LOGIN"Sialan!" Rolland menggebrak meja setelah Alex pergi dari sana. Baru kali itu Rolland ditolak saat menawarkan sebuah tawaran kerjasama. Alex sama sekali tidak tertarik dengan nominal yang ditawarkan."Pria itu memang lain dari yang lainnya. Justru ini yang membuatku perasaan pada kehidupannya." Rolland menatap Pablo. "Cari info yang akurat tentang pria itu," perintahnya. Pablo menganggukkan kepalanya.Alex masuk ke dalam mobilnya dan menaruh barang belanjaannya di kursi sebelah. Tatapannya masih memperhatikan sekitarnya. Selang satu menit, pria itu langsung tancap gas.Jalanan lumayan ramai sehingga Alex mengira-ngira ia akan sampai di apartemen kurang lebih satu jam. Dalam perjalanan Alex sempat ditelepon oleh John. Sahabat sekaligus seniornya itu berinisiatif menemani perjalanan Alex sampai ke rumahnya, bahkan John memindahkan panggilannya dari telepon biasa ke video call dan ternyata John ingin sekali bertemu lagi dengan Zea.John mengungkapkan hal itu pada Alex dan Alex menangga
Zea duduk di gang masuk ke arah rumahnya. Ia baru saja keluar dari apartemen Alex hanya untuk mengambil susu dan roti sandwich. Muka Zea benar-benar kusut. Suasana hati anak itu sedang anjlok."Sudah satu minggu Paman Alex belum juga pulang," ujar Zea lirih. "Aku rindu padamu, paman."Zea menatap barang yang ada di dalam kantung berwarna putih. Ia berpikir untuk pulang dan menaruhnya di kamar. Jika tidak begitu, maka ibunya pasti akan curiga.Pun, Zea menaruh susu dan roti tersebut di sebuah kotak dekat ranjangnya. Setelahnya ia pergi untuk membersihkan diri.Saat Zea keluar dari kamar mandi, Zea mendapatkan sang ibu sedang berciuman dengan mesranya. Zea sempat berdiri lama memperhatikan sang ibu dengan handuk kecil berada menutupi kepalanya.Yura menyadarinya segera mendorong tubuh laki-laki itu. Zea menatap datar karena laki-laki yang dibawa pulang oleh ibunya berbeda lagi.Zea menarik napas panjang, lalu segera masuk ke dalam kamarnya. Menutup pintu dan berdiri lama di sana. Entah
Amarah Rolland membuat anak buahnya ketakutan termasuk Pablo. Misinya gagal dan dia harus kehilangan orang-orang pilihannya termasuk Brandon yang mati mengenaskan. Yang lebih membuat Rolland geram saat mendengar yang membunuh Brandon adalah Alex."Cari tahu siapa dia dan aku ingin bertemu dengan orang itu. Bawa dia hidup-hidup ke hadapanku!" perintah Rolland.Pablo dan lainnya segera berlalu dari sana. Pablo sendiri memang sudah punya inisiatif mencari keberadaan Alex. "Apapun akan kulakukan untuk Tuan Rolland. Apakah harus menculiknya? Tapi menurutku dia bukan orang sembarangan yang bisa diculik begitu saja," pikir Pablo yang sedang memutarkan otak mencari cara.Kemarahan Rolland berdampak juga di bar klub malamnya. Semua pekerja kena marah. Hari itu setelah menemui sang bos dan mendapat perintah dari Rolland, Pablo segera meluncur ke tempat yang memang sudah ia targetkan. "Semoga hari ini aku bisa bertemu dengannya," ujarnya lirih.Setelah sampai di pusat kota, Pablo tidak langsu
Keberhasilan Alex dalam menyelamatkan Kimberly dan menumbangkan Brandon membuat Alex menjadi bahan pergunjingan di markas. Ada yang mengatakan jika Alex akan ditarik lagi untuk masuk ke dalam pasukan. Ada juga yang mengatakan itu hanya berita bohong.Pro dan kontra di antara mereka pun ada. Ada yang setuju, ada juga yang tidak setuju. Gosip itu pun juga telah sampai di telinga Alex. Pria itu hanya menarik napas kasar dan meletakkan ponselnya di atas sofa. Alex pun menyandarkan tubuhnya di sofa.Semua yang Alex pikirkan menjadi kenyataan. Itulah yang pernah Alex katakan pada TJ dan juga John."Fyuh ... mereka terlalu menggampangkan masalah," celetuk Alex.Alan yang baru saja masuk ke dalam kamarnya, kembali mundur beberapa langkah dan menyembulkan kepalanya. Tidak sengaja Alan mendengarkan apa yang Alex katakan."Sudahlah. Kau tidak perlu ambil pusing dengan gosip-gosip itu." Suaranya terdengar kian menjauh."Aku tidak pusing memikirkannya. Hanya saja ...." Alex diam. Kali ini jedaan d
Saat Alex mulai kembali memantau lewat teropong senjatanya. Alex menangkap sesuatu yang mencurigakan. Pun Alex mengumpat kasar karena dia merasa kecolongan. Alex memanggil Alan dan ternyata Alan juga menyadarinya."Kita masuk, Lex?" "Kau duluan. Aku akan menyusul," balas Alex. "Aku akan memastikan sesuatu dulu, baru aku menyusul ke dalam."Alex hanya ingin memastikan bahwa salah satu dari mereka adalah, sang pengkhianat.Pada hari itu Kimberly sedang tampil di sebuah gedung kesenian dan sebuah serangan mendadak terjadi. John dan tim langsung bereaksi, membentuk formasi pertahanan di sekitar Kimberly. Mereka melawan para penyerang dengan keahlian dan keberanian melindungi Kimberly serta Adam dengan nyawa mereka.Mendadak sebuah bom meledak, tapi tidak membuat gedung roboh. Gedung itu hanya terguncang sedikit. Otomatis semua penonton ada yang berhasil melarikan diri, ada juga yang menjadi sandera.Setelah pertempuran yang sengit, para penyerang berhasil mengalahkan para pasukan elite.
Mata Alex menyipit saat seseorang turun dari dalam mobil dengan menggandeng seorang anak kecil. Usianya seangkatan dengan Zea. Alex sudah bisa memastikan jika itu adalah Kimberly Rider."Aku tidak tahu jika Pak Adam mempunyai anak perempuan." Alex terus memantaunya dengan menggunakan senjata.Dari headset terdengar suara TJ yang memberi interupsi agar tetap waspada. TJ pun memberi isyarat pada Alan dan juga Alex untuk tetap fokus.Alex terus mengarahkan senjatanya mengikuti Kimberly bergerak masuk ke dalam gedung. Intinya setelah masuk gedung Alex tidak bisa memantaunya."John, kau yakin di dalam sana aman? Anak buahmu sudah benar-benar menelisir setiap sudut ruangan? Jangan sampai kalian kecolongan bom atau segala macam." Alex mengingatkan."Aku mengerti, Lex. Tenanglah dan kau fokus saja di sana," tegas John. Tetap saja Alex masih setengah-setengah mempercayai John. Instingnya juga tidak bisa dibohongi. Ada perasaan aneh yang menyelimuti hati Alex."Semoga hanya perasaanku saja."S







