Share

Kembalinya Cinta Pertama Ayahku
Kembalinya Cinta Pertama Ayahku
Penulis: Vonny Elyana

Ayah selingkuh?

"Jahat kamu! Ini balasanmu untuk kesetiaanku selama ini?" suara ibu siang itu terdengar menyayat hati. 

Riana dan Mario, kakak beradik anak dari Pak Hadi Setia Atmaja dan Ibu Hana baru saja pulang dari sekolah. Baru saja menginjakkan kaki di halaman rumah, langkah kaki mereka terhenti sejenak mendengar keributan dari dalam rumah itu.

"Mas, ibu kenapa? Gak biasanya ibu dan ayah bertengkar, " bisik Riana.

Mario hanya bisa mengangkat bahu dan menggelengkan kepala. Berjuta tanya tak terjawab timbul dalam benak Riana dan Mario. Sepanjang pernikahan orang tua mereka, rasanya tidak pernah mereka mendengar pertengkaran seperti ini. Ayah dan ibu mereka saling mencintai, sehingga keluarga mereka dikenal harmonis dan bahagia.

Mereka melangkah dengan cepat, masuk ke dalam rumah. Di ruang tamu, ibu dan ayah duduk berhadapan. Ibu menangis, sementara ayah hanya bisa diam dan tertunduk lesu.

"Bu, Yah, ada apa ini?" tanya Mario penasaran.

"Tanyakan saja pada ayahmu! Apa yang dia lakukan di belakang kita," jawab ibu tak mau menatap pria yang sudah dua puluh tahun mendampinginya itu. 

Riana duduk di samping ayah dan menggoyang tangannya. "Yah, apa yang terjadi? Ini hanya salah paham, kan?"

Ayah tetap diam membisu, seolah tak menyangkal perkataan ibu. Ini bagaikan mimpi di siang bolong bagi Riana dan Mario, dua kakak beradik yang masih duduk di bangku SMA itu mencoba mencerna situasi yang sedang terjadi.

"Ibu pasti salah paham. Jangan menuduh ayah tanpa bukti!" ucap Mario.

Mario tentu merasa perlu membela sang ayah, karena selama ini sosok ayah yang ia kenal adalah orang yang bertanggung jawab dan sangat menyayangi keluarga.

Jangankan menyakiti hati istri dan anak-anaknya, membentak saja ayah tidak pernah. Sejujurnya Riana dan Mario tidak bisa mempercayai jika ayah tega melakukan semua itu.

"Ibu gak akan cemburu buta tanpa alasan. Ibu punya bukti yang kuat," jawabnya dengan yakin.

"Apa buktinya, Bu?" tanya Riana.

"Ini, kalian lihat sendiri!" jawab ibu sambil menyerahkan ponselnya.

Mario langsung menerima ponsel itu dan melihat deretan foto-foto ayah bersama dengan seorang wanita. Melihat perubahan wajah kakaknya, Riana merasa penasaran. Ia mendekati Mario dan merebut ponsel dari tangannya.

Riana menatap layar ponsel itu, ia menggigit bibirnya. Melihat foto-foto itu hatinya tercabik, sesak rasa di dadanya melihat ayahnya memeluk wanita itu. Air mata mengalir membasahi wajah Riana.

"Gak mungkin! Ini pasti salah!" ucap Riana sambil menggelengkan kepala.

"Jelaskan ini, Yah! Mengapa Ayah tega menyakiti ibu dan kami semua?" seru Mario penuh emosi.

"Maafkan Ayah," bisik ayah nyaris tak terdengar.

"Jadi semua ini nyata dan benar terjadi?" tangis Riana pecah.

"Iya, ini benar, Nak. Ayah kalian telah mengkhianati janji suci pernikahan kami dua puluh tahun yang lalu. Keluarga kita hancur karena ego dan hawa nafsunya. Biarkan saja dia memilih wanita itu! Mungkin dia lebih muda dan cantik daripada ibu. Mungkin Ayah bosan karena Ibu sudah mulai tua dan gak menarik lagi baginya," ujar ibu getir.

Riana sudah tidak dapat berkata apapun lagi, air matanya bercucuran tiada henti. Ia berlari masuk ke dalam kamarnya dan menangis di atas tempat tidurnya dengan pilu.

Ibu masuk ke dalam kamarnya, lalu dengan geram ia mengambil seluruh pakaian suaminya dari dalam lemari, lalu memasukkan semua barang-barang milik ayah ke dalam koper. Tentu ibu melakukannya sambil menangis, karena dalam peristiwa ini hatinya yang paling tersakiti.

Tak pernah terbayang di benak ibu, jika biduk rumah tangga ini akan hancur begitu saja di usia yang tak lagi muda. Seharusnya, saat ini ibu dan ayah cukup menjalani hidup dengan bahagia, melihat anak-anaknya bertumbuh, bersekolah, hingga nanti bekerja dan menikah. Namun ternyata semua hancur dan ternoda. Bangunan kokoh rumah tangga itu seakan runtuh dalam sekejap mata.

Suka dan duka yang pernah terjadi dalam keluarga ini hanya menjadi kenangan yang mengisi hari-hari mereka di masa lalu. 

Ibu keluar dari dalam kamar, lalu melemparkan tas koper dan barang-barang papa ke hadapannya.

"Pergi kamu! Aku gak mau berjumpa denganmu lagi!" seru ibu diriingi isak tangisnya. 

"Maaf karena Ayah gak bisa menjelaskan semuanya saat ini. Tapi suatu saat kalian pasti akan mengerti alasan Ayah melakukan ini," ucap ayah tak kalah pilu.

Ayah mengambil tas koper dan barang-barang itu, lalu berbalik dan melangkah ke pintu. Mendengar teriakan ibu, Riana membuka pintu kamarnya. Ia melihat kepergian ayahnya dengan perih.

Riana beralih menatap ibu dan Mario yang terduduk lemas di sofa. Riana memeluk ibunya dengan erat dan keduanya menangis bersama.

"Kenapa ini semua harus terjadi, Bu?" ucap Riana sembari terisak.

Ibu mengusap lembut rambut Riana, berusaha menenangkan putrinya yang pasti sangat terluka.

"Maafkan kami, Nak. Kami gak bisa menjadi contoh yang baik, dan menjadi keluarga yang utuh untuk kalian," kata ibu.

"Ini bukan kesalahan Ibu, tapi ini karena kesalahan ayah dan wanita itu. Aku ingin bertemu dengannya dan membalas semua perbuatannya yang telah menyakiti Ibu," ucap Mario dengan rasa marah di dadanya. 

"Nak, jangan lakukan itu! Ibu mohon! Ibu gak mau terjadi hal yang buruk pada kalian. Ibu hanya membutuhkan satu hal, yaitu kalian tetap ada di sisi ibu," bisiknya. 

"Kami gak akan pernah meninggalkan Ibu," kata Riana sambil mencium pipi ibunya. 

Mario mengepalkan tangannya menahan rasa kesal, ia menangis walaupun tak ingin terlihat rapuh di depan ibu dan adiknya. Mulai saat ini, Mario memang menjadi satu-satunya penopang dalam keluarga ini.

Setelah cukup tenang, Mario mendekat dan memeluk ibu dan adiknya.

Sepahit apapun, kini ia harus menjadi pria dewasa, yang mampu diandalkan dan tak boleh memikirkan dirinya sendiri semata. Mario sadar, ada sang ibu dan adik yang bersandar di bahunya saat ini. Jika ia terpuruk dan hancur karena peristiwa ini, apa jadinya dengan ibu dan adiknya? 

"Ibu, Ria, kita harus kuat. Kita pasti bisa melewati semua ini," gumam Mario.

Sekuat tenaga ia berusaha mengatakan itu, sekalipun ia sendiri merasa rapuh dan tidak mengerti bagaimana melakukannya.

"Iya, Nak," kata ibu sambil memegang tangan Mario.

Mario dan Riana mengantarkan ibu untuk beristirahat di dalam kamar. Mereka berusaha tegar mendampingi ibu. Riana berbaring di sisi tempat tidur ibu, sementara Mario duduk di tepinya. Setelah ibu tertidur, Mario memberi isyarat, lalu menarik tangan Riana keluar dari kamar itu.

"Ada apa, Mas?" tanya Riana.

"Kita harus cari dan temui ayah. Aku mau melihat sendiri wanita yang sudah merebut ayah kita dari mama. Aku akan menghajar dia!" ucap Mario dengan sorot mata penuh amarah.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Bunai Yanti
baik sekali ceritanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status