Share

03. Mas Sadam Kamu Tega

“Mbak, tolong jangan pisahkan aku dengan anakku sendiri, aku masih mampu merawatnya!” lirih Salsa sembari menangis.

“Apa, kamu bilang bisa merawatnya anak?”

“Eh, Sa, lihat kedua anakmu saja tidak terurus buktinya badan mereka kurus-kurus, kurang gizi, dan kamu mau merawat bayi itu?”

“Sadam saja sudah menyetujui kalau bayi itu akan dibawa oleh Desi, lagian rumah kakak iparmu itu nggak jauh-jauh banget dari rumah Ibu, jadi kalau kamu rindu bisa lah sekali-kali tengok bayimu?” sanggah Bu Citra  sedikit memainkan mata kepada Desi.

“Bo-boleh lah tetapi dari jauh saja, tidak perlu kamu datang ke rumah!” bentaknya lagi.

“Bu, di mana Mas Sadam?”

“Kenapa kamu cari dia, pasti kerja lah, memang kenapa?” tanya mertuanya ketus.

“Dia harus mengazani anaknya baru lahir, Bu!”

Ada apa ini ribut-ribut?” terdengar suara seseorang yang sudah ditunggu oleh Salsa.

 

Sadam yang baru meminta izin dari kantor akhirnya bisa datang ke rumah Bu Lastri dan langsung mencari ruangan istrinya.

Mas ... anak kita sudah lahir dengan selamat, bayi kita laki-laki seperti yang kamu mau!” Salsa begitu bahagia menyampaikan berita itu saat melihat suaminya sudah sampai di depan pintu kamar.

“Alhamdulillah, sekarang di mana bayinya?” tanya Sadam tersenyum dengan penuh arti.

“Sebentar, Mas lagi dibersihkan,” jawab Sasa semringah.

Permisi Bu, sudah waktunya Ibu dipindahkan ke ruang perawatan,” ucap salah satu asisten Bu Bidan dengan ramah.

“Buat apa toh Mbak, memang perlu di jahit ada robek atau pendarahan?” tanya Bu Citra ketus.

“Maaf Bu, setelah melahirkan kondisi Ibu Salsa sedikit lemah walaupun Bu Salsa tidak mengalami pendarahan ataupun tidak ada yang dijahit tetapi tetap harus dipindahkan agar pemulihan dan stamina Bu Salsa tetap terjaga.

“Dan yang paling penting adalah Bu Salsa bisa menyusuinya dengan baik,” jelas asisten Bu Bidan itu.

“Sok tahu banget kamu, kalau nggak ada masalah lebih baik pulang saja, ngapain menginap di sini atau jangan-jangan supaya kami di tagih biaya penginapan juga, iya kan?”

“Dasar licik, nggak boleh seperti itu, Mbak dosa namanya,” cerca Bu Citra  dengan emosi.

“Sudah lah Bu, nggak apa-apa lagian hanya sehari saja, tidak perlu dibesar-besarkan.”

“Lagian Salsa itu perlu istirahat sebentar, biarkan dulu, Bu,” jelas Mas Sadam membela istrinya.

Mendengar ucapan suaminya, Salsa begitu bahagia dan sampai-sampai menitikkan air mata kebahagiaan.

“Terima kasih, Mas,” ucapnya lirih.

“Iya, Sayang,” sahutnya sembari mengecup kening istrinya dengan lembut.

 

Tak lama kemudian Bu Lastri datang membawa bayi mereka lalu memberikannya kepada Mas Sadam untuk diazani di telinga kanannya.

Lagi-lagi Salsa dibuatnya terharu melihat suaminya begitu menyayangi anak nya yang sekarang berjenis kelamin laki-laki yang sudah lama diidam-idamkan olehnya sendiri.

 

Setelah selesai, Salsa pun akhirnya dipindahkan ke kamar lain agar bisa menyusui dengan baik. Bayi itu masih ada digendongan Mas Sadam, dia pun tak ingin lepas dari bayinya.

 

Sampai akhirnya Salsa sudah berada di kamar pemulihan, dan bu Lastri menyarankan untuk segera memberikan Asi yang pertama untuk bayinya sendiri.

Namun saat Sadam ingin memberikannya tiba-tiba Desi mengambil paksa dari tangan Sadam.

Bu Lastri yang melihat kejadian itu langsung menegur Desi dengan marah.

“Tidak usah kamu kasih bayi ini ke Sasa, Dam!”

“Kita sudah sepakat kalau bayi ini setelah lahir harus langsung menjadi milikku,” tegasnya tanpa memedulikan tangisan Salsa yang ingin memeluknya lagi.

“Desi, kamu apa-apaan ini?”

“Bayi itu harus di susui dulu sama ibunya, dan kamu secara paksa mengambilnya dengan paksa!” cerca Bu Lastri yang geram melihat tingkah laku Desi.

“Eh, Bu Lastri nggak usah ikut campur, ini masalah keluarga saya, jadi anggap saja kamu tidak melihatnya,” bentak Bu Citra dengan emosi.

“Baik, saya tidak akan ikut campur tetapi saya akan laporkan kalian kepada Pak RT kalau kalian memaksa Salsa untuk menyerahkan bayi itu ke Desi,” gertak Bu Lastri semakin berani.

“Bayi itu perlu dekat dengan ibunya, kamu mau bayi itu meninggal  karena kehausan, lagian air susu Salsa itu terus mengalir dan sangat bagus untuk bayinya,” jelas Bu Lastri nampak tegang dengan Bu Citra.

Seketika Bu Citra terdiam karena tidak ingin memperpanjang masalah, sehingga Bu Citra  membiarkan Salsa untuk menggendong dan memberikannya asi.

“Bu, tapi kan dia sudah menjadi  anakku?”

“Kenapa Ibu kasih lagi sama Salsa, ibu jahat sama Desi!”

“Ibu nggak sayang sama Desi!” teriaknya histeris saat bayi itu sudah di pangkuan Salsa.

“Desi, dengarkan Ibu, ini bukan waktunya kamu bertindak karena Bu Lastri mengawasi kita, masih banyak waktu Desi!”

“Sampai kapan dia bisa bertahan dengan serangan kita bertubi-tubi?” jelasnya kepada Desi dengan membuat rencana baru.

 

Setelah dirasa cukup, akhirnya bayi itu kembali tidur dengan nyenyaknya di pangkuan Salsa.

“Sayang , dedeknya sudah tidur lebih baik kamu istirahat juga, jadi saat bayi kamu bangun kamu sudah bisa pulih kembali, iya kan?” bujuk Sadam dengan lembut sambil mencium kening istrinya.

“Iya, Mas, makasih banyak Mas,” sahutnya tersenyum bahagia.

Namun saat ingin tertidur, kembali teringat kalau Desi dan mertuanya akan memisahkan mereka, sehingga dia pun tetap terjaga dengan hati yang was-was.

Sadam yang melihat istrinya tegang dan  tidak bisa tidur, akhirnya bertanya kepadanya.

“Dek ada apa, kok tegang gitu seperti habis lihat hantu saja?” tanya Sadam penasaran.

“Ini lebih sekedar hantu, Mas kalau kamu tahu, tetapi Mbak Desi dan Ibumu yang ingin memisahkan bayi ini dengan aku,” ucapnya lirih dalam hati sembari menatap lekat wajah mereka yang juga menatap tajam ke arah mereka.

 

“Sayang ada apa, tidur saja nanti kalau ada dedeknya nangis Mas akan membangunkan kamu, ya?”

“Kamu Sa, turuti saja suamimu itu jangan membantah, kalau kamu disuruh tidur ya tidur nggak usah banyak protes lagian itu juga untuk kebaikan kamu juga kan?” Desi menekankan perkataan suaminya yang tidak boleh membantah.

 

“Dam, Ibu pergi dulu ya mau ada arisan, mungkin Salsa nggak bisa tidur  kalau ada kita, kamu tolong jaga Salsa dan bayinya baik-baik, Ayuk Des kita pulang!” ajaknya sembari menarik tangan Desi.

“Bu, apa-apaan sih, aku ke sini mau mengambil bayi Salsa, Ibu kan sudah janji kau bayi itu harus menjadi milikku bukan Salsa, dia kan sudah banyak anak,” celetuknya yang tidak mau ikut dengan Bu Citra.

“Desi sayang masih banyak waktu, nanti kita pikirkan lagi, Ibu mau arisan dulu.”

“Oh ya Dam, kamu sudah transferan ke rekening Ibu, soalnya setelah arisan Ibu mau traktir teman-teman makan di restoran mewah, bosan makan di rumah.”

“Istrimu itu nggak becus kalau masak, menunya nggak bervariasi, nggak ada inisiatifnya, monoton untung saja bisa melahirkan anak, coba kalau nggak sudah pasti Ibu suruh kamu cari istri baru,” celetuknya dengan tersenyum sinis.

Salsa hanya bisa terdiam dan  mendengarkan  semua hinaan dan caci maki dari mulut sang mertua yang tajam seperti pisau.

Akhirnya mereka pun pergi dari hadapan Salsa membuat sedikit lega perasaan Salsa seketika.

“Ibu dan Mbak Desi sudah pergi Sayang, sekarang kamu istirahat ya, kasihan kamu terlihat begitu kelelahan, Mas nggak ke mana-mana kok,” ucapnya meyakinkan.

Salsa pun akhirnya mengikuti saran Sadam untuk tidur sejenak, karena berpikir untuk sesaat tidak ada yang akan mengambil bayinya.

Sadam menatap lekat wajah istrinya kalau mengecup keningnya dengan lembut.

“Maafkan Mas, Sayang!”

“Ini harus dilakukan karena biar bagaimana pun juga menolong  saudara sendiri nggak apa-apakan?” tanyanya dengan nada suara pelan.

 

 

 

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status