Kota Feng merupakan kota metropolitan terbesar di salah satu bagian pulau, yang masih menggunakan sistem kerajaan dalam kepemimpinannya. Namun, semua penduduk hidup berdampingan dengan tidak membedakan antara seorang pendekar dengan penduduk biasa, di bawah kepemimpinan Raja Feng Guotin yang memiliki ilmu dengan tingkat tertinggi.
Semua keturunan kerajaan bersekolah di akademi khusus yang bernama Akademi Qigong, untuk mempelajari ilmu tenaga dalam dengan sistem peringkat kultivasi. Peringkat itu berupa Kelas Pemula, kelas Awal, kelas Menengah Awal, kelas Menengah Atas, Kelas Atas dan kelas Master, dengan lima tingkatan di setiap kelasnya. Setiap murid akan menjalani ujian kenaikan tingkat, setelah mereka mempelajari dasar tenaga dalam selama 3 tahun. Dan Feng Bingwen merupakan satu-satunya pangeran, yang akan menjadi pewaris kerajaan. Dengan penguasaan ilmu dasar yang melebihi teman-teman seangkatannya, Bingwen mendapat julukan sebagai Pangeran Jenius yang lahir setiap 1000 tahun sekali. Namun, setelah 3 tahun dia mengemban julukan itu, pada akhirnya semua berbalik saat dirinya hanya dapat membangkitkan kekuatan kelas pemula tingkat 1. Semua menjadi menghujatnya dan menyebutnya sebagai Pangeran Sampah. Bukan hanya di keluarga kerajaan, di seluruh kota julukan baru Bingwen juga tersebar dan menjadi berita utama setiap stasiun televisi, media sosial dan surat kabar. Raja yang merasa khawatir tentang anaknya, hanya bisa menutupi berita itu walaupun sudah terlambat. Semua berita itu seperti sudah direncanakan, hingga lolos dari perhatian sang raja sebelum tersebar. Hingga pada akhirnya berita kematian Bingwen menjadi trending topik di kalangan masyarakat, yang mulai mengkhawatirkan tentang adanya penerus kerajaan. Membuat pihak yang merencanakan itu semua tersenyum puas. *** “Jadi, kau adalah seorang pangeran?! Bagaimana mungkin, tubuh yang saat pertama aku temukan itu merupakan tubuh seorang Pangeran?! Itu benar-benar buruk!” ucap seorang kakek tua pada Bingwen yang baru saja selesai bercerita saat pagi harinya. Bingwen tidak menjawab, dia mengakui ucapan pria tua di hadapannya itu sangat tepat. Entah sejak kapan, tapi dia merasakan jika tubuhnya semakin berat dan lemah setiap harinya. “Bahkan itu masih benar-benar buruk, hingga saat terakhir dia mengira aku sudah mati!” ucap Bingwen dengan suara lirih dan dalam. Sang kakek hanya menepuk-nepuk pundak Bingwen, sebagai bentuk penyemangat pada pemuda yang baru ditemuinya itu. Sang kakek sendiri tidak menyangka akan bertemu dengan seorang pangeran, dari kota besar yang belum pernah dilihatnya sama sekali. “Tubuhmu memang dalam kondisi yang buruk saat itu, tapi semua itu karena ada racun yang menghalangi kekuatanmu yang sebenarnya! Apa kau tidak pernah menyadari, jika dirimu mengkonsumsi racun dalam kurun waktu yang cukup lama? Itu memang racun ringan yang tidak mematikan, tapi jika itu dikonsumsi secara terus-menerus bisa menyebabkan tubuh semakin melemah!” jelas kakek Guozhi yang membuat Bingwen terhenyak selama beberapa saat. Dirinya sama sekali tidak menyadarinya, selama ini dia yakin jika semua yang dikonsumsinya sudah di bawah pengawasan penjaga istana. Bahkan, dia selalu dilindungi walaupun hanya jalan-jalan ke sekitar kota, maupun sekedar menemui saudaranya yang memiliki gedung yang menjulang tinggi sebagai kantornya. “Aku yakin kau tidak pernah membayangkan betapa buruknya pikiran manusia!” ucap kakek Guozhi sarkas. Bingwen merasa tertampar dengan ucapan kakek Guozhi, dia memang tidak pernah berpikiran buruk sebelum dirinya mendapatkan perundungan dari teman-temannya. Hanya karena kemampuan yang mampu dia bangkitkan tidak sesuai harapan semua orang, dia mendapatkan perlakuan yang jauh berbeda dari sebelumnya. “Lalu, siapa kakek sebenarnya? Kenapa bisa tinggal di hutan seorang diri seperti ini?” tanya Bingwen yang sudah sangat penasaran, sambil mengalihkan pembicaraan. Kakek Guozhi yang paham dengan cara Bingwen mengalihkan pembicaraan, hanya tersenyum tipis tanpa mengungkit permasalahannya lagi. Setidaknya, dirinya sudah menjelaskan tentang kondisi tubuh yang Bingwen miliki sebenarnya. “Namaku Guozhi. Aku hanya seorang pendekar biasa dari desa, dan entah kenapa aku bisa sampai di gunung Xian ini sejak usiaku masih 35 tahunan. Sejak saat itu, aku bertahan hidup sambil terus menguasai ilmu 5 elemen,” jelas kakek Guozhi memperkenalkan diri. Bingwen cukup takjub dengan kehidupan yang dijalani kakek Guozhi, dan dirinya semakin tertarik dengan ilmu yang dibicarakannya. Itu terlihat jelas dari ekspresi wajah Bingwen, yang menatap kakek Guozhi dengan sangat antusias. “Apa ilmu elemen itu, salah satunya kakek gunakan untuk menyelamatkan aku?” tanya Bingwen sambil semakin mendekat ke arah kakek Guozhi. WHUUSH! Dengan satu gerakan tangan, kakek Guozhi mendorong Bingwen untuk memberi jarak di antara mereka. Sedangkan Bingwen yang merasakan kekuatan itu, tampak semakin tertarik dengan mata yang berbinar. “Kau benar! Apa di kota tidak diajarkan tentang ilmu itu? Bukankah pendekar di kota, terkenal dengan kekuatannya yang luar biasa?!” tanya kakek Guozhi tidak kalah penasaran. “Kami hanya mengetahui cara menyerap kekuatan dari alam, tapi ilmu yang kami pelajari di akademi sangat jauh berbeda penerapannya. Kekuatan kakek tadi tampak seperti sihir untukku, apa salah satu elemennya memang sihir?” Bingwen semakin penasaran dengan hal baru yang dirasakannya. Apalagi, dengan kondisi tubuhnya yang jauh lebih baik dibandingkan sebelumnya, Bingwen jadi merasakan haus kemampuan untuk mengisi kekuatan di dalam tubuhnya yang masih kosong. Dengan ilmu dasar yang sudah sangat dikuasainya, membuat tubuhnya menginginkan semua peregangan yang belum bisa dia lakukan beberapa tahun terakhir. “Aku bahkan tidak mengetahui sedikitpun tentang sihir, dan apa kau lupa jika kemampuan itu sangat terlarang?” kekeh kakek Guozhi dengan tubuh yang sedikit bergetar. Entah karena dia teringat tentang keluarganya yang telah meninggalkannya, atau karena sudah sangat lama dirinya tidak berinteraksi dengan orang lain. Kakek Guozhi tampak menikmati waktu itu, sambil menatap Bingwen dengan senyuman hangat mengembang di wajahnya. “Lalu elemen apa saja yang Kakek pelajari selama tinggal disini?” tanya Bingwen sambil melihat keadaan sekitar pondok, yang terlihat tidak ada apa-apa yang bisa dipelajari nya. “Ilmu 5 elemen terdiri dari Elemen Kayu, Elemen Tanah, Elemen Air, Elemen Api dan Elemen Logam. Aku mempelajarinya dari sebuah kitab yang tidak sengaja aku dapatkan, dan membawaku ke tempat ini untuk dapat mempelajarinya dengan sangat akurat!” jelas kakek Guozhi sambil menunjukkan kitab miliknya tanpa membuka isinya. “Apa aku boleh melihat kitab itu? Setidaknya aku ingin melihat satu elemen saja!” bujuk Bingwen ragu-ragu. “Apa kau begitu penasaran dengan ilmu ini?” tanya kakek Guozhi sambil menatap Bingwen dengan lekat. Bingwen yang seperti mendapat lampu hijau, langsung menganggukan kepala sebagai jawaban. Dia sangat bersemangat, sambil menunggu kakek Guozhi membuka kitab yang saat ini berada di depannya. “Kalau kau begitu tertarik dengan ilmu ini, aku tidak bisa memperlihatkan satu elemen padamu!” jawaban kakek Guozhi membuat tubuh Bingwen lemas seketika. Namun, saat Bingwen ingin melakukan protes, kakek Guozhi menyela terlebih dahulu. “Bagaimana jika kau menjadi muridku?!” Bersambung...Bingwen berdiri di atas tanah kering dan retak, tatapannya menyapu sekeliling. Gunung gersang ini tidak seperti tempat-tempat sebelumnya yang pernah dia lalui. Tidak ada pepohonan yang bisa memberinya naungan, tidak ada sungai yang bisa memberinya seteguk air, dan yang paling membuatnya gelisah—tidak ada tanda-tanda keberadaan Kakek Guozhi.“Kakek?” panggilnya, berharap suara berat gurunya akan menyahut. Namun, yang terdengar hanya suara angin yang menyapu debu dan kerikil di sekelilingnya.Dia sama sekali tidak menyangka jika sang guru telah pergi, karena sejak awal Chi milik Kakek Guozhi tidak pernah terasa oleh Bingwen. Dan dalam waktu sekejap, dirinya harus dihadapkan rintangan yang harus dia hadapi seorang diri tanpa arahan dari sang guru lagi.Bingwen mengepalkan tangan, menenangkan dirinya. Ini adalah ujian. Kakek Guozhi telah mengatakan bahwa untuk benar-benar memahami Elemen Tanah, dia harus menyatu dengannya, memahami bagaimana tanah bernapas, bagaimana ia menyimpan kekuatan
Bingwen berdiri dengan penuh percaya diri di atas tanah yang kini seolah menjadi bagian dari dirinya. Setelah mengalahkan puluhan Golem Tanah, ia merasa bahwa dirinya telah berkembang pesat. Dulu, ia harus bersusah payah untuk sekadar bertahan, tetapi kini ia dapat mengendalikan tanah dengan lebih mudah. Senyum puas terukir di wajahnya.Kakek Guozhi mengamatinya dari kejauhan, tatapannya tajam. Ia bisa melihat perubahan dalam diri muridnya—bukan hanya kekuatan yang meningkat, tetapi juga sikapnya. Bingwen tampak terlalu percaya diri, bahkan ada sedikit kesombongan dalam sorot matanya. Ini adalah hal yang wajar bagi murid yang mulai merasakan kekuatannya, tetapi jika dibiarkan, bisa menjadi kelemahan yang fatal.“Kau merasa sudah menguasai Elemen Tanah?” tanya Kakek Guozhi tiba-tiba.Bingwen menoleh dengan ekspresi percaya diri. “Aku rasa begitu, Guru. Aku bisa merasakan aliran Chi di dalam tanah, menggunakannya untuk menyerang dan bertahan. Aku bahkan bisa bergerak melalui tanah seper
Bingwen berdiri dengan kaki yang masih menjejak kuat ke tanah yang kering dan retak. Napasnya masih terengah setelah pertarungan melawan lima Golem Tanah, namun matanya tetap berbinar penuh semangat. Ia merasa bahwa tubuhnya mulai selaras dengan elemen baru ini, namun dirinya tahu bahwa pemahaman tersebut masih sangat dangkal.Kakek Guozhi berjalan mendekat, tatapannya tajam namun penuh kebanggaan. "Kau telah melakukan langkah pertama dengan baik, Bingwen. Namun, mengendalikan Elemen Tanah bukan hanya tentang menggunakan kekuatan tanah untuk menyerang atau bertahan. Kau harus bisa menyatu dengannya, merasakan aliran Chi yang ada di dalam tanah, dan memanfaatkannya dengan cara yang lebih cermat."Bingwen mengangguk penuh perhatian. "Apa yang harus kulakukan, Guru?"Kakek Guozhi menepukkan tangannya ke tanah dengan lembut. "Duduk dan tutup matamu. Rasakan dunia di bawah kakimu. Tanah yang kau pijak bukan hanya sekadar benda mati. Ia memiliki Chi sendiri, energi yang terus mengalir di da
Bingwen menatap pemandangan di depannya dengan penuh kewaspadaan. Debu-debu halus berputar di udara akibat angin yang bertiup perlahan. Di sekelilingnya, tanah kering dan pecah-pecah membentang sejauh mata memandang. Tidak ada pepohonan, tidak ada tanda-tanda kehidupan selain batuan besar yang tersebar tak beraturan di atas permukaan yang kasar.Kakek Guozhi berdiri tegap di sisi Bingwen. Ekspresi wajahnya tetap tenang, namun ada sorot mata tajam yang menunjukkan keseriusan."Elemen Tanah bukan sekadar mengontrol bumi, tetapi juga memahami kekokohan, kestabilan, dan kekuatan yang tersembunyi di dalamnya," ujar Kakek Guozhi. "Kau harus belajar bagaimana menjadi seteguh tanah yang menopang kehidupan, sekuat gunung yang menahan badai, dan sefleksibel pasir yang mengikuti angin."Bingwen mengangguk dengan penuh semangat. "Apa yang harus aku lakukan, Guru?"Kakek Guozhi tersenyum tipis sebelum mengayunkan tangannya ke tanah. Seketika, tanah di depan mereka mulai bergetar. Batu-batu besar b
Bingwen terus melangkah dengan beban di kaki dan tangannya, merasakan ketegangan otot yang semakin terasah seiring waktu. Dia sadar bahwa pelatihan ini bukan sekadar ujian fisik, tetapi juga melatih ketahanan mentalnya. Setiap langkah yang diambilnya semakin memperkuat keyakinannya untuk menjadi lebih kuat.Saat ia hampir tiba kembali di pondok, angin kencang tiba-tiba berhembus dari belakangnya. Bingwen menghentikan langkahnya dan menoleh, merasakan sesuatu yang aneh. Sebelum sempat berpikir lebih jauh, sosok Kakek Guozhi melesat turun dari udara dan mendarat di hadapannya dengan ekspresi serius."Guru?" Bingwen menatapnya heran. "Bukankah aku hanya disuruh mengambil air?"Kakek Guozhi tidak langsung menjawab. Sebaliknya, dia menatap muridnya itu dengan mata yang sarat akan pertimbangan. Setelah beberapa saat, dia menghela napas berat dan berkata, "Bingwen, mulai hari ini, pelatihan mu akan dipercepat."Bingwen mengerutkan kening. "Dipercepat? Tapi, bukankah Guru mengatakan aku harus
“Ramuan itu hanya bisa benar-benar berfungsi, saat kau juga melatihnya. Jadi, semua akanterlihat dari usahamu setelah mendapatkan Chi yang jauh lebih besar,” jelas kakek Guozhiyang langsung mendapatkan anggukan kepala Bingwen, tanda dirinya paham dengan apayang dimaksud oleh sang guru.“Jadi, apa aku akan langsung melanjutkan ujian ilmu selanjutnya?” tanya Bingwen yangterlihat sangat bersemangat, dengan tatapan mata berbinar yang membuat siapapun dapatmerasakan tekadnya yang membara.Kakek Guozhi tidak langsung menjawab. Dengan satu gerakan tangan sebuah sapu lididengan gagang panjang melayang mendekat, dan mendarat tepat di pangkuan Bingwenyang masih berada di posisi semedinya.“Memang bagus jika kau memiliki semangat dan tekad seperti itu. Tapi, kau hanya akangagal jika tidak memiliki persiapan apapun sebelum berperang!” ucap kakek Guozhimembuat perumpamaan.Bingwen yang terlihat bingung menatap sang guru dengan alis yang terangkat sebelah,namun tidak lama kemudian diriny