Share

Kembalikan Anakku
Kembalikan Anakku
Author: Meriatih Fadilah

01. Jangan Ambil Bayiku

“Pokoknya kamu harus menurut apa yang Ibu katakan nggak usah banyak tanya, lagian Sadam itu kerjanya tidak sebagus seperti kakaknya yang mempunyai toko bangunan besar, dia hanya menjadi pegawai kantoran biasa!”

“Itu semua gara-gara menikah dengan kamu makanya dia jatuh miskin seperti ini, lagian kamu juga tidak bisa merawat anak kamu, nanti malah keteteran anakmu sudah dua masih-masih kecil juga, pokoknya setelah ini kamu stop hamil, suntik KB kek, pasang IUD, atau apalah yang penting kamu tidak hamil lagi!” bentak Ibu mertua.

“Punya badan kok nggak  dijaga doyan banget hamil melulu, mengurus dua anak saja nggak becus ini malah yang ketiga!”

“Des, setelah melahirkan langsung ambil bayinya!”

“Biarkan kakak iparmu saja yang merawat, kamu bisa peras air susumu di botol tanpa perlu menggendongnya!”

“Siapa tahu setelah merawat anakmu, Desi bisa hamil, dan punya anak kandung sendiri dan anakmu nanti dikembalikan ke kamu, ini hanya buat pancingan saja siapa tahu berhasil,”jelas Bu Citra dengan ketus.

“Bu, bukan Salsa yang menginginkan hamil lagi tetapi ... augh ...  augh...

“Kamu nggak usah banyak ngeles Salsa, pasti kamu yang mau kan, soalnya kamu ingin punya anak laki-laki kan, dan sekarang terkabul, tetapi sayang kamu harus berbesar hati kalau bayi itu harus menjadi milikku, seperti yang Ibu bilang kalau berhasil aku akan kembalikan bayi kamu, tenang saja.” Desi tersenyum  bahagia.

“Augh... augh, Bu sepertinya Salsa mau melahirkan, sakit Bu!” teriak Sasa histeris.

“Salsa kamu lebay banget jadi orang,  nggak usah pakai teriak segala bisa nggak sih, dulu Ibu melahirkan suamimu dan Desi nggak begini amat!”

“Maaf Bu, tetapi ini sakit banget, Bu, Salsa nggak tahan!” Salsa masih meraung-raung kesakitan sementara itu ibu mertua dan kakak iparnya masih saja menggerutu di depannya.

Melihat suasana seperti itu membuat Bidan Lastri sangat geram melihatnya lalu menegur mereka untuk segera meninggalkan ruangan bersalin dengan begitu Salsa bisa melahirkan dengan tenang.

“Maaf Bu Citra  silakan kalian keluar dulu, tidak usah menunggui Salsa kalau kalian mengomel melulu, kasihan Salsanya dia harus tenang melahirkan!” bentak Bidan lastri yang tidak tega melihat Salsa dimarahi oleh mereka berdua.

“Eh, Bu Bidan nggak usah ngatur-ngatur saya, situ tinggal membantu Salsa saja, lagian ini juga kamu kan bukan yang pertama kali untuk melahirkan sudah dua kali Salsa, buat malu saja!” bentaknya lalu keluar bersama Desi dengan wajah ketus.

 

“Bu Lastri maafkan sikap ibu mertua dan Mbak Desi, jangan diambil hati,” ucap Salsa sambil menahan rasa sakit.

“Justru saya yang bingung dengan kamu Sa, Ibu sudah bilang kan pakai saja alat KB, keluarga suamimu itu nggak waras, kamu tertekan batin di sana, Nduk, seandainya saja orang tuamu masih hidup, kamu tidak akan seperti ini!”

“Salsa mau Bu, tetapi Mas Sadam tidak mau,” jawabnya pelan.

“Sebentar, Ibu periksa kamu dulu ya Nduk, mungkin ini sudah waktunya kamu melahirkan,” Bu Lastri mengelus kening Sasa dengan lembut.

“Iya, Bu, Sasa sudah nggak kuat lagi, mulesnya sudah sering ini Bu ... augh ... hiks ... Allahu Akbar ... ya Allah ... “

“Baca doa dalam hati, Nduk, kamu pasti kuat  Kamu nggak mau kan anak-anakmu yang lain terlantar, kamu adalah seorang ibu yang kuat, Nduk!” Bu Lastri lalu mengecek jalan lahir dari Sasa yang ternyata sudah bisa untuk melahirkan.

“Nduk, alhamdulillah sudah lengkap!”

 “Sudah pembukaan sepuluh, sesuai aba-aba Ibu, kamu lakukan ya, Nduk!”

“Kamu pasti bisa, tidak perlu kamu hiraukan yang lain fokus dengan kelahiranmu saja, ada Ibu di sini!”

“Bu, Salsa nggak kuat, Bu!”

“Kamu harus kuat, Sayang untuk anak-anakmu, jika kamu nggak kuat bagaimana dengan mereka, siapa yang akan melindungi mereka kalau bukan ibunya sendiri, percayalah Nduk, semua masalah pasti ada jalannya!”

Sesuai dengan isntruksi Bu Lastri, Salsa pun mengikuti arahan beliau, walaupun sudah dua kali melahirkan tetapi tekanan batin yang dirasakan selama hidup berumah tangga dengan suaminya Sadam membuatnya kehilangan semangat dan pasrah dengan keadaan.

Untungnya Bu Lastri masih mau menyemangati Salsa dalam proses melahirkan. Tak butuh waktu lama, karena mengikuti arahan Bu Lastri akhirnya bayi yang ada di dalam kandungannya pun berhasil keluar dengan mudah dan tanpa jahitan sama sekali.

Kondisi bayi pun sangat sehat, bayi yang sehat berjenis kelamin laki-laki sebagaimana yang diprediksi oleh Bu Lastri.

Kulitnya masih memerah tetapi dia tahu warna kulitnya sangat putih seperti Salsa, hidung yang mancung dengan rambut tebal membuat bayi itu terlihat sangat menggemaskan.

“Oek ... oek ... tangisan bayi itu membuat Salsa menangis haru.

“Nduk, alhamdulillah sudah lahir, lihat Nduk bayimu memang laki-laki, sehat tidak ada kekurangan sesuatu apa pun,” jelas Bu Lastri bahagia dia pun terihat menangis haru.

Bu Lastri melihatkan bayi itu yang masih belum dibersihkan dan ingin menggendongnya.

“Sini Bu, biar Salsa gendong,” pintanya dengan pelan.

“Ibu bersihkan dulu ya!”

“Sebentar, Bu nggak usah!”

“Loh kenapa Nduk?”

“Karena bayi ini akan diambil sama Mbak Desi, Bu, dan Salsa tidak boleh dekat-dekat dengannya ... hiks ... hiks ...

“Apa kamu bilang Nduk?” Bu Lastri sangat terkejut dengan penuturan Salsa pelan.

“Kenapa harus begitu toh?”

“So-soalnya Mbak Desi mau mengangkat bayi ini untuk menjadi anak angkat katanya buat pancingan, Bu.”

“Memang sudah sepuluh tahun mereka menikah tetapi belum juga dikaruniai anak, makanya Ibu dan Mas Sadam rela mengambil anakku.”

“Kamu setuju?”

“Aduh jadi bingung toh Ibu ini, memang tidak ada salahnya dia mengangkat anakmu tetapi kalau langsung dipisahkan begini Ibu nggak setuju, kalian kan bisa merawatnya sama-sama, tanpa kamu harus dipisahkan oleh darah daging kamu sendiri.”

“Kamu harus yang kuat, ya Nduk, jika memang Desi mau mengambil anakmu ya kamu tetap mengawasinya.”

“Ibu nggak percaya sih kalau dia bisa merawat anak, kamu lihat saja tingkah lakunya!”

“Kamu harus tetap waspada sama mereka, kasihan anakmu nantinya,” jelasnya kepada Sasa.

“Iya, Bu terima kasih, atas nasihat Ibu.”

“Sama-sama.”

“Lihatlah Nduk, bayimu sangat menggemaskan dan ini ada tanda lahirnya di pundak kanannya,” jelas Bu Lastri memperlihatkan tanda di tubuh bayi itu.

“Bu, boleh fotokan bayi Sasa, Bu?”

“Sini Nduk, Ibu fotokan bayimu.” Bu Lastri memgambil ponsel milik Salsa dan mengabadikannya dalam bebarapa sesi foto di ponsel Salsa.

“Nduk, Ibu bersihkan dulu bayinya, agar bisa kamu susui segera sebelum diambil mereka,” usul Bu Lastri.

“Iya, Bu!”

 

Bu Lastri lalu mengambil bayi itu dan membersihkannya dengan cepat setelah itu ditimbang, diukur kepalanya dan mengecek kembali kesehatan bayi itu lalu memberikannya salep mata dan hal lainnya.

Setelah selesai dibersihkan dan diberi selimut bayi dan sudah siap untuk dibawa ke Salsa ibu kandungnya, tetapi langkah terhenti saat melihat kedatangan mereka berdua.

Wajah Bu Citra  dan Desi terlihat bahagia saat masuk kembali ke ruang bersalin itu.

“Sa, mana bayiku, nggak sabar rasanya untuk menggendongnya!”

“Bu, aku sudah menjadi seorang Ibu, aku senang banget, Bu!” Desi terlihat sangat bahagia saat mendengar tangisan bayi itu, tetapi saat ingin langsung masuk sempat dihalangi oleh anak buah Bu Lastri dengan alasan bayi dibersihkan terlebih dahulu.

 

“Sa, pokoknya aku yang gendong duluan sekarang aku kan yang jadi Ibunya, jadi kamu tidak perlu bersusah payah memberi asi, kalau perlu buang saja asimu itu atau kasih ke orang!”

“Bayi itu tidak perlu kamu beri asimu, nanti malah lengket lagi sama kamu!” cercanya.

 

 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status