tidak terjadi apa-apa.

Bu Citra  juga bangun setelah  mendengar keributan yang dibuat oleh Desi malam-malam.

“Kenapa dengan bayiku, Mbak?” tanyanya di depan pintu dan langsung mengambil alih menggendong bayi itu.

“Cepat susui bayi itu, aku pusing mendengarkan tangisan nya,” bentak Desi dan segera masuk ke rumah.

“Bu, aku tidur di kamar Ibu ya, ngantuk berat nih biar Salsa saja yang menenangkan bayi rewel itu,” izinnya kepada Bu Citra  yang baru saja selesai menguap di depannya.

“Loh, Des, bukannya Salsa sudah memberikan tiga botol asi ke rumahmu?” tanya Bu Citra   bingung.

“Iya aku lupa menaruh botol asi itu di kulkas, jadi basi deh,” jawabnya enteng dan pergi meninggalkan Bu Citra  dan  Salsa yang masih ada di ruang tamu.

 

Related chapter

Latest chapter

DMCA.com Protection Status