Share

Kembalinya Duchess Muda
Kembalinya Duchess Muda
Penulis: Lovvellyty

Bab 1a

(Prang!!)

Suara benda pecah yang nyaring, serpihan beling yang bertebaran dan cangkir indah yang kehilangan kilaunya. Merah yang menetes, tak ubahnya bagai darah yang mendiami setiap jengkal tubuh manusia.

Dua manusia saling menatap. Iris biru sedalam lautan, bertabrakan dengan lavender yang lembut. Satu berdiri sombong, dan yang lain terbaring di lantai yang dingin.

Air mata berjatuhan menjadi saksi sebuah kekecewaan yang mendalam. Hati yang terluka menyimpan beribu emosi. Kemarahan, kebencian dan rasa tak percaya akibat pengkhianatan.

"Kenapa?" itu adalah kata terakhir yang terucap sebelum kelopak mata kehilangan kekuatannya.

***

Salju putih terlihat mendiami setiap panorama yang tampak oleh mata. Butiran dingin yang bertanggung jawab seolah tak menunjukan tanda-tanda untuk berhenti. Sebaliknya, benda itu semakin menunjukan eksistensinya, seiring berjalanya waktu.

Di sebuah mansion besar, tampak selubung sihir yang menghalangi kepingan salju untuk turun di atasnya. Mengakibatkan keindahan yang dimiliki sama sekali tak ternoda oleh salju yang dingin.

Pemandangan itu tentu bertolak belakang dengan rumah-rumah lain yang hampir sepenuhnya tertutup salju. Meski begitu, tak ada yang berani melakukan aksi protes.

Di era ini, biaya untuk menyewa penyihir sangatlah mahal. Berbeda dengan para penguasa, orang-orang biasa seperti mereka tidak memiliki uang yang segitu banyak hanya untuk menyewa satu orang penyihir. Akan lebih baik jika uang itu disimpan untuk mengirim anak-anak mereka ke akademi.

Siapa tahu seorang anak yang mereka kirim ternyata memiliki bakat hebat dan bisa menjadi penyihir ataupun ksatria dengan bayaran mahal.

Kembali pada pemandangan di dalam mansion. Keindahan yang menyita banyak perhatian nampaknya dijadikan sebagai tontonan oleh orang banyak. Terutama anak-anak yang masih polos dan lugu.

"Hei, sepertinya pohon apel di sana ada yang berbuah." suara seorang anak laki-laki terdengar.

"Jangan berbohong. Ibuku berkata jika buah-buahan hanya akan muncul pada musim panas." balas gadis berkucir yang manis.

"Kalau kau tidak percaya lihat saja sendiri. Aku dapat melihatnya dengan jelas dari sini." anak lelaki yang disebut pembohong berucap tak terima.

"Coba tunjukkan padaku." balas si gadis berkucir yang tak dapat menahan rasa ingin tahu nya.

Sesuatu yang tak dimiliki, tentu mempunyai daya tarik tersendiri bagi sebagian besar orang. Meski saat ini mereka hanya bisa melihat, siapa tahu kedepannya mereka dapat memiliki satu yang serupa.

Orang-orang selalu memiliki mimpi. Tidak ada yang salah dengan menambahkan satu atau dua lagi sebagai tujuan.

Namun, berbeda dengan keceriaan di luar mansion. Suasana di dalam mansion terlihat suram.

Tampak beberapa tabib yang terus bergantian memeriksa seorang pasien. Diawasi oleh tatapan tajam, mereka berusaha melakukan yang terbaik dalam memastikan kondisi si pasien.

"Bagaimana?" untuk kesekian kalinya, seorang pemuda berperawakan tinggi menanyakan hal yang sama.

"No.."

"Nona muda mengalami demam Tuan. Mungkin karena tubuh kecil nona muda sensitif terhadap dingin. Itu sebabnya suhu tubuhnya naik begitu musim dingin tiba."

"Cukup beri nona muda obat yang telah diresepkan dan biarkan beliau beristirahat." tabib yang terlihat sudah tua memberikan penjelasan.

"Lalu?" suara dingin yang mengerikan kembali terdengar.

"Itu saja, Tuan. Setelah beberapa hari, saya yakin demam nona muda akan.."

(Brak!!)

Tabib tua yang memberi penjelasan bahkan belum selesai mengatakan jawabannya saat meja di depannya terbelah menjadi dua. Sontak, tabib yang sudah tua segera meneguk ludah gugup.

"Apa kau tahu sudah berapa kali aku mendengar kalimat seperti itu?" si pemuda tinggi menatap dingin.

"Ampuni saya, Tuan."

"Saya bersalah." merasakan aura membunuh yang kuat, sang tabib segera merendahkan diri.

Meski dia tidak bersalah pun, dia harus tetap melakukannya. Karena jika dirinya tanpa sengaja menyinggung perasaan tuan besar di hadapannya, nyawanya sudah dipastikan akan melayang.

"Lupakan saja."

"Jika besok keponakanku tidak terbangun, lehermu akan menjadi taruhannya." setelah memberi kata-kata ancaman, sang tuan besar mengusir si tabib tua.

Malam menjelang. Suhu yang semakin dingin membuat semua rumah menyalakan perapian nya masing-masing.

Di salah satu kamar dalam mansion besar yang legendaris.

"Hah.."

"Hah.." bibir yang sebelumnya sepenuhnya tertutup kini seolah ingin mencari udara segar sebanyak-banyaknya.

"Ahhh!!" suara jeritan terdengar. Bersamaan dengan itu, mata yang tadinya tertutup memperlihatkan keindahanya.

"Hah.."

"Hah.."

Keringat dingin terbentuk di dahi. Jantung yang berdebar kencang membuat perut terasa mual. Dan sakit di lidah mengindikasikan jika benda tak bertulang itu menjadi korban akibat ketidakstabilan emosi.

(Brak!!)

Pintu yang dibuka secara paksa menimbulkan bunyi yang cukup memekakkan telinga.

"Kalista.."

"Apa yang salah?" suara serak seorang lelaki terdengar.

Janggut tebal, tubuh berotot dan kulit tembaga yang khas. Kedatangan lelaki itu membuat pikiran kusut terbagi dua.

Mata lavender yang indah menatap. Mengamati setiap detail yang dimiliki oleh sosok yang baru saja memanggil namanya.

"Paman Dev?" nada bertanya agak ragu.

"Kau bermimpi buruk?" orang yang dipanggil paman balik bertanya. Merasa janggal dengan nada bicara gadis di hadapannya.

"Paman.." sebelum kalimat lengkap terucap, butiran air mata berjatuhan.

"Aku.."

"Ini semua salahku. Hiks.."

"Paman, maafkan aku.."

"Jika bukan karenaku, paman pasti masih hidup. Hiks.." setiap kata yang terucap, mengandung penyesalan yang mendalam.

Bukan itu saja. Setiap isak tangis yang terdengar, membawa sakit yang teramat sangat di dada.

"Kalista.."

"Berhentilah menangis." suara yang canggung terdengar.

Di hadapkan dengan respon yang kaku, gadis yang dipanggil Kalista itu merasa hatinya menghangat.

Paman nya memang orang yang canggung. Meski begitu, dia adalah seorang laki-laki yang jujur. Walau pada kenyataanya, paman nya kurang bisa mengekspresikan diri dan juga sedikit bodoh. Itu benar bodoh. Jika tidak begitu, mana mungkin lelaki itu terus berada di sisinya setelah apa yang telah Ia lakukan.

Tapi dibandingkan itu semua, ketulusan di hati bukanlah sebuah kebohongan. Itu adalah citra yang dimiliki oleh paman nya, ksatria nya dan juga pelindungnya.

Lihat saja. Bahkan dalam mimpi terakhirnyapun, paman yang sering disalahpahami karena penampilanya itu tetap mengkhawatirkan dirinya.

"Tunggu."

"Mimpi buruk?"

Tanpa sadar, gadis yang dipanggil Kalista itu melihat kedua tangan miliknya. Bukan telapak kasar yang terlihat, melainkan tangan halus yang lembut.

Setelah mendapat kembali indra yang sempat melebur dalam kebingungan, Kalista baru menyadari rasa sakit di lidah.

"Apakah ini bukan mimpi sebelum maut menjemput?"

Ada sebuah dugaan. Namun juga dibarengi ketidakpercayaan. Untuk memastikan teori yang terbentuk, gadis berperawakan mungil itu segera beranjak dari tempat tidur. Langkah kakinya tergesa. Menunjukan ketidaksabaran yang nyata.

Cermin.

Benda yang biasanya digunakan untuk mematut diri kini menjadi tujuan.

"Tidak mungkin.." batin Kalista menatap takjub.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status