Alex berteriak mengeluarkan beban pikiran yang ada. Alex seperti menyesali dengan nasib yang tengah menimpa dirinya. Rasanya hidupnya tidak berarti lagi tanpa sosok seorang Reyna, tapi bagaimana pun juga Alex harus tetep melanjutkan hidupnya dengan atau tanpa Reyna. Jalan hidup Alex masih panjang. Namun, ada kalanya manusia punya rasa jenuh yang menghinggapi setelah mengalami kejadian yang membuatnya trauma.
"Bodohnya aku telah menghilangkan dua nyawa yang tidak berdosa," ujarnya terlihat menyesalinya. Penyesalan yang mungkin tidak bisa dia tembus sampai kapan pun bahkan dia sampai tidak bisa memaafkan dirinya sendiri. Orang yang dia sayangi telah meninggalkan dirinya untuk selama-lamanya. Sosok menakutkan yang ada dalam diri Alex saat itu sirna. Dia menjadi pria cengeng yang setiap waktu selalu menitihkan air mata saat teringat akan kejadian itu. Terpukul berat? Ya. Mungkin itu yang sedang Alex rasakan. Yang pasti tentunya dia bisa melindungi mereka, tapi ternyata Alex sendiri juga harus merasakan tiga buah peluru panas yang harus bersarang di tubuhnya. Akibat dari tiga peluru itu membuat Alex harus menjadi pasien di rumah sakit selama dua minggu. Tentunya ini bukan hal biasa bagi para rekan kerjanya, karena Alex adalah orang yang kuat dan tidak mudah tumbang. *** Sebulan setelah masa pemulihan Alex kembali untuk bertugas. Ada yang sedikit berbeda dari pria itu, dia terlihat lebih banyak melamun dan tidak fokus. Pastinya membuat rekan yang lainnya merasa bahwa Alex menjadi beban dalam tim mereka. Dalam sesi latihan pun Alex sering membuat kesalahan dan tentunya membuat yang lainnya kesal. 'Alex!" panggil John sambil berlari menghampiri Alex. "Aku rasa mungkin kau masih membutuhkan istirahat," lanjutnya. Alex hanya diam menatap John tanpa ekspresi apapun. Alex pun bangkit dan meraih senapannya. Pria itu hendak melanjutkan latihannya. Melihat hal tersebut, John menarik napas dan berkacak pinggang. Kedua netra itu terus memperhatikan ke mana Alex pergi. John menggelengkan kepalanya dan menyusul Alex. Pria itu sudah berdiri di posisinya dan memegang senapan dengan tipe SS1. Mengarahkan pada metal shooting target. Satu dua kali tembakan telah dilepaskan oleh Alex. Mengganti senjatanya dengan laras pendek berjenis Colt M1911A1, lalu berlari ke depan sambil menembak dan menggulingkan tubuhnya di atas rumput. Terakhir dia menembak dengan posisi kaki kiri menekuk di atas rumput. "Clear!" teriak pelatih. "Alex, pemenangnya. Dia menembak tepat sasaran dan tidak melukai sandera!" lanjutnya berteriak. Alex melirik John. Lirikan Alex memberi isyarat pada John bahwa dirinya masih berguna dalam Tim A. "Aku tidak ingin banyak bicara, John. Aku tahu jika aku ini mungkin menjadi beban dalam tim untuk saat ini. Aku tidak ingin berdebat masalah yang tidak penting." Alex berlalu dari sana. "Alex tunggu!" John meraih tangan kanan Alex. "Masalah tidak penting yang seperti apa maksudmu? Tentu saja hal itu penting bagi kita," papar John. Alex menatap John, lalu beralih ke bawah memperhatikan genggaman tangan John pada tangannya. "Lepaskan!" kata Alex tanpa beralih dari sana tatapannya. Namun, John belum juga melepaskan tangan Alex. "Lepaskan!" Sambil tatapannya beralih menatap John. Alex menatap tajam John. Tatapan yang bisa langsung diartikan oleh John. "Oke——oke!" John melepaskan tangan Alex, lalu kedua tangan Alex diangkat ke atas. *** "Alex, kau tahu 'kan bahwa kau adalah prajurit terbaik dalam tim A. Lalu bagaimana kau bisa menjelaskan kejadian ini?" John terlihat emosi. Fatal———memang fatal. Sekali membuat kesalahan dan berakibat fatal. Tentunya ada resiko atau hukuman tersendiri bagi seorang prajurit yang melakukan sebuah kesalahan. Hukuman pun tidak memandang pada seorang prajurit yang berprestasi ataupun prajurit terbaik. Rumor buruk pun beredar begitu cepat. Dari mulut ke mulut hingga satu batalyon mendengarnya. Banyak yang tidak percaya akan rumor tersebut, tapi ada sebagian yang percaya dan mengkaitkan dengan tragedi yang terjadi beberapa waktu yang lalu. Hingga waktu itu tiba .... "Apa kau serius, Lex!" John tampak tidak percaya dengan pernyataan Alex pada saat itu. Alex pun tidak akan mengulangi kalimat itu sekali lagi dan memang begitulah karakternya. "Tapi, Lex————" John tidak lagi melanjutkan kalimatnya. Dia sudah paham jika Alex sudah mengatakan A akan tetap A sampai akhir dan tidak akan pernah berubah. Justru di sini, John-lah yang terlihat frustrasi. Sedangkan Alex tampak tenang. Saat itu Alex tidak banyak bicara atau menanggapi atasannya, karena dinilai nanti apa yang dikatakan olehnya akan berbeda lagi. John berulang kali memegang kepalanya, lalu menatap Alex karena masih ada misi tugas penting yang harus mereka selesaikan. John tidak bisa berbuat banyak. Hal itu memang bukan kapasitas John untuk ikut campur, karena itu sudah menjadi urusan Alex dengan kesatuan dan kantor pusat. "Jika itu keputusanmu, tim kita akan kehilangan personil yang paling tangguh dan paling brutal," tegas John. Alex berhenti dari tim A pasukan elite yang telah membesarkan namanya. Tentunya hal itu membuat rekan satu tim-nya kaget. Mereka bukan menginginkan Alex keluar dari tim, hanya saja mereka ingin Alex mengambil cuti guna menstabilkan diri atau menenangkan dirinya. Alex adalah satu-satunya prajurit pilihan terbaik yang telah menorehkan banyak prestasi dalam kesatuannya. Memang tidak bisa dipungkiri dunia militer atau tempatnya pasukan elite akan kehilangan sosok anggota terbaiknya. Lalu apakah Alex berhenti sendiri atau diberhentikan dari kesatuan atau alias dipecat?Shin Alex menghentikan langkahnya, pria itu paham dengan suara itu. Kemudian dia memutarkan badannya dan mendapatkan Yona berdiri tidak jauh darinya. Alex memasukkan kedua tangannya ke saku."Kau melihat semuanya?" tanya Alex datar sambil melangkah mendekat."Be-berhenti di sana," ucap Yona sambil mundur beberapa langkah ke belakang."Kenapa? Kau merasa takut?" tanya Alex tanpa mengeluarkan ekspresi sama sekali. Alex terus melangkah mendekati Yona yang semakin ke sini, wajahnya semakin pucat."Ja-jangan men-dekat," seru Yona sambil mengangkat tangan kanannya. Kedua bahunya bergejolak naik turun dan kedua kaki Yona tidak bisa diam. "A-aku tidak sengaja melihatnya. Aku hanya lewat karena ingin ke rumah Zea. Jadi tolong, siapapun kau——entah mafia atau sejenisnya. Aku mohon, tolong lepaskan aku. Aku janji tidak akan menceritakan atau melaporkan pada siapapun," ujar Yona agar Alex iba padanya.Namun, ternyata Alex malah tersenyum mengejek. Tangan kanannya terangkat dan mengurut pelipisnya.
Tubuh Yona membeku. Wanita itu mematung, dan jantungnya berdegup lumayan cepat. Suara itu benar-benar membuatnya ketakutan. Yona trauma dengan kejadian waktu itu. Untung bungkusan yang dia pegang tidak dijatuhkan."Balik badan sekarang!" bentakan itu membuat Yona menelan saliva-nya. Dengan gemetaran dan pelan Yona membalikkan badannya sambil menutup kedua matanya.Perlahan Yona membuka matanya, akan tetapi dia menjadi bingung.Wanita itu bingung karena tidak ada siapapun saat Yona membalikkan badannya."Lalu?" Kembali Yona mendengarkan suara itu. Wanita itupun mencari arah datangnya suara tersebut.Ternyata setelah dicari, Yona menemukan Alex sedang dihadang oleh tiga orang pria. Entah itu preman atau apa Yona tidak tahu pasti. Yang jelas Yona pun mengira jika Alex juga seorang preman.Yona memperhatikan mereka dari jarak sekitar kurang lebih 4 meter. Yona benar-benar mencari aman. Wanita itu tidak ingin ikut campur lebih dalam. Tujuan Yona hanya ingin ke rumah Zea, tapi apesnya wani
Tangan itu terlepas saat Alex menatap tajam ke arahnya. Pria jangkung itu mundur beberapa langkah dengan ekspresi bingung dan ketakutan."Ma-maaf, jika tuan hanya ingin meminta uang——itu percuma, karena belum ada satu pun pelanggan yang datang ke sini hari ini. Tuan-lah orang yang pertama datang ke sini. Aku kira tuan akan——ah, sudahlah." Pria jangkung itu tidak melanjutkan bicaranya. Dia membalikkan badannya dan merapikan boneka-boneka di sana."Apa kau menganggap-ku seperti preman yang akan menarik uang?" Alex menatap pria jangkung itu."Tidak. Bu-bukan begitu," sahut pria jangkung tersebut dengan mundur beberapa langkah dan menggerakkan kedua tangannya."Lalu?" Pria jangkung itu kebingungan akan menjawab apa, karena tatapan Alex yang mengintimidasi sehingga membuatnya tidak mampu berkata apapun."Maling! Maling!" Dari kejauhan seorang wanita berteriak dengan sangat keras dan lantang.Alex dan pria jangkung itu keluar dari toko dan menoleh ke arah datangnya suara. Dari kejauhan tam
Sehari sebelumnya.Kejadian heboh terjadi di ruang kelas Zea. Lily berteriak, dia tatrum kehilangan barang. Yona sampai mendatangi Lily dan menenangkannya. Wajah Lily basah oleh air matanya sendiri."Ada apa?" tanya Yona sambil membelai rambut Lily."Hiks ... Bu Yona, mp3-ku hilang———hiks," isak Lily."Mp3?" kata Yona mengulang. Lily mengangguk tanda menjawab. Sebenarnya Yona mengulang kata-kata itu karena merasa heran pada Lily. "Lily, kenapa kau membawa mp3 ke sekolah?" sambungnya bertanya.Lily terdiam menatap wali muridnya itu, lalu dia menatap teman-temannya yang lain. Mereka semua sedang memperhatikan Lily dengan tatapan aneh. Tidak terkecuali dengan Anthony dan Simon.Lily menundukkan kepalanya, karena tahu dia salah. "Maafkan aku, Bu Yona. Aku tahu, aku salah."Yona berdiri dan menatap semua muridnya. "Kalian ada yang tahu mp3 milik Lily?" Semua murid menggelengkan kepalanya, termasuk Zea yang berdiri di deretan bangku belakang."Mungkin Lily teledor dan lupa naruh, karena ke
Olivia kembali datang menemui Benigno. Kali itu dia datang membawa empat orang anak-anak yang berusia sekitar 10 tahunan. Wanita itu langsung menyerahkan anak-anak itu pada Benigno."Hanya empat?" tanya Benigno.Olivia tersenyum menanggapi pertanyaan Benigno. "Kau tahu apa pekerjaanku?" "Yeah, aku tahu. Aku rasa empat juga sudah lebih dari cukup," balas Benigno."Jangan karena hal sepele seperti ini kerjasama kita bubar, Ben. Dari dulu kau kan tahu pekerjaanku apa,' ungkap Olivia."Aku tahu soal itu. Terima kasih sebelumnya."Olivia pun segera berpamitan pada Benigno dan empat orang anak itu langsung dijadikan satu dengan anak-anak lainnya.Sebagian ada yang sudah mulai dipekerjakan yang tentunya mereka pun tidak tahu itu barang apa. Mereka hanya mematuhi dan melaksanakan perintah. Ada yang menimbang, ada pula yang membungkus dalam bentuk kecil, sedang, dan lumayan."Sebenarnya ini apa?" cicit seorang anak."Ssstt, diam. Jangan banyak tanya, nanti bisa jadi kau akan dimasukkan ke dal
Olivia tersenyum sambil berjabat tangan dengan Benigno. Telah disepakati oleh mereka berdua. Olivia sendiri juga punya banyak bawahan yang tentunya bisa membantu eksekusi pekerjaan Benigno jika dibutuhkan.Baru kali itupun Benigno meminta bantuan pada Olivia. Padahal sebelumya Benigno pantang meminta bantuan."Ben, aku yakin kau pasti akan tertarik dengan tawaran ku yang satu ini," pancing Olivia, akan tetapi Benigno belum memberikan respons.Benigno menatap Olivia dengan tatapan penuh tanya, "Tawaran?" Mulai tertarik, tapi sebentar kemudian berubah pikiran."Ok. Jika kau berubah pikiran, beri kabar padaku," balas Olivia.Olivia pun beranjak dan ingin segera pergi, karena wanita itu pun ada beberapa urusan yang harus diselesaikan.Bukan hal mudah memang jika menjalin kerjasama dengan orang yang sudah lama malang-melintang di dunia hitam, karena kerjasama itu akan menguntungkan atau justru merugikan. Benigno dengan narkobanya, sedangkan Olivia dengan klub malamnya serta jual beli anak-