Share

Bab 8

Begitu Siska selesai bicara, tatapan tajam yang tak terhitung jumlahnya serentak tertuju padanya.

Tatapan paling dingin dan tajam adalah tatapan dari Rima. Tatapan sang nenek seperti sedang memberinya peringatan keras serta memberitahunya kalau sang nenek marah. Seandainya bukan karena ada banyak orang di sana, Siska merasa neneknya akan memukulnya dengan tongkat.

Siska menelan ludah dan mundur dengan perasaan kesal.

Namun, Siska tidak sengaja menginjak putranya. Putranya spontan menangis karena kesakitan.

Siska langsung menampar putranya dengan kesal, “Nangis apa kamu? Lagi berkabung?”

Egi yang berusia sekitar lima atau enam tahun berteriak sambil menangis, “Mama jahat, Mama penyihir. Aku nggak suka lagi sama Mama!”

Siska yang sejak awal sudah dalam suasana hati yang buruk, ditambah lagi putranya meneriakinya seperti itu di depan semua orang. Dia sangat marah sampai ingin menampar putranya lagi.

Ibu dan anak itu membuat suasana ruang tamu menjadi ricuh.

Rima terlihat sangat marah. Namun, dia hanya berkata pelan, “Rachel, kalau sudah tanda tangan kontrak, ikut Nenek ke ruang baca.”

Rachel mengangguk. Setelah menandatangani kontrak, dia membungkuk dan berkata, “Michael, kamu jaga Michelle, ya. Mama pergi sebentar saja.”

Michael tersenyum seperti orang dewasa versi mini, lalu berkata, “Serahkan Michelle padaku, Ma. Mama tenang saja.”

Tentu saja Rachel merasa tenang.

Dalam dua tahun terakhir Michael telah tumbuh menjadi anak yang pengertian. Sejak itu, selalu Michael yang menjaga Michelle.

Saat berada di luar negeri, ada banyak hal tidak bisa Rachel perhatikan karena dia harus mencari uang.

Ada kalanya dia pergi bekerja di pagi hari. Maka, Michael akan menjaga Michelle dengan baik di rumah. Michael yang baru berusia empat tahun sudah tahu bagaimana menjadi seorang kakak.

Rachel mengikuti neneknya ke ruang baca.

“Rachel, selama empat tahun ini kamu sudah menderita.”

Rima meraih tangan Rachel dan menghela napas panjang.

“Empat tahun yang lalu, aku selalu mengira kamu melarikan diri dari rumah dan bersembunyi karena emosi. Aku sama sekali nggak mengira kalau Sandi si berengsek itu ternyata kurung kamu selama delapan bulan. Rachel, setelah keluarga Hutomo mengumumkan kalau kamu sudah mati, saham milikmu langsung dipindahkan ke nama Shania, adik tirimu itu. Sekarang kamu sudah kembali dalam kondisi hidup-hidup. Keluarga Hutomo harus kembalikan saham itu.”

Rachel meringkuk di lutut neneknya.

Sang nenek masih menyayanginya seperti saat Rachel masih kecil.

Sebagian alasan Rachel membawa Michelle kembali adalah karena dia berharap Michelle bisa merasakan lebih banyak kasih sayang.

Nenek pasti bisa menyayangi Michelle seperti menyayangi Rachel ....

Rachel berkata pelan, “Nenek, tahun ini Nenek sudah 83 tahun. Nenek nggak perlu khawatirkan hal-hal ini lagi. Aku akan ambil kembali apa yang seharusnya jadi milikku. Nenek tenang saja. Aku bukan lagi Rachel yang naif. Aku akan menegakkan keadilan untuk diriku sendiri dan ... dua anak yang mati dengan nggak adil.”

Di depan mata Rachel, muncul kembali dua bayi yang tergeletak di lantai gudang dengan wajah yang membiru.

Kedua bayi itu tidak lain adalah dua putranya.

Mereka meninggal dengan begitu tenang. Rachel bahkan tidak tahu di mana mereka dimakamkan.

Mata Rachel pun berkaca-kaca.

“Rachel, semua sudah berlalu. Jangan menangis lagi,” hibur sang nenek sambil menepuk punggung Rachel. “Karena kamu sudah kembali, kamu tinggal saja di sini. Anggap rumah ini seperti rumahmu sendiri.”

Rachel mengangguk pelan.

Keluarga Winata dipimpin oleh nenek Rachel. Selama nenek menyambutnya, maka Rachel berani tinggal di sini.

Selain itu, Rachel tidak tinggal di rumah itu dengan gratis. Chip yang dia kembangkan sudah cukup untuk membuat keluarga Winata naik ke kelas lebih tinggi.

Karena itu, Rachel tidak merasa malu untuk tinggal di sini.

Saat keduanya sedang berbincang, tiba-tiba terdengar suara tangisan kuat dari luar.

Rima spontan mengerutkan alisnya, “Egi menangis lagi?”

Egi adalah putra Siska. Setiap kali Siska kembali ke rumah, dia akan membawa putranya.

Kemudian mereka berdua akan membuat kekacauan.

Rima terlalu malas untuk mengurus mereka. Karena itu, dia terus berbicara dengan Rachel.

Namun, naluri seorang ibu sangat kuat. Entah mengapa, ada perasaan tidak enak di hati Rachel.

Rachel berdiri dan berjalan ke depan pintu. Begitu membuka pintu, di ruang tamu ada Siska yang sedang mengangkat tangannya, hendak menampar Michelle.

Sedangkan Michelle hanya terpelongo, sama sekali tidak menyadari bahaya yang akan menghampirinya.

“Hentikan!”

Rachel berteriak marah, lalu dia berlari cepat ke ruang tamu.

Siska menyipitkan matanya dan menampar Michelle dengan lebih keras.

Sejak kecil dia sudah benci Rachel. Karena Rachel jelas-jelas bukan bagian dari keluarga Winata, tapi perempuan itu mengambil semua keuntungan dari keluarga Winata.

Rachel juga telah merebut semua perhatian yang seharusnya menjadi milik Siska.

Setelah itu, Rachel melewati malam yang panas dengan seorang pria liar dan menjadi tokoh utama foto-foto porno yang tersebar di Kota Suwanda. Betapa bahagianya Siska saat itu.

Kemudian, Rachel melahirkan anak haramnya, membakar dirinya sendiri, bunuh diri untuk lari dari hukuman. Rangkaian peristiwa tersebut membuat Siska bertepuk tangan kegirangan.

Akan tetapi, Siska sama sekali tidak menyangka kalau Rachel akan kembali hidup-hidup.

Bahkan begitu Rachel kembali, perempuan itu telah melawannya.

Huh!

Sekalipun tidak bisa melawan Rachel, apa mungkin Siska tidak bisa melawan seorang anak haram?

Tamparan Siska yang begitu kuat dan cepat akan mendarat di wajah kecil Michelle.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status