Share

Penyelamat

Auteur: Deschya.77
last update Dernière mise à jour: 2024-09-17 19:30:32

Di hilir sungai jauh dari kota dan kerajaan Feng, nampak seorang kakek tua yang berjalan mendekat ke arah sungai. Kakek itu melihat seseorang mengapung dari hulu sungai, dan bermaksud untuk melihat dengan menariknya ke tepi.

ZHIIIING!

Dengan satu gerakan, kakek itu membuat air di sekelilingnya menarik tubuh pria yang mengapung itu. Tidak butuh waktu lama, hingga tubuh yang hanyut dalam aliran sungai berhasil menepi.

Setelah memastikan jika orang yang ditariknya itu masih hidup, sang kakek mencoba memasukkan energinya ke dalam tubuh orang itu, yang tidak lain adalah Bingwen. Dalam percobaan pertama sang kakek membelalakkan matanya, dia tampak terkejut dengan apa yang dirasakan dari dalam tubuh Bingwen.

ZHIIIING!

Sang kakek mengerutkan alisnya setelah mencoba memasukkan energinya. Kekuatan besar di dalam tubuh pemuda yang ditolongnya itu, tersembunyi oleh sebuah kabut tebal yang dia yakin berasal dari racun yang dikonsumsinya. Dan sepertinya, si pemilik tubuh tidak menyadari jika dirinya telah mengkonsumsi racun itu.

“Kau pemuda yang menyedihkan! Tapi, anggap saja kau beruntung bertemu denganku, jadi hiduplah sesuai jati dirimu yang sebenarnya!” ucap kakek itu sambil berdecak.

ZHIIIING!

Sang kakek kembali memasukkan energinya, sambil menghilangkan kabut yang menghalangi. Racun-racun itu mulai terdorong dan menyingkir menjadi satu, menghindari tenaga dalam yang baru saja masuk.

Bingwen samar-samar mendengar suara dari penolongnya itu, dan melihat siluet seseorang yang tampak sedang mencoba menyelamatkannya. Namun, karena staminanya terkuras habis, matanya kembali tertutup dan tidak sadarkan diri jauh lebih lama dibanding sebelumnya.

***

Sinar matahari yang menyilaukan, membangunkan Bingwen dari tidur panjangnya.

Dengan keadaan setengah sadar, dirinya mulai mengamati keadaan sekitar sambil mengingat-ingat kembali apa yang terjadi sebelumnya.

Dia yakin jika sebelumnya dirinya ditendang oleh Honghui, dan terjatuh ke dasar jurang. Samar-samar dia juga teringat pada sosok putih yang dilihat sebelumnya, dan dia menduga jika orang itulah yang menjadi penyelamatnya.

Sayangnya, dia tidak bisa mengingat wajah sang penyelamat karena memang tidak adanya pencahayaan di sekitarnya saat itu.

“Sepertinya aku masih selamat dari kematian!” ucap Bingwen sarkas pada diri sendiri.

Setelah berhasil menata pikiran, dirinya baru sadar jika saat ini sedang berada di dalam sebuah pondok tua. Di dalam sana, dirinya diselimuti oleh selembar kain usang, dengan bekas dedaunan yang ditumbuk menempel pada luka-lukanya.

Pondok itu hanya berisi ruangan kecil dengan ranjang tempat dia beristirahat, ditambah ruangan tanpa alas di sebelahnya dengan ukuran yang sama. Bingwen mencoba untuk mengamati keadaan sekitar, sambil mencari sang pemilik pondok dan penyelamat nyawanya.

Namun, dia tidak menemukan seorangpun di sekitarnya, bahkan suara decitan ranjang yang digunakannya terdengar sangat jelas diantara keheningan yang terasa di tempat itu. Dan saat dirinya mencoba untuk bangun, Bingwen merasakan ada sesuatu yang aneh dengan tubuhnya.

“UUUGGHH…HUWEEEK!”

CRAAAST!

Suara muntahan darah terdengar menggema di dalam pondok tua itu. Bingwen memuntahkan sangat banyak darah hitam dari dalam tubuhnya.

Dia mencoba menutupi mulutnya, namun karena darah yang dikeluarkannya sangat banyak, tangannya tidak sanggup membendung darah yang keluar. Bahkan, telinga dan hidungnya juga mengeluarkan darah hitam itu untuk beberapa waktu.

Bingwen kembali merasakan lemas di tubuhnya, karena mengeluarkan darah yang sangat banyak. Tapi, entah mengapa tubuhnya terasa lebih ringan, seperti kosong tak ada apapun di dalamnya.

Namun tetap saja, rasa lemas membuatnya sangat sulit untuk membuka mata. Lagipula, tenaga dan staminanya belum pulih, dan kini dia kembali kehilangan tenaga lagi walaupun masih dalam keadaan sadar.

Setelah beberapa saat, Bingwen mencoba untuk bangkit dan menopang tubuhnya dengan kedua tangan. Namun, dirinya dibuat terkejut saat merasakan energi alam yang masuk ke dalam tubuhnya dengan mudah. Bahkan, energi yang bisa diambilnya sangatlah banyak, padahal sebelumnya dia selalu gagal untuk menyerap energi.

Secara perlahan kondisinya dapat pulih seperti sedia kala, bahkan bisa dikatakan jauh lebih baik dibandingkan sebelumnya. Tubuh yang sebelumnya terasa kosong, kini terasa penuh sesak dengan energi yang didapatkannya. Dirinya merasa seperti diangkat oleh energi alam yang memberkatinya untuk bangkit dari keterpurukan.

“Sebenarnya apa yang terjadi? Padahal, sebelumnya aku sangat kesulitan hanya untuk menyerap energi!” ucap Bingwen sambil berdiri dari posisinya.

“Ini benar-benar ajaib! Tubuhku terasa sangat ringan, tapi tetap terasa penuh! Rasanya sangat luar biasa!” lanjut Bingwen kegirangan.

Dia menggerak-gerakkan seluruh tubuhnya, sambil mencoba meregangkan semua ototnya. Senyuman lebar tidak hilang dari wajahnya, sampai dia menyadari jika sejak tadi dirinya menginjak genangan darah.

Ditempatnya saat ini, darah hitam menggenang cukup banyak memenuhi pondok tua. Seluruh tubuhnya juga seperti bermandikan darah. Bau amis dan busuk mulai menusuk hidung, yang membuatnya ingin segera pergi dari tempat itu.

Bingwen mulai mencari sumber air di sekitarnya, tapi tidak ada air yang terlihat. Dia tidak berniat meninggalkan pondok tua itu, sebelum bertemu dengan penyelamatnya. Jadi, dirinya hanya membersihkan sebagian darah di tubuhnya, menggunakan selembar kain yang digunakan untuk menyelimuti dirinya tadi.

Setelah cukup bersih, dia keluar dari pondok dan mencoba mencari sang pemilik pondok di sekitar. Namun, tetap saja nihil, dia tidak mendapati seorang pun di sana.

“Apa si pemilik tidak akan kembali karena ada aku? Sepertinya tidak ada yang mengetahui tentang pondok tua ini. Apa dirinya bersembunyi dari sesuatu?” tanya Bingwen pada diri sendiri mencoba menduga-duga.

Tapi melihat kebutuhan sehari-hari selain air masih tersimpan di sana, Bingwen yakin jika si pemilik pondok akan tetap kembali. Apalagi, jika orang itu telah menolongnya, siapapun itu akan kembali untuk memastikan dirinya masih hidup atau tidak.

Cukup lama dirinya menunggu, namun tanda-tanda kehadiran penyelamatnya tidak nampak sama sekali. Untungnya, Bingwen menggunakan waktunya sambil bermeditasi, untuk berkultivasi dan menyerap kekuatan alam sebanyak mungkin.

Bingwen tidak sengaja tertidur di luar, saat menunggu penolongnya datang. Dia terbangun saat keadaan sudah gelap. Saat matanya menyesuaikan dengan keadaan sekitar, di depannya ada sosok hitam dengan wajah tertutup bulu putih menatapnya dengan tajam.

“Si-siapa kau?!”

Bersambung...

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • Kembalinya Sang Jenius 1000 Tahun Bela Diri   Langkah yang Menggetarkan Tanah

    Malam telah jatuh. Langit hanya menampilkan bintang-bintang kecil, tertutup awan tipis yang menyapu perlahan. Tak ada angin. Hanya suara debu yang merayap di tanah kering, seperti bisikan lembut dunia yang menyimpan rahasia.Bingwen duduk di tempat yang sama. Pohon kecil yang mati kini tak lagi menemaninya. Tapi di sampingnya, kecambah baru itu tetap tumbuh, seolah tak peduli dengan dunia. Cahaya tipis dari batu giok kecokelatan masih mengendap di telapak tangannya, berdenyut pelan seperti nadi bumi.Ia tak tidur. Tak lapar. Tak haus.Entah kenapa, setelah keluar dari celah tanah itu, tubuhnya seperti diselaraskan. Energi mengalir dalam aliran-aliran halus, bukan dari kekuatan luar, tapi dari dalam dirinya sendiri.Namun, malam ini berbeda.Tanah di bawahnya terasa gelisah.Awalnya, hanya getaran kecil. Tapi kemudian, seperti langkah kaki. Berat. Perlahan. Tapi pasti.Bingwen membuka mata. Ia tak bergerak, hanya mendengarkan.Satu... dua... tiga langkah.Tanah bukan hanya berbicara pa

  • Kembalinya Sang Jenius 1000 Tahun Bela Diri   Bumi yang Menyimpan Ingatan

    Tanah masih diam. Sunyi. Namun bukan lagi sunyi yang dingin dan menakutkan seperti awal kedatangannya. Sekarang, keheningan itu terasa seperti pelukan. Bukan pelukan hangat, tapi pelukan yang jujur. Yang membuat seseorang tak bisa lari dari dirinya sendiri. Bingwen duduk bersila di samping pohon kecil yang perlahan menguning. Akarnya menggenggam bumi, meski kering dan rapuh. Seperti satu-satunya saksi perjalanan Bingwen dalam penguasaan Elemen Tanah. Ia menutup mata. Tak ada mantra. Tak ada jurus. Hanya napas yang diselaraskan dengan denyut bumi. Dulu, ia berpikir bahwa menguasai elemen berarti menaklukkannya. Sekarang, ia tahu, tanah tak bisa ditaklukkan. Ia hanya bisa diterima. Keheningan itu mulai bergeser. Ada getaran halus yang menjalar dari bawah. Bingwen membuka mata perlahan. Pohon itu bergetar. Daun-daunnya yang tersisa menggigil, lalu satu per satu jatuh ke tanah. Dari akar pohon, tanah merekah. Sebuah celah terbuka—sempit, gelap, dan dalam. Bukan retakan biasa, tapi sema

  • Kembalinya Sang Jenius 1000 Tahun Bela Diri   Nafas Tanah, Nafas Jiwa

    Tangannya gemetar saat memegang batu tajam yang dipakai menggali. Jemari yang dulu lincah menangkis serangan kini pecah-pecah, penuh luka dan debu. Setiap goresan di kulitnya seolah mengingatkan bahwa ia bukan lagi murid di bawah naungan Kakek Guozhi. Di sini, di tempat sunyi dan tandus ini, dia bukan siapa-siapa. Hanya manusia biasa yang berhadapan dengan batas tubuh dan pikirannya sendiri.Ia berhenti sejenak, mengangkat wajah yang kotor dan penuh peluh ke arah langit yang tak bergerak. Tak ada awan. Tak ada angin. Hanya langit kaku seperti dinding batu yang mengawasinya tanpa simpati.Tapi tanah… tanah terasa berbeda.Dengan gemetar, Bingwen menempelkan telinga ke permukaan keras itu. Ia pejamkan mata, meredam seluruh hiruk-pikuk pikirannya. Dalam diam itulah, ia merasakannya: denyut samar seperti detak jantung yang dalam dan berat. Seolah tanah sedang bernafas.Ia menahan napas, takut mengusik keheningan itu. Getaran itu nyata. Aliran energi yang perlahan mengalir jauh di bawah sa

  • Kembalinya Sang Jenius 1000 Tahun Bela Diri   Rasa Haus Dan Lapar

    Bingwen berdiri di atas tanah kering dan retak, tatapannya menyapu sekeliling. Gunung gersang ini tidak seperti tempat-tempat sebelumnya yang pernah dia lalui. Tidak ada pepohonan yang bisa memberinya naungan, tidak ada sungai yang bisa memberinya seteguk air, dan yang paling membuatnya gelisah—tidak ada tanda-tanda keberadaan Kakek Guozhi.“Kakek?” panggilnya, berharap suara berat gurunya akan menyahut. Namun, yang terdengar hanya suara angin yang menyapu debu dan kerikil di sekelilingnya.Dia sama sekali tidak menyangka jika sang guru telah pergi, karena sejak awal Chi milik Kakek Guozhi tidak pernah terasa oleh Bingwen. Dan dalam waktu sekejap, dirinya harus dihadapkan rintangan yang harus dia hadapi seorang diri tanpa arahan dari sang guru lagi.Bingwen mengepalkan tangan, menenangkan dirinya. Ini adalah ujian. Kakek Guozhi telah mengatakan bahwa untuk benar-benar memahami Elemen Tanah, dia harus menyatu dengannya, memahami bagaimana tanah bernapas, bagaimana ia menyimpan kekuatan

  • Kembalinya Sang Jenius 1000 Tahun Bela Diri   Kesombongan Dan Kecerobohan

    Bingwen berdiri dengan penuh percaya diri di atas tanah yang kini seolah menjadi bagian dari dirinya. Setelah mengalahkan puluhan Golem Tanah, ia merasa bahwa dirinya telah berkembang pesat. Dulu, ia harus bersusah payah untuk sekadar bertahan, tetapi kini ia dapat mengendalikan tanah dengan lebih mudah. Senyum puas terukir di wajahnya.Kakek Guozhi mengamatinya dari kejauhan, tatapannya tajam. Ia bisa melihat perubahan dalam diri muridnya—bukan hanya kekuatan yang meningkat, tetapi juga sikapnya. Bingwen tampak terlalu percaya diri, bahkan ada sedikit kesombongan dalam sorot matanya. Ini adalah hal yang wajar bagi murid yang mulai merasakan kekuatannya, tetapi jika dibiarkan, bisa menjadi kelemahan yang fatal.“Kau merasa sudah menguasai Elemen Tanah?” tanya Kakek Guozhi tiba-tiba.Bingwen menoleh dengan ekspresi percaya diri. “Aku rasa begitu, Guru. Aku bisa merasakan aliran Chi di dalam tanah, menggunakannya untuk menyerang dan bertahan. Aku bahkan bisa bergerak melalui tanah seper

  • Kembalinya Sang Jenius 1000 Tahun Bela Diri   Penguasaan Elemen

    Bingwen berdiri dengan kaki yang masih menjejak kuat ke tanah yang kering dan retak. Napasnya masih terengah setelah pertarungan melawan lima Golem Tanah, namun matanya tetap berbinar penuh semangat. Ia merasa bahwa tubuhnya mulai selaras dengan elemen baru ini, namun dirinya tahu bahwa pemahaman tersebut masih sangat dangkal.Kakek Guozhi berjalan mendekat, tatapannya tajam namun penuh kebanggaan. "Kau telah melakukan langkah pertama dengan baik, Bingwen. Namun, mengendalikan Elemen Tanah bukan hanya tentang menggunakan kekuatan tanah untuk menyerang atau bertahan. Kau harus bisa menyatu dengannya, merasakan aliran Chi yang ada di dalam tanah, dan memanfaatkannya dengan cara yang lebih cermat."Bingwen mengangguk penuh perhatian. "Apa yang harus kulakukan, Guru?"Kakek Guozhi menepukkan tangannya ke tanah dengan lembut. "Duduk dan tutup matamu. Rasakan dunia di bawah kakimu. Tanah yang kau pijak bukan hanya sekadar benda mati. Ia memiliki Chi sendiri, energi yang terus mengalir di da

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status