Share

Bab 9

Dengan secepat kilat, seseorang menyiramkan segelas air panas yang mengenai tepat di dada Siska.

Siska spontan melompat karena kepanasan. Tamparannya pun tidak mengenai wajah Michelle.

“Siapa? Siapa yang siram aku pakai air panas?!” bentaknya.

Siska sangat marah. Begitu menundukkan kepala, dia melihat Michael yang memegang sebuah gelas kosong.

Siska seketika tidak peduli tentang apa pun lagi. Dia bergegas menarik kerah baju Michael dan hendak menampar anak itu.

Namun ….

Tangan Siska yang terangkat dicekal oleh Rachel. Cengkeraman Rachel yang begitu kuat membuat Siska merasa tulangnya seakan telah hancur.

“Kamu menindas kedua anakku selagi aku nggak ada. Setelah bertahun-tahun Kak Siska masih seperti dulu, nggak berpendidikan.”

Rachel menghempaskan tangan Siska dengan kuat. Kemudian, dia membungkuk dan menarik Michael dan Michelle ke dalam pelukannya.

Emosi Siska semakin meledak.

Dia menunjuk Michelle dan berkata dengan marah, “Anakmu ini hebat sekali. Berani-beraninya dia nampar anakku. Aku yang tampar kembali, atau kamu sendiri yang nampar.”

Rachel langsung menoleh. Benar saja, dia melihat ada bekas tamparan di wajah Egi.

Namun, Michelle tidak pernah mengambil inisiatif untuk memukul siapa pun.

“Ma, bukan salah Michelle,” kata Michael. “Egi dulu yang ejek Michelle bisu. Dia juga meludahi Michelle.”

Di dalam suara Michael penuh dengan perasaan bersalah.

Tadi ada kakek yang memanggil Michael untuk bertanya-tanya tentang chip. Dia pergi kurang dari lima menit, siapa sangka adiknya sudah ditindas oleh orang lain.

Semua salahnya, dia telah membuat ibunya khawatir lagi.

Amarah membuncah di hati Rachel saat mendengar ucapan anaknya.

Ada dua hal yang paling tidak bisa Rachel tolerir. Pertama, memarahi kedua anaknya anak haram. Kedua, mengejek Michelle dengan penyakitnya.

Sedangkan Siska telah melakukan kedua hal tabu tersebut.

Plak!

Suara tamparan yang keras bergema di ruang tamu.

Siska membelalakkan matanya lebar-lebar, “Perempuan jalang. Berani-beraninya kamu nampar aku? Rasakan balasanku ini!”

Siska tidak peduli lagi dengan citranya. Dia berlari ke arah Rachel untuk mencekik leher perempuan itu.

Rachel menghindar dengan tenang. Begitu Siska sampai, tangannya hanya menggapai udara kosong. Alhasil, dia kehilangan keseimbangan dan tersungkur dengan wajah menghantam lantai lebih dulu.

Wajahnya terantuk hingga berdarah.

Siska tidak pernah merasa semalu ini. Dia benar-benar ingin mencabik-cabik Rachel.

“Kak Siska, mulut anakmu nggak sopan. Kamu gantikan dia terima tamparan ini.”

Rachel mengucapkan kata-kata itu dengan merendahkan. Kemudian dia membungkuk dan menggendong Michelle.

Gadis kecil itu membuka matanya lebar-lebar, bulu matanya yang panjang berkepak-kepak. Wajah kecilnya penuh dengan ketidaktahuan.

Tangan bibi Rachel gemetar karena marah, “Dasar perempuan jalang. Rachel, berani-beraninya kamu main tangan dengan putriku. Dengar baik-baik, selama masih ada aku di sini, jangan harap kamu bisa tinggal di sini.”

“Apakah kamu ingin ambil kesempatan untuk usir aku juga dari sini?”

Rima berjalan keluar dengan tongkatnya. Dia berdiri di depan Rachel dengan postur melindungi.

Bibi Rachel berusaha menahan amarahnya yang meluap-luap, lalu dia berkata sambil gemetar ketakutan, “Ma, aku nggak bermaksud begitu. Tadi Mama juga lihat, kan. Rachel nggak punya rasa hormat pada yang lebih tua. Bisa-bisanya dia main tangan dengan kakak sepupunya. Bukannya sifatnya yang arogan ini akan merusak ketenangan keluarga kita? Aku juga memikirkan keluarga Winata ....”

“Aku rasa justru kamu yang buat keluarga Winata nggak bisa tenang,” bentak Hengky. “Kalau kamu nggak terima Rachel tinggal di sini, kamu pulang saja ke rumah orang tuamu!”

Bibi Rachel benar-benar kehilangan muka karena dimarahi oleh ibu mertua serta suaminya di depan semua orang.

Akan tetapi, dia tidak berani mengatakan apa-apa lagi.

Dia hanya bisa membantu Siska berdiri dengan kesal. Setelah itu, dia menarik Egi yang masih menangis dan langsung membawa keduanya ke lantai atas.

Meskipun masalah ini telah berakhir, Rachel masih tidak bisa tenang.

Hari ini baru hari pertama dia kembali, sudah terjadi masalah seperti ini.

Rachel tidak tahu apa yang akan dilakukan oleh orang-orang itu lagi kelak.

Rachel tidak takut pada bibi dan kakak sepupunya. Hanya saja, Michelle masih kecil, tapi dia juga tidak bisa menjaga Michelle 24 jam sehari. Jika orang-orang itu menemukan kesempatan untuk mengejek dan menindas Michelle, takutnya hal itu akan memperburuk kondisi penyakit Michelle.

Sepertinya tinggal di sini bukanlah pilihan yang bijak.

Rima sepertinya mengetahui apa yang Rachel pikirkan. Dia pun menghela napas dan berkata, “Rachel, kamu punya penilaianmu sendiri. Nenek nggak bisa mengubah hal yang sudah kamu putuskan. Tapi bisa nggak kamu tinggal di rumah yang Nenek aturkan untukmu? Dengan begitu Nenek baru bisa tenang.”

Rachel ragu-ragu sejenak, lalu dia mengangguk perlahan.

“Nenek berencana mengadakan pesta untukmu agar semua orang tahu gadis tercantik Kota Suwanda telah kembali hidup-hidup.” Rima menepuk tangan cucunya dan berkata, “Selesai pesta baru pindah juga masih sempat.”

Michael tiba-tiba menarik lengan baju Rachel dan berkata, “Mama, aku akan jaga Michelle baik-baik. Mama tenang saja.”

Sifat Siska begitu agresif, sulit bagi Rachel untuk tidak khawatir.

Namun, Rachel sudah bertahun-tahun tidak bertemu dengan neneknya. Memang sudah seharusnya dia tinggal di sini beberapa hari dulu untuk menemani sang nenek. Dia akan segera pindah begitu pesta selesai.

Karena Rachel terlalu khawatir Siska akan menindas anak-anaknya, dia pun membawa kedua anaknya itu ketika pergi ke Winata Group keesokan harinya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status