“Apa Jiali kembali ke paviliunnya?”Yu Yong diam sejenak sebelum akhirnya bersuara. “Hamba belum memeriksa, tapi sepertinya begitu, Yang Mulia.”“Minta Xiumei membawakannya teh herbal.”"Baik.” Ada jeda sebentar sebelum Yu Yong melanjutkan. “Hamba mendengar banyak saudagar dirampok ketika mereka melintasi pegunungan. Sebagian dari mereka melaporkan kejadian ke kantor bupati.”“Apa Lu Nan sudah melaporkan kejadian ini ke istana?”“Hamba belum mendapatkan informasi tentang itu.”"Jangan gegabah. Wilayah istana hanya sampai dinding perbatasan. Para saudagar itu pun seharusnya tahu kita tidak bertanggung jawab atas keselamatan mereka di luar tembok perbatasan.""Baik Yang Mulia.""Aku akan mengirimkan surat pada Kaisar Sun Hua. Bandit-bandit di wilayah mereka mulai meresahkan. Tetap pasang matamu di sekitar Bupati Lu Nan. Aku mendengar kalau anak menantunya adalah saudagar yang sering bepergian ke Zijian.""Baik Yang Mulia.""Soal bubuk racun itu, kita harus mencari tahu darimana Chu Hua
"Makanlah. Buka mulutmu,” bujuk Yuwen untuk yang ke seribu kali.Respon Jiali tetap sama. Pelan ia mendorong balik sendok yang disodorkan Yuwen. "Aku tidak lapar.”Yuwen meletakkan mangkuk di baki. “Xiumei mengatakan kalau kau belum makan apa-apa.”Jiali tidak bisa berkelit. Pelan ia mengusap perutnya. Ya, memang Jiali belum makan dan sangat kelaparan, tetapi apa yang terjadi padanya membuat seluruh nafsu makan Jiali lenyap.“Kau mau makan yang lain?” tanya Yuwen lagi.Jiali menggeleng. “Tidak, aku ingin tidur saja.”“Aku akan minta Xiumei membawakanmu makanan yang lain.”Jiali menyentuh punggung tangan Yuwen. “Tidak perlu, sungguh.”“Kalau begitu, aku akan meminta semua orang di karesidenan untuk tidak makan sampai kau makan.” Melihat ekspresi Jiali yang melotot seperti biasanya membuat Yuwen lega. “Bagaimana? Sudah mau makan?”Terpaksa Jiali mengangguk. “Iya. Aku makan.”“Baguslah. Xiumei akan membantumu. Aku pergi.”Jiali mengangguk. “Iya.""Aku akan meminta Yu Yong berjaga di pavi
Kereta melaju cepat, Jiali semakin panik. Berkali ia menarik-narik jeruji besi. Berharap tiba-tiba diberi mukjizat bisa mematahkan besi tersebut. Namun, nihil. Tentu Jiali tidak mungkin punya kuasa semacam itu.Yuwen menyentuh jemari Jiali. "Aku akan baik-baik saja. Pergilah. Kembali ke rumah.”Jiali menggeleng-gelengkan kepala. Air matanya jatuh tanpa jeda, tangannya gemetar, mencengkeram jeruji seakan dunia akan runtuh jika ia melepaskannya. "Tidak! Aku tidak akan kembali tanpamu!" Dalam pikirannya, bayangan hidup tanpa Yuwen adalah mimpi buruk yang tak sanggup dihadapi.Pandangan Yuwen beralih menatap Yu Yong yang berjalan cepat menyeimbangi langkah Jiali. Yuwen mengerti akan sikap Yu Yong yang hanya bisa diam tanpa sanggup menghentikan Jiali. Yu Yong tahu tidak dibenarkan seorang pelayan menyentuh wanita milik majikannya."Pergilah, Jiali. Aku akan segera pulang," ujar Yuwen setengah berteriak karena kereta semakin berjalan kencang. Jaraknya dengan Jiali semakin tidak terukur.Lan
"Silakan duduk," kata Qiongshing lembut.Jiali menurut dengan keraguan yang memeluknya. Ini adalah kali pertama ia bicara secara pribadi berdua saja dengan ibu mertuanya. Jiali yakin pasti banyak kabar yang terdengar jauh ke istana dan baru kali ini Jiali memikirkan citra akan dirinya.Qiongshing menatap Jiali cukup lama, matanya lembut mengamati setiap detail anak menantu perempuan satu-satunya. Namun, ketika tatapannya jatuh pada rambut Jiali yang kini hanya tersisa sebahu, raut wajah Qiongshing berubah. “Rambutmu ….” Qiongshing tidak mau melanjutkan kalimatnya. Jiali menundukkan kepala, menyentuh ujung rambutnya dengan canggung. "Ini … tidak penting, Yang Mulia,” timpalnya bohong. Siapa yang mau Jiali tipu? Jelas tidak ada. Jiali tidak bisa menyembunyikan kesedihannya.Qiongshing menghela napas pelan. "Tentu saja penting. Seorang wanita kehilangan rambutnya bukan hal kecil.”Jiali terdiam.Qiongshing meraih tangan Jiali, pelan memeriksa telapak tangan. Ada luka yang masih baru. “M
Rasanya Jiali ingin kembali ke paviliun Qiongshing. Pikirnya Qiongshing pasti mau bercerita lebih banyak tentang mendiang sang ibu. Namun, malam semakin larut, perjalanan menuju Hangzi bukan hal mudah, rombongan istana pasti sangat kelelahan.Langkah Jiali tiba-tiba terhenti. “Ah, Yuwen,” cicit Jiali ketika sadar kalau ia belum memastikan kondisi Yuwen. Jiali berbalik hendak pergi menuju paviliun Yuwen, tetapi langkahnya terhenti saat melihat sosok yang berdiri di ujung lorong.Sun Li Wei.Jiali langsung menegakkan tubuh. Nalurinya memberitahu bahwa pertemuan ini bukan kebetulan. Cahaya lentera menerangi wajah Sun Li Wei, menampilkan senyum anggun milik putri raja.Sun Li Wei mendekat. “Putri Han Jiali.” Sun Li Wei membuka percakapan dengan nada lembut, “sungguh beruntung kita bisa bertemu di tempat yang begitu tenang seperti ini.”Jiali membalas dengan anggukan disertai senyuman kecil. “Ya.”“Aku mendengar banyak tentangmu.” Li Wei menatapnya dari ujung kepala hingga ujung kaki sebel
“Yang Mulia, Pangeran Mahkota hampir tiba. Apa kita perlu menunda jamuan makan pagi sampai pangeran tiba di karesidenan? Apa kita perlu mengulur waktu sebentar saja?”Pertanyaan Yu Yong membuat Yuwen menghentikan langkah. Ia berdiri membelakangi jendela besar yang tirainya telah disibakkan. Angin musim semi masuk perlahan, membawa wangi dedaunan basah setelah hujan semalam. Ia mengangkat tangannya, menyibak rambut hitam panjangnya yang dibiarkan tergerai ke depan dada. Sentuhan halus jari-jarinya pada helaian rambut itu tampak lembut. Rambut hitam legam, lurus, mengilat karena minyak pinus berkualitas yang selalu digunakan para pelayan untuk merawatnya setiap pagi. Bagi kebanyakan orang, itu hanya helai rambut, tetapi bagi Yuwen dan semua lelaki terhormat di istana, rambut adalah lebih dari sekadar hiasan tubuh.Rambut adalah simbol. Kehormatan. Akar dari tradisi dan warisan leluhur.Sejak kecil, para bangsawan diajarkan bahwa tubuh, termasuk rambut, adalah pemberian orangtua, kare
“Semuanya hampir siap, apa ada yang Nyonya butuhkan lagi?” Tidak mendapatkan jawaban, Xiumei mendekati Jiali yang diam terduduk sedari tadi. Xiumei hendak menepuk pundak Jiali. Namun, urung karena Jiali tampak fokus menatap helai rambut di telapak tangannya.Apa yang terjadi pagi tadi di aula utama jelas mengguncang seluruh karesidenan. Rambut panjang bagi seorang lelaki adalah simbol maskulin, kehormatan dan kedudukan status sosial. Apa yang dilakukan Yuwen jelas sangat penting. Bahkan kaisar Tao tidak bisa berkata-kata.“Nyonya.” Sentuhan lembut Xiumei di pundak membuat Jiali hampir melonjak. “Maaf membuat kaget. Xiumei sudah selesai. Sebentar lagi Tuan Yuwen pasti datang, sebaiknya Xiumei keluar.”“Ya, baiklah. Kamu boleh keluar.”“Baik.”Setelah Xiumei meninggalkannya sendiri, Jiali bangkit lantas mendekati kotak perhiasannya. Ia menaruh helai rambut Yuwen dengan sangat hati-hati di antara cincin-cincin gioknya.“Apa yang sudah kamu lakukan Yuwen?” cicit Jiali.Suara derak pintu m
Pelayan yang sedari tadi hanya berdiri di ujung ruangan kompak keluar ketika Yunqin menendang salah satu meja hingga semua benda yang berada diatasnya jatuh berserakan. Matanya merah menatap seluruh ruangan dan dadanya pun tampak turun naik. Yunqin tidak akan pernah mempercayai apa yang sudah dikatakan Yuwen. Omong kosong! Sampai detik ini Yunqin yakin kalau Jiali hanyalah miliknya. Hanya miliknya! “Seharusnya kau bisa mengendalikan perasaanmu." Yunqin berbalik. Sang istri—Sun Li Wei dengan anggunnya telah berdiri di belakang Yunqin. “Pergilah dari sini!“ usir Yunqin. Sejujurnya sakit yang mendera hati Li Wei menolak untuk bersikap baik, tetapi sebagai istri dari sang pangeran mahkota, ia tidak bisa diam saja. Ia harus menyelamatkan harga diri suaminya. Sang penerus kerajaan. Li Wei menoleh sedikit ke belakang. “Pergilah, aku ingin bicara berdua saja dengan suamiku,” ucap Li Wei pada dua pelayan yang berdiri di belakangnya. “Baik Yang Mulia.” Begitu mendengar pi
Aula utama istana dipenuhi ketegangan yang begitu pekat hingga suara napas pun terdengar seperti dentuman. Lentera-lentera diganti dengan pelita bersumbu lebar, memancarkan cahaya kekuningan yang menyorot pilar-pilar batu hingga menimbulkan bayangan panjang yang menari di dinding. Para pejabat berpakaian resmi berdiri di sisi aula, sementara beberapa pengawal berdiri siaga di tiap pintu masuk. Ketegangan dimiliki setiap wajah, tanpa terkecuali.Kaisar Tao pun telah duduk di singgasana. Di bawah sorotan lampu, sorot matanya tajam seperti pedang yang sudah diasah. Ia tak berkata apapun, hanya menatap satu per satu wajah tampak bersiaga bila dipanggil ke tengah aula.Qilan berdiri paling dekat dengan panggung utama. Jubah birunya kini berganti dengan pakaian kasual sutra putih. Noda darah yang tersisa di sudut lengan kirinya sengaja tidak ia sembunyikan. Kepalanya tertunduk, tetapi semua orang tahu isyarat tubuh yang ditunjukkan Qilan tidak mengandung rasa takut.Di sisi lain, Yuwen ber
Suara denting lonceng pengiring kereta klan Mei mulai terdengar mendekat. Pelayan-pelayan berdiri berbaris di sepanjang jalan utama menuju aula penyambutan, lentera-lentera digantung tinggi. Pantulan cahayanya tampak berkilau di permukaan batu dan logam.Permaisuri Agung telah berdiri di ujung tangga utama. Wajahnya tampak tenang, tetapi matanya memperhatikan tiap-tiap wajah di sekitarnya.Di sisi kirinya berdiri Sun Li Wei, sang menantu mengenakan jubah hijau zamrud dengan perhiasan juga mahkota di kepala. Sementara di sisi kanan, sedikit lebih jauh, berdiri Jiali—istri sah Yuwen, wajahnya menyiratkan keteguhan sekaligus ketegangan.Yuwen berdiri setengah langkah di belakang Permaisuri Agung. Mengenakan pakaian kebesaran resmi berwarna gelap, dengan bordir naga hitam di ujung lengan yang selaras dengan Jiali. Sikapnya tetap tenang, nyaris beku, tetapi tatapannya sesekali melirik ke arah Jiali.Kereta utama berhenti tepat di depan tangga. Tirai disibak pelan, dan dari dalam keluar seo
“Sungguh? Aku menyebutnya begitu?” Xiumei mengangguk, “Apa … dia marah?” Kali ini Xiumei tidak berkomentar bahkan tidak memberikan reaksi apa-apa. Jiali mendesah, terdiam sesaat lalu melipat lengan di atas dada. “Ah, sudahlah, dia memang bedebah sialan. Seharusnya dia minta maaf padaku atau setidaknya menjelaskan tentang alasannya dia tidak mau membatalkan pernikahannya dengan Qilan. Xiumei, apa kau sudah mencari tahu siapa Mei Qilan?” Xiumei mengangguk kecil. Tangannya bergerak ke sisi pinggang, menarik selembar catatan kecil yang terselip rapi di balik ikat kainnya. Ia membukanya perlahan dan mulai membaca dengan suara pelan, tetapi jelas. "Mei Qilan. Putri dari Klan Meiyang. Klan tua yang dulu dikenal sebagai pelindung utara kekaisaran. Dia adalah perempuan pertama yang diizinkan mengikuti pelatihan militer penuh di keluarga itu, tapi juga yang pertama diusir." Jiali mengangkat dagunya sedikit. "Kenapa?" "Karena dia membentuk kelompok sendiri tanpa izin. Pasukan yang tidak tun
“Nyonya ingin mandi dulu atau langsung beristirahat?” tanya Xiumei berjalan pelan ke sisi Jiali.Jiali tak menjawab. Ia duduk di kursi rias. Matanya kosong menatap ke depan.Xiumei melepaskan jepit-jepit di rambut Jiali, bertanya lagi, “Kudapan malam, Nyonya? Dapur menyiapkan sup kacang merah.”Masih tak ada suara.Xiumei menggigit bibir. Berpikir apakah Jiali masih syok karena tadi ikut melihat proses persalinan. Ia beringsut, mencoba menawarkan lagi, “Kalau begitu, hamba ambilkan teh hangat—”“Pergilah, Xiumei.” Suaranya pelan, tetapi cukup untuk membuat Xiumei membeku. Xiumei memberi hormat. “Baik, Nyonya.”Langkahnya perlahan menjauh, pintu ditutup tanpa suara.Jiali masih diam di tempat. Menatap ke arah cermin di hadapannya. Namun, refleksi yang tampak bukan pantulan bayang dirinya.Yang dilihatnya adalah wajah Zili. Mata lelaki itu basah oleh rasa takut kehilangan, mencengkeram kedua tangan Qing An seolah dunia runtuh bila istrinya pergi.Hati Jiali bertanya. Apakah Yuwen akan
Qiongshing tiba kamar Kaisar, tapi di ambang pintu langkahnya tertahan karena matanya menangkap sosok lain selain sang Kaisar.Permaisuri Wei Junsu tengah duduk anggun di sisi tempat tidur, menatap tabib yang sedang meracik ramuan di mangkuk porselen. Kaisar sendiri bersandar lemah di bantal, wajahnya pucat, dahi sedikit basah oleh peluh.Qiongshing berdiri diam. Belum sempat ia mengucapkan salam atau pertanyaan apapun, suara serak Kaisar memecah keheningan.“Aku tidak apa-apa,” ucapnya pelan, seolah memahami apa yang terlintas di benak Qiongshing. “hanya sedikit pusing.”Qiongshing menunduk sopan, tetapi matanya tak lepas dari Permaisuri Junsu. Ia segera memalingkan wajah dan hendak mundur keluar ruangan, tak ingin terlihat lancang atau menyela kebersamaan pasangan utama istana.Namun, sebelum ia bisa berbalik sepenuhnya, suara Junsu terdengar, tenang, tetapi penuh selidik.“Kedatanganmu pasti membawa kabar penting, bukan begitu, Qiongshing?” ucapnya dengan senyum tipis. “terlebih, k
"Nyonya, tadi pagi Tuan Gu Yu Yong datang,” ungkap Xiumei hati-hati sembari menyisir pelan rambut Jiali. Xiumei terdiam menunggu Jiali berkomentar lalu meletakkan sisir giok di meja. “Nyonya, katanya ... Yang Mulia Kaisar memerintahkan Yang Mulia kembali ke istana untuk persiapan pernikahan,” lanjut Xiumei ragu.Tetap tidak ada reaksi dari Jiali.Xiumei menelan ludah, lalu melanjutkan, “Tuan Gu juga bilang, kalau Nyona tak ingin ikut ... itu tidak apa. Yang Mulia tidak memaksa.”Diam. Hening yang menggantung seolah membuat waktu terhenti.Xiumei mulai panik dalam hati. Ia takut Jiali akan meledak, meneriaki, memecahkan cermin, atau kembali menghilang seperti sebelumnya. Namun, Jiali hanya menoleh perlahan, menatap Xiumei dalam-dalam.“Bersiaplah,” ucapnya mantap. “Aku akan ikut tinggal di istana. Aku akan menemui ayah untuk berpamitan.”Xiumei menegang. Tangannya refleks meremas sisi jubahnya sendiri. Entah mengapa Xiumei berharap Nyonya-nya itu berteriak, menangis, membalikkan meja
Langit belum sepenuhnya gelap ketika Yuwen kembali ke kediaman keluarga Han. Jejak langkahnya terlihat cepat, seolah berharap dirinya sampai sebelum semuanya terlambat.Begitu melewati lorong panjang menuju kamar Jiali, pandangannya langsung tertarik pada sosok di kejauhan. Istrinya tampak duduk sendiri di dalam gajebo yang terletak di tengah taman kecil, dikelilingi semak dan pohon-pohon muda yang sedang merekah. Bahunya merunduk, dan dari tempatnya berdiri, Yuwen bisa melihat betapa kosongnya sorot mata Jiali. Ia tidak pernah melihat Jiali seperti itu sebelumnya. Yuwen hendak kembali melangkah, tetapi lengannya ditarik oleh seseorang. Yuwen menoleh.“Jangan dekati dia dulu,” ujar Dunrui.Ayah mertuanya berdiri di sisinya, pandangannya lurus ke arah gajebo. Di belakangnya, Xiumei berdiri menunduk, membawa baki berisi mangkuk kecil dan semangkuk bubur hangat yang mulai kehilangan uap.“Dia baru kembali tadi sore. Tak bilang apa-apa soal ke mana perginya,” lanjut Dunrui pelan, sepert
“Yang Mulia, kamar sudah disiapkan. Yang Mulia sudah bisa beristirahat,” ujar Yu Yong yang muncul dari arah selatan kediaman Keluarga Han.Yuwen tidak menjawab, hanya mengangkat dagu ke arah kursi kosong di depannya. “Duduklah. Temani aku minum.”Tanpa banyak tanya, Yu Yong duduk. Yuwen mengambil cawan kosong dan menuangkannya penuh, lalu dengan tenang mengisi cawan miliknya yang nyaris kering.“Katanya malam ini, aku tidak memiliki Istri,” lanjut Yuwen sambil menatap permukaan arak.“Yang Mulia, hamba dengar dari Xiumei, Nyonya menyukai—”“Sebaiknya kau tidak menikah,” potong Yuwen memutar cawan di jemari lantas meneguk isinya hingga tak bersisa.“Mohon ampun Yang Mulia, tapi hba rasa sepertinya lebih baik Yang Mulia mulai membujuk nyonya,” sarannya.Yuwen memiringkan kepala, menatap Yu Yong dengan mata setengah menyipit lalu tertawa pelan. “Aku? Membujuknya?”Yu Yong terdiam. Belakangan ini, Yu Yong lega karena sepertinya Yuwen mulai membuka diri. Meskipun Yuwen masih mencurigai Jia
Semua orang waspada ketika sosok berpakaian hitam melompat turun dari plafon lalu mendarat tanpa suara di depan mereka. Wajahnya tersembunyi di balik topeng kain hitam yang hanya menyisakan sorot matanya saja.Yu Yong langsung melangkah maju. Pedangnya dicabut ketika lelaki bertopeng itu mengangkat tangan lantas melepas penutup wajahnya.Topeng hitam itu jatuh ke lantai. Semua terdiam.Jiali membeku seolah seluruh dunia berhenti berputar.“Yuwen?” bisiknya nyaris tak terdengar.Mata mereka bertemu. Tak ada senyum dan tentu saja akan ada yang menuntut penjelasan pada akhirnya. Yuwen menyapu pandangannya ke seluruh ruangan sebelum berhenti pada Qilan sementara Qilan maju mendekat lantas tersenyum. “Baiklah, aku rasa semua sudah lengkap. Jadi, mari ikut aku.”Mei Qilan berbalik pergi meninggalkan keheningan canggung. Tak seorang pun bergerak, hingga akhirnya Yuwen mendahului langkah, menyusulnya tanpa berkata sepatah kata pun.Jiali menatap punggung suaminya yang menjauh, dadanya sesak