Home / Romansa / Kembalinya Sang Pangeran / Bab 03. Si Iblis Buruk Rupa

Share

Bab 03. Si Iblis Buruk Rupa

Author: Ine Time
last update Huling Na-update: 2024-12-31 15:31:44

Mendengar namanya dipanggil, Yuwen menghampiri dengan penasaran. Ia menurunkan ujung pedang penjaga dengan telunjuknya lantas menatap wanita yang berada di hadapan penjaga.

Penjaga tampak terkejut lantas membuka diri, membiarkan Yuwen maju. Wanita itu terkejut, mundur selangkah, mata lekat menatap Yuwen.

"Katakan, untuk apa seorang pelayan sepertimu mencari Pangeran Kedua?" ulangnya.

Jiali terdiam sesaat, warna merah menyebar di wajahnya yang tersembunyi dibalik cadar. "P-pelayan? Aku?" Jiali mundur, seolah kata-kata itu adalah cambuk yang menyentuh kulitnya. "Kamu memanggilku pelayan?"

Cepat Jiali menganalisa penampilan lawan bicaranya. Sepatunya hitam tinggi sampai betis dengan sol tebal dan plakat besi di bagian depan. Pakaiannya tampak mahal. Jiali tahu kualitas kain yang dikenakannya sangat tinggi. Motif naga terukir di lengan. Ornamen di tengah ikat kepalanya bukan besi biasa, melainkan lempengan dengan ukiran burung Phoenix di bagian depan.

Wajahnya simetris, dengan rahang tegas, hidung mancung, serta alis tebal yang memberi kesan tajam. Matanya yang gelap memancarkan karisma, sementara bibirnya yang tipis sering terlihat membentuk senyum percaya diri. Struktur tulang yang menonjol, memperkuat kesan maskulin elegan.

Dari semua penilaian ini, Jiali tahu pria yang ada di hadapannya bukan golongan prajurit tingkat rendah. Pria ini pasti punya kasta yang tinggi. Bahkan prajurit yang menghadang Jiali pun tampak sangat menghormatinya.

Mata Jiali mengerjap ketika Yuwen mengarahkan telunjuknya dengan dingin, melintasi tubuh Jiali dari kepala hingga kaki. "Pakaianmu sama dengan mereka," jawabnya sambil menunjuk para pelayan yang sibuk membawa hidangan di kejauhan.

Cepat Jiali memutar otak. "Aku Jiali, Han Jiali," ujarnya dengan cepat, berusaha menegaskan statusnya. "Ayahku—Han Dunrui—mungkin kamu pernah mendengar namanya? Dia terkenal seperti Kaisar Tao di negeri ini. Jangan buat aku kesulitan, katakan siapa namamu? Setelah aku berbicara dengan Pangeran Kedua, aku pastikan dia akan memberimu hadiah besar!" gertaknya berharap lawan bicaranya mau mengalah.

Yuwen menatapnya dengan dingin. "Hadiah? Untuk apa kamu mencari Pangeran Kedua?"

Kesal dan tahu bahwa pria ini bukan seseorang yang mudah dibujuk, Jiali mengubah intonasi bicaranya lebih lembut. "Aku tidak bisa memberitahumu, hanya Pangeran Kedua boleh tahu.”

Salah satu penjaga hendak berbicara, tetapi Yuwen mengangkat tangan, memberi tanda agar mereka tetap diam. Matanya tetap menatap Jiali, penuh perhitungan.

"Kalau begitu aku pergi," kata Yuwen, berbalik tubuh seolah ingin melangkah pergi.

Cepat Jiali menarik lengan Yuwen. "Kamu bicara seolah sangat dekat dengan Pangeran Kedua. Apa kamu pengawalnya? Yu Yong? Gu Yu Yong, ‘kan?" tebaknya penuh harap.

Yuwen menepis tangan Jiali dengan gesit. "Selain undangan berplakat emas, tidak ada yang boleh masuk ke aula utama," jawabnya singkat.

Jiali mendengus pelan, mencoba menenangkan diri, tetapi jantungnya berdegup kencang. "Yu Yong ... Kakak Gu ... Kamu tahu, aku akan menikah dengan Pangeran Kedua. Sebentar lagi aku akan menjadi bagian dari keluarga kerajaan. Bukankah begitu?"

“Kenapa aku harus percaya kalau kau adalah putri dari saudagar Han?”

Jiali mendekatkan wajah lantas menyibak cadar lantas tersenyum. “Lihat, ini aku, Han Jiali!”

Wajah Jiali terkesan lembut dan ceria. Mata besar dan bulatnya memancarkan ekspresi semangat. Hidungnya kecil dan ramping, seimbang dengan bibirnya yang penuh dengan bentuk yang alami. Kulitnya cerah dan halus. 

Yuwen memang belum pernah bertemu dengan putri saudagar Han yang akan menjadi istrinya kelak, tetapi dilihat dari perawatan wajah dan kulit, sepertinya wanita ini tidak berbohong.

"Lalu?" Yuwen menatapnya lebih tajam, tidak menunjukkan ketertarikan sedikit pun pada cerita itu.

“Lihat, aku punya plakat resmi!” debatnya tidak mau kalah.

“Kau bisa saja mencurinya?”

“Mencuri? Aku? Mencuri?” Jiali diam sejenak, kalau tebakannya benar, berarti lelaki ini adalah tangan kanan Pangeran Kedua dan mendebatnya adalah satu kesalahan. “Kakak Gu,” ucapnya lebih lembut, "aku mohon, kamu pasti tahu di mana Pangeran Kedua berada. Aku harus bicara dengannya.”

"Bicaralah. Utarakan urusanmu padaku."

Jiali menatap Yuwen coba menilai apakah bisa mempercayai pria ini. "Aku mohon, aku ingin mengatakannya langsung. Ini tentang pernikahan kami. Kamu mengerti, bukan?" Jiali memohon, suaranya hampir terdengar putus asa.

"Pernikahan?" Yuwen mengangkat alisnya, ekspresi dingin di wajahnya sedikit mencair.

"Ya. Kamu pasti tahu, dalam lima hari kami akan menikah. Kami belum pernah bertemu sebelumnya. Ada banyak hal yang ingin kubicarakan dengannya," katanya dengan bibir gemetar.

"Kalau begitu, katakanlah," ujar Yuwen menuntut.

Jiali menggelengkan kepala, wajahnya tampak lebih cemas. "Tidak bisa! Aku hanya ingin berbicara langsung! Jangan cegah aku, aku mohon!"

"Jiali!" 

Suara keras yang memanggil membuat keduanya menoleh bersamaan. Pupil mata Jiali melebar ketika tebakannya tentang pemilik suara itu muncul dari kejauhan, ternyata benar. Meski sangat merindukan Yunqin, tetapi kedatangannya ke istana adalah untuk mencari Yuwen. Bukan yang lain.

Tanpa peringatan, entah mengapa tiba-tiba Jiali menarik tangan Yuwen, membawanya berlari melintasi kerumunan pelayan yang sibuk, menuju koridor panjang kemudian berbelok masuk ke sebuah gudang penyimpanan makanan yang sepi.

"Aku rasa mereka sudah pergi," kata Yuwen sambil mengintip dari celah pintu. Matanya tajam, penuh kewaspadaan.

"Benarkah?" Jiali bertanya, rasa takut jelas terlihat di wajahnya. “Syukurlah kalau begitu,” lanjutnya berusaha menstabilkan deru napasnya.

"Aku rasa kedatanganmu ke istana adalah untuk mengacau," tebak Yuwen bersuara datar.

"Tidak! Aku hanya ingin bertemu dengan Qing Yuwen!" teriak Jiali, wajahnya memerah karena frustrasi. Nada bicaranya yang emosional malah membuat Yuwen mengangkat sebelah alisnya dan Jiali sadar itu pertanda buruk. "Aku tidak bermaksud kurang ajar, maksudku, aku ingin berbicara dengan Yang Mulia Pangeran Kedua Qing Yuwen," ucapnya cepat-cepat meralat.

"Aku sudah katakan, bicaralah." Yuwen bersikeras.

Jiali menyeka dari lantas menarik cadarnya. "Kakak Gu, apakah ada yang pernah bilang kalau kamu itu menyebalkan?"

Yuwen diam sejenak. “Oh, ya? Kita lihat apakah sikap kurang ajar itu bisa membawamu keluar dari paviliun utama tanpa masalah!” balasnya dingin.

Mata Jiali menyipit, nyalinya lenyap. Ia menarik tangan Yuwen dengan panik. "Kakak Gu, jangan seperti itu. Kelak, emm, kelak aku akan menjadi istri Pangeran Kedua. Nantinya Kakak bisa saja kesulitan," katanya, hampir berbisik.

"Kamu mengancamku?" Yuwen memandang Jiali, menuntut jawaban.

"Tidak, tidak, tidak!" Jiali cepat-cepat meralat. Takut dan kesal melebur jadi satu dalam dadanya. "Mana mungkin aku berani mengancam pengawal Pangeran Kedua." Jiali membuka pintu dengan hati-hati, memastikan tak ada orang di luar. "Sudah sepi, apa sebaiknya kita pergi dari sini?" bisiknya.

Yuwen diam sejenak. Bisa saja ia meninggalkan Jiali sendirian, tetapi mengingat wanita itu akan menjadi istrinya dalam lima hari ke depan, masalah yang bisa menimpa Jiali akan membuatnya kesulitan juga.

"Ikuti aku," perintah Yuwen menarik tangan Jiali keluar dari gudang. 

Mereka melangkah cepat, hingga akhirnya tiba di taman yang gelap dan sunyi. Bahkan suara gemerisik daun membuat suasana semakin mencekam.

"Kakak Gu, kita berjalan di jalur yang benar, kan?" Jiali bertanya, merapatkan tubuhnya. "Kamu tinggal di dekat perbatasan, jauh di sebelah gunung Fuxie. Apa kamu benar-benar tahu jalan di istana ini?" tanyanya lagi.

"Kalau kamu tidak percaya padaku maka pergilah sendiri," jawab Yuwen tanpa menoleh.

Jiali diam karena tahu ia tidak punya pilihan. Amarah yang sedari tadi membara di dadanya, dibiarkan tetap bercokol di sana.

"Tunggu di sini," titah Yuwen tiba-tiba.

"Baik." Langkah termasuk napas Jiali seolah terhenti.

Yuwen melangkah menuju dinding yang tertutup semak dan tanaman rambat. Ia menarik akar-akar yang menyelimuti pintu tersembunyi, lalu menatap Jiali dengan mata penuh perhitungan.

"Kemarilah," perintahnya.

Jiali mengikuti dengan ragu. Ketika matanya menangkap pintu rahasia itu, ia terbelalak. "I-ini? Sungguh pintu rahasia?"

"Kamu akan keluar melalui bagian selatan istana."

"Baik, terima kasih Kakak. Aku tidak akan melupakan jasamu." Jiali berusaha membuka pintu dengan penuh harapan, tepat ketika Yuwen menghentikannya.

"Apa yang sebenarnya ingin kamu katakan kepada Pangeran Kedua?"

"Aku sudah bilang, aku tidak bisa mengatakannya."

Suara pedang berdesing tajam membuat darah Jiali membeku. Ia hampir pingsan ketika pedang dingin dan mematikan itu menempel di lehernya..

"Katakan."

"Ba-baik, aku akan katakan."

Jiali mengusap lehernya, ketakutan masih terasa meski pedang itu telah ditarik dan disarungkan kembali.

"Katakan."

"Aku ... aku seharusnya yang menikah hari ini dengan Kakak Yunqin. Kami sudah bersama lama, tapi ….”

“Tapi?”

“Tidak tahu kenapa, semuanya berubah.” 

"Jadi, kamu tidak ingin menikah dengan Pangeran Kedua? Kenapa?" Yuwen mendesak. Jiali terdiam, takut mengungkapkan kebenaran. Jika ia berkata jujur, ia yakin pedang itu akan segera merobek lehernya. "Katakan!"

"Ba-baiklah! Aku tidak mau menikahi pria mengerikan seperti Pangeran Kedua." Tanpa sadar, Yuwen memukul dinding di sebelahnya dengan keras hingga Jiali terperanjat takut. "Aku sudah bilang, kamu pasti marah!"

Yuwen menarik napas dalam-dalam, menatap Jiali dengan serius. "Apa yang kamu tahu tentang Pangeran Kedua?"

“Kamu tahu apa julukannya? Apa?” Jiali mengangkat jarinya, lalu menggoreskan tanda dari ujung dahi ke ujung dagu. "Kakak pikir, pria seperti apa yang memiliki luka mengerikan di wajahnya? Iblis! Itu adalah julukannya. Belum lagi dia memiliki empat selir yang tinggal dalam satu karesidenan kecil. Aku tidak suka hidup di dalam konflik, " tambah Jiali jujur. 

"Lalu kenapa kamu menerima perjodohan ini?"

Jiali melepaskan desahan panjang, coba menenangkan dirinya. "Apa yang bisa aku lakukan? Aku hanya harus menurut pada kaisar dan ayahku. Kau tahu, aku ingin sekali membatalkan pernikahan tanpa membuat ayahku dalam kesulitan. Makanya aku ingin bertemu pangeran kedua.”

"Apa kamu pikir dengan bertemu pangeran kedua, dia akan membantumu?"

Jiali mengangguk, tersenyum lebar, lalu meraih tangan Yuwen, menggenggamnya erat. "Tentu! Kalau memang aku tidak bisa menemuinya, bisakah Kakak menyampaikan pada Pangeran, lebih baik jika pernikahan itu dibatalkan? Aku yakin ada putri yang lebih pantas mendampingi Pangeran. Kakak akan membujuknya, 'kan?"

Yuwen menepis tangan Jiali dengan tegas. "Itu tidak masuk akal."

"Tentu masuk akal dan itu adalah jalan terbaik!" Jiali mencondongkan wajahnya ke arah Yuwen. "Lihat, lihatlah wajahku! Aku tidak cantik, Pangeran pasti malu memiliki istri sepertiku."

Yuwen ikut mencondongkan wajahnya lebih dekat ke Jiali. "Bukankah kamu yang bilang kalau Pangeran Kedua itu pria jelek? Tidak ada alasan bagi Pangeran untuk malu bersanding denganmu."

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Kaugnay na kabanata

  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 04. Darah di Atas Amarah.

    Yuwen menyesal karena tidak langsung meninggalkan istana. Seharusnya ia pergi saja bersama Jiali melalui pintu rahasia lalu mencari penginapan. Di ujung Koridor yang diterangi lentera merah menyala, Yunqin berdiam, tampak memang sedang menunggu Yuwen. Langkah-langkah berat terdengar mendekat. Pakaian pernikahan merah Yunqin memantulkan cahaya lentera, memperlihatkan sulaman naga emas yang berkilau seperti api. Sosoknya terlihat sempurna dalam balutan gaun itu, tetapi wajahnya yang tegang dan mata yang menyala marah menunjukkan kesan berbanding terbalik.."Di mana Jiali?” Pertanyaan Yunqin bisa langsung ditebak Yuwen. Tentu saja Yunqin melihatnya bersama Jiali..“Dia akan menjadi istriku. Tidak ada salahnya kami saling mengenal.”Kata-kata itu seperti pukulan telak bagi Yunqin. Yunqin sadar tidak ada kekeliruan dalam kalimat yang diucapkan Yuwen. “Aku tidak akan membiarkan itu terjadi!”Yuwen menatapnya.. "Yang Mulia, kembalilah ke aula utama. Semua tamu sedang menunggumu. Kau tidak s

    Huling Na-update : 2024-12-31
  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 05. Bayang-bayang Kekaisaran.

    "Angkat tanganmu! Lebih tinggi lagi!"Suara keras Dunrui memecah keheningan aula keluarga Han. Padahal pria tua itu terkenal akan pribadinya yang tenang dan bijaksana. Namun, apa yang terjadi kemarin telah mengubah air tenang menjadi badai.Xiumei, pelayan setia yang tak pernah meninggalkan sisi Jiali, tersungkur berlutut, menangis tersedu-sedu. Tangan mungilnya menggenggam ujung gaun sutra Han Dunrui dengan putus asa."Hamba mohon, Tuan! Jangan hukum Nona seperti ini. Semalaman Nona sudah berlutut tanpa makan ataupun minum. Nona hanya—""Tutup mulutmu, Xiumei!" bentak Dunrui, matanya menyala penuh amarah. Tubuhnya gemetaran karena ledakan emosi. "Dia tidak akan lolos begitu saja! Aku sudah bertanya baik-baik padanya, apakah dia mau hadir di upacara pernikahan, tapi apa? Dia malah mengacaukannya!” sentaknya dengan telunjuk teracung-acung ke udara.Jiali menunduk lebih dalam. Lututnya kebas karena terlalu lama berlutut. Bagaimanapun, Ia tidak berniat begitu, tetapi saat ini ayahnya tid

    Huling Na-update : 2025-02-10
  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 06. Ancaman.

    “Nona, kereta sudah datang,” ucap Xiumei dengan langkah tergesa masuk ke kamar Jiali. Namun, tatapan muram tuannya itu segera membungkam senyum kecil Xiumei. Tanpa banyak berkata, Xiumei mendekati Jiali, membantu gadis itu berdiri.Jiali diam, membiarkan jubah indah disampirkan pada bahunya. Sebuah kipas bulat turut disodorkan kepadanya. Tanpa ekspresi, Jiali menerima kipas itu, lantas menggunakannya untuk menutupi sebagian wajah.“Mari, Nona.”Langkah pertama keluar dari kamar begitu berat. Saat kakinya menyentuh lantai luar, Jiali berhenti, menoleh ke belakang. Pandangannya tampak sayu, hatinya ikut bertanya, Apa ini takdirku? Beginikah akhirnya hidupku?“Nona?”Panggilan Xiumei memecah lamunan. Jiali menarik napas panjang, memaksa dirinya mengangguk pelan lantas melangkah keluar rumah menuju gerbang kediaman keluarga Han. Tepat sebelum menaiki kereta pengantin, ia kembali menoleh ke belakang.Kenangan masa kecil, suara tawa di lorong-lorong rumah, dan kehangatan keluarganya berkele

    Huling Na-update : 2025-02-10
  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 07. Pernikahan Agung.

    Tabuhan genderang menggema di aula utama. Nyala lentera yang digantung di tiap pilar kayu berukir naga, memenuhi istana. Hamparan karpet merah menjulur dari altar besar hingga ke pintu gerbang aula sebagai perlambang jalan keberuntungan bagi pasangan yang akan memulai hidup baru bersama. “Ini hanya formalitas,” bisik Jiali pada dirinya sendiri, mencoba menenangkan hati yang bergejolak serta membujuk dirinya agar tidak terpukau oleh semua kemegahan, kemeriahan pesta pernikahan. Di ujung karpet, Qing Yuwen berdiri tegak dengan jubah pengantin pria berwarna merah marun. Hiasan tirai mutiara menggantung di mahkotanya menutupi sebagian wajahnya. Tidak hanya wajah, bahkan seluruh tubuhnya terasa tertutup, seolah ia menyembunyikan dirinya dari dunia. Jiali menatapnya dengan hati yang dipenuhi ketidakpastian. Seperti sebuah bayangan, Qing Yuwen hadir tanpa bisa digenggam oleh Jiali. Matanya tidak bisa menembus tirai mutiara yang membatasi mereka.Jiali memicingkan mata, mencoba melihat bag

    Huling Na-update : 2025-02-10
  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 08. Ambang Maut.

    Hembusan angin membawa aroma lembut bunga plum sekaligus satu kenangan yang terkubur jauh di sudut hati Jiali. Bayang akan dahan-dahan penuh dengan bunga putih mengalir ke dalam pikirannya. Di detik itu seakan-akan ia kembali ke memori masa kecilnya.Itu adalah hari penentuan pertunangannya dengan Yunqin. Saat itu, Jiali masih berumur tujuh tahun. Tentunya belum mengerti bahwa takdirnya akan diikat dengan seorang pangeran mahkota penerus takhta. Semua orang di sekitarnya tersenyum, larut dalam kegembiraan yang terlalu besar untuk dipahami oleh seorang anak kecil. Ia gembira karena mengenakan gaun cantik pemberian sang ayah; berwarna seputih bunga-bunga yang mengelilingi taman tempat pesta digelar, juga ornamen emas dan giok terbaik."Jangan takut," kata seorang anak lelaki dengan suara lembut yang berdiri di depannya, mengenakan jubah merah dihiasi sulaman naga emas. Jiali mengangkat wajah, menatap Yunqin yang dipikirnya hanya seorang bocah sama sepertinya. Mata besar Jiali yang di

    Huling Na-update : 2025-02-10
  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 09. Luka Pertempuran.

    Tenda utama diterangi oleh cahaya temaram lentera. Bayangan api seolah melompat-lompat di permukaan kain tenda. Qing Yuwen duduk diam di atas bangku kayu, luka panjang di lengannya sedang dibersihkan dengan kain yang dibasahi ramuan herbal. Nampak jelas jejak kelelahan dalam matanya.Ia menarik napas dalam, lalu tersenyum kecut. Luka di lengannya memang perih, tetapi bukankah seharusnya ia sudah terbiasa dengan rasa sakit seperti ini? Dibandingkan semua pertempuran sudah berlalu, ini hanyalah luka kecil. Refleks tangannya yang bebas menyentuh punggung. Bekas luka besar yang sudah memudar, tetapi tetap meninggalkan jejak kasar di kulitnya teraba. Bekas luka itu adalah kenangan dari salah satu pertempuran terberat yang pernah ia jalani. Saat itu, pasukan kekaisaran terjebak di lembah sempit Baiyun. Mereka disergap oleh musuh yang jumlahnya jauh lebih besar. Qing Yuwen, yang saat itu masih berpangkat Jenderal Muda, memimpin sayap kanan pasukan, ia tahu prajuritnya mulai kehilangan pe

    Huling Na-update : 2025-02-11
  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 10. Mengikat Siasat.

    Di ruang kerjanya yang sunyi, Qing Yuwen melanjutkan lukisannya dengan gerakan tangan yang tegas dan terukur. Sesekali ia menatap coretan hitam yang mulai membentuk pemandangan pegunungan di atas kertas. Tanpa menoleh, ia mendengarkan laporan Yu Yong yang berdiri di sampingnya."Tabib sudah memeriksa Nyonya. Kondisinya stabil," kata Yu Yong, nadanya penuh kehati-hatian. "Yang Mulia, hamba sudah meminta tabib untuk turut memeriksa kondisi Yang Mulia.”Ujung alis Yuwen naik. “Apa yang salah denganku?”“Yang Mulia terluka oleh serangan Pangeran Mahkota dan para bandit, mana mungkin tidak ada yang salah.”Yuwen mengangkat tangannya. “Aku sudah mengobatinya.”“Yang Mulia—”“Aku rasa kedatanganmu ke sini, bukan bertujuan untuk membicarakan ini,” potong Yuwen.Yu Yong mengangguk. “Bandit yang kita lepaskan kembali ke markasnya di sebelah selatan Gunung Fuxie, ada seseorang yang mencurigakan, tetapi hamba tidak pernah melihatnya datang ke istana.”“Kalau begitu, ini akan semakin menarik. Teta

    Huling Na-update : 2025-02-11
  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 11. Mata-mata.

    Langkah cepat Xiumei terhenti oleh suara sepatu yang mendekat. “Yang Mulia!” serunya kaget langsung membungkuk dalam-dalam saat melihat siapa yang berdiri di hadapannya. Yuwen berdiri tegak dengan tangan menggenggam sebuah gulungan surat. Matanya tajam saat memandang Xiumei, membuat gadis itu gemetar. “Ini milikmu?” tanyanya sambil mengangkat surat tersebut. Walau hanya sekilas memandang Xiumei mengenali tulisan tangannya sendiri. Wajahnya memucat. Ia langsung bersimpuh, tubuhnya bergetar. “Hamba … tidak tahu bagaimana surat itu bisa sampai di tangan Yang Mulia,” katanya dengan suara kecil. “Tidak perlu tahu bagaimana,” jawab Yuwen dingin. “Kau seharusnya tahu peraturan. Surat keluar dari karesidenan ini harus memiliki capku. Tanpa izin, surat ini tidak boleh dikirimkan. Seharusnya majikanmu tahu hal ini!” “Hamba mohon ampun!” Xiumei menunduk lebih dalam, hampir menyentuh tanah. “Ini sepenuhnya kesalahan hamba. Nyonya sama sekali tidak tahu menahu soal surat ini.” Yuwen menaik

    Huling Na-update : 2025-03-19

Pinakabagong kabanata

  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 81. Diam dan Menonton Saja.

    “Sungguh? Aku menyebutnya begitu?” Xiumei mengangguk, “Apa … dia marah?”Kali ini Xiumei tidak berkomentar bahkan tidak memberikan reaksi apa-apa. Jiali mendesah, terdiam sesaat lalu melipat lengan di atas dada.“Ah, sudahlah, dia memang bedebah sialan. Seharusnya dia minta maaf padaku atau setidaknya menjelaskan tentang alasannya dia tidak mau membatalkan pernikahannya dengan Qilan. Xiumei, apa kau sudah mencari tahu siapa Mei Qilan?”Xiumei mengangguk kecil. Tangannya bergerak ke sisi pinggang, menarik selembar catatan kecil yang terselip rapi di balik ikat kainnya. Ia membukanya perlahan dan mulai membaca dengan suara pelan, tetapi jelas."Mei Qilan. Putri dari Klan Meiyang. Klan tua yang dulu dikenal sebagai pelindung utara kekaisaran. Dia adalah perempuan pertama yang diizinkan mengikuti pelatihan militer penuh di keluarga itu, tapi juga yang pertama diusir."Jiali mengangkat dagunya sedikit. "Kenapa?""Karena dia membentuk kelompok sendiri tanpa izin. Pasukan yang tidak tunduk p

  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 80. Aku Benci Kau Karena Aku Cinta Kau!

    “Nyonya ingin mandi dulu atau langsung beristirahat?” tanya Xiumei berjalan pelan ke sisi Jiali.Jiali tak menjawab. Ia duduk di kursi rias. Matanya kosong menatap ke depan.Xiumei melepaskan jepit-jepit di rambut Jiali, bertanya lagi, “Kudapan malam, Nyonya? Dapur menyiapkan sup kacang merah.”Masih tak ada suara.Xiumei menggigit bibir. Berpikir apakah Jiali masih syok karena tadi ikut melihat proses persalinan. Ia beringsut, mencoba menawarkan lagi, “Kalau begitu, hamba ambilkan teh hangat—”“Pergilah, Xiumei.” Suaranya pelan, tetapi cukup untuk membuat Xiumei membeku. Xiumei memberi hormat. “Baik, Nyonya.”Langkahnya perlahan menjauh, pintu ditutup tanpa suara.Jiali masih diam di tempat. Menatap ke arah cermin di hadapannya. Namun, refleksi yang tampak bukan pantulan bayang dirinya.Yang dilihatnya adalah wajah Zili. Mata lelaki itu basah oleh rasa takut kehilangan, mencengkeram kedua tangan Qing An seolah dunia runtuh bila istrinya pergi.Hati Jiali bertanya. Apakah Yuwen akan

  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 79. Tangan Yang Tidak Bisa Menggenggam.

    Qiongshing tiba kamar Kaisar, tapi di ambang pintu langkahnya tertahan karena matanya menangkap sosok lain selain sang Kaisar.Permaisuri Wei Junsu tengah duduk anggun di sisi tempat tidur, menatap tabib yang sedang meracik ramuan di mangkuk porselen. Kaisar sendiri bersandar lemah di bantal, wajahnya pucat, dahi sedikit basah oleh peluh.Qiongshing berdiri diam. Belum sempat ia mengucapkan salam atau pertanyaan apapun, suara serak Kaisar memecah keheningan.“Aku tidak apa-apa,” ucapnya pelan, seolah memahami apa yang terlintas di benak Qiongshing. “hanya sedikit pusing.”Qiongshing menunduk sopan, tetapi matanya tak lepas dari Permaisuri Junsu. Ia segera memalingkan wajah dan hendak mundur keluar ruangan, tak ingin terlihat lancang atau menyela kebersamaan pasangan utama istana.Namun, sebelum ia bisa berbalik sepenuhnya, suara Junsu terdengar, tenang, tetapi penuh selidik.“Kedatanganmu pasti membawa kabar penting, bukan begitu, Qiongshing?” ucapnya dengan senyum tipis. “terlebih, k

  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 78. Tinggal Sekamar, Tapi Terpisah.

    "Nyonya, tadi pagi Tuan Gu Yu Yong datang,” ungkap Xiumei hati-hati sembari menyisir pelan rambut Jiali. Xiumei terdiam menunggu Jiali berkomentar lalu meletakkan sisir giok di meja. “Nyonya, katanya ... Yang Mulia Kaisar memerintahkan Yang Mulia kembali ke istana untuk persiapan pernikahan,” lanjut Xiumei ragu.Tetap tidak ada reaksi dari Jiali.Xiumei menelan ludah, lalu melanjutkan, “Tuan Gu juga bilang, kalau Nyona tak ingin ikut ... itu tidak apa. Yang Mulia tidak memaksa.”Diam. Hening yang menggantung seolah membuat waktu terhenti.Xiumei mulai panik dalam hati. Ia takut Jiali akan meledak, meneriaki, memecahkan cermin, atau kembali menghilang seperti sebelumnya. Namun, Jiali hanya menoleh perlahan, menatap Xiumei dalam-dalam.“Bersiaplah,” ucapnya mantap. “Aku akan ikut tinggal di istana. Aku akan menemui ayah untuk berpamitan.”Xiumei menegang. Tangannya refleks meremas sisi jubahnya sendiri. Entah mengapa Xiumei berharap Nyonya-nya itu berteriak, menangis, membalikkan meja

  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 77. Dalam Diam.

    Langit belum sepenuhnya gelap ketika Yuwen kembali ke kediaman keluarga Han. Jejak langkahnya terlihat cepat, seolah berharap dirinya sampai sebelum semuanya terlambat.Begitu melewati lorong panjang menuju kamar Jiali, pandangannya langsung tertarik pada sosok di kejauhan. Istrinya tampak duduk sendiri di dalam gajebo yang terletak di tengah taman kecil, dikelilingi semak dan pohon-pohon muda yang sedang merekah. Bahunya merunduk, dan dari tempatnya berdiri, Yuwen bisa melihat betapa kosongnya sorot mata Jiali. Ia tidak pernah melihat Jiali seperti itu sebelumnya. Yuwen hendak kembali melangkah, tetapi lengannya ditarik oleh seseorang. Yuwen menoleh.“Jangan dekati dia dulu,” ujar Dunrui.Ayah mertuanya berdiri di sisinya, pandangannya lurus ke arah gajebo. Di belakangnya, Xiumei berdiri menunduk, membawa baki berisi mangkuk kecil dan semangkuk bubur hangat yang mulai kehilangan uap.“Dia baru kembali tadi sore. Tak bilang apa-apa soal ke mana perginya,” lanjut Dunrui pelan, sepert

  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 76. Jiali Jiejie.

    “Yang Mulia, kamar sudah disiapkan. Yang Mulia sudah bisa beristirahat,” ujar Yu Yong yang muncul dari arah selatan kediaman Keluarga Han.Yuwen tidak menjawab, hanya mengangkat dagu ke arah kursi kosong di depannya. “Duduklah. Temani aku minum.”Tanpa banyak tanya, Yu Yong duduk. Yuwen mengambil cawan kosong dan menuangkannya penuh, lalu dengan tenang mengisi cawan miliknya yang nyaris kering.“Katanya malam ini, aku tidak memiliki Istri,” lanjut Yuwen sambil menatap permukaan arak.“Yang Mulia, hamba dengar dari Xiumei, Nyonya menyukai—”“Sebaiknya kau tidak menikah,” potong Yuwen memutar cawan di jemari lantas meneguk isinya hingga tak bersisa.“Mohon ampun Yang Mulia, tapi hba rasa sepertinya lebih baik Yang Mulia mulai membujuk nyonya,” sarannya.Yuwen memiringkan kepala, menatap Yu Yong dengan mata setengah menyipit lalu tertawa pelan. “Aku? Membujuknya?”Yu Yong terdiam. Belakangan ini, Yu Yong lega karena sepertinya Yuwen mulai membuka diri. Meskipun Yuwen masih mencurigai Jia

  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 75. Kenangan Semanis Cabai.

    Semua orang waspada ketika sosok berpakaian hitam melompat turun dari plafon lalu mendarat tanpa suara di depan mereka. Wajahnya tersembunyi di balik topeng kain hitam yang hanya menyisakan sorot matanya saja.Yu Yong langsung melangkah maju. Pedangnya dicabut ketika lelaki bertopeng itu mengangkat tangan lantas melepas penutup wajahnya.Topeng hitam itu jatuh ke lantai. Semua terdiam.Jiali membeku seolah seluruh dunia berhenti berputar.“Yuwen?” bisiknya nyaris tak terdengar.Mata mereka bertemu. Tak ada senyum dan tentu saja akan ada yang menuntut penjelasan pada akhirnya. Yuwen menyapu pandangannya ke seluruh ruangan sebelum berhenti pada Qilan sementara Qilan maju mendekat lantas tersenyum. “Baiklah, aku rasa semua sudah lengkap. Jadi, mari ikut aku.”Mei Qilan berbalik pergi meninggalkan keheningan canggung. Tak seorang pun bergerak, hingga akhirnya Yuwen mendahului langkah, menyusulnya tanpa berkata sepatah kata pun.Jiali menatap punggung suaminya yang menjauh, dadanya sesak

  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 74. Belati Bidadari.

    “Untuk apa dia menyimpan belati itu? Apa bagusnya? Menyebalkan!”Xiumei yang sedang menyisir rambut tuannya, menahan senyum gugup. “Penarinya ... memang memukau, Nyonya. Mungkin Yang Mulia ingin menghargai sebuah karya seni dengan menyimpan satu kenang-kenangan.”Jiali mendengus. “Menghargai karya seni? Kenang-kenangan? Seharusnya dia memuji musikus, bukan menerima pemberian dari wanita bercadar yang menari ingin menggoda dia!”Xiumei mengatupkan mulut, sadar jawaban itu bukan untuk dibantah.“Kita mungkin akan tinggal lebih lama di ibu kota,” ucap Yuwen yang masuk tiba-tiba ke kamar Jiali lalu melepas jubah luar dan memberikannya pada Yu Yong yang mengekor di belakangnya. “ada beberapa hal yang ingin aku cari tahu,” sambungnya.“Apa? Tentang penari itu?”Yuwen tak langsung menjawab. Ia menatap Jiali lalu berjalan mendekat kemudian duduk di sisi tempat duduknya. “Aku belum sempat mengatakan apa-apa, tapi kau merasa ada yang aneh darinya juga, kan?”Jiali menyilangkan tangan di dada, m

  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 73. Kesepakatan.

    “Kalian gagal dan masih berani ingin bertemu aku?”Di hadapannya, seorang perempuan berdiri santai. Rambut panjangnya dikepang rapi, dengan beberapa helai tergerai menggoda. Balutan pakaian hitam pas badan menonjolkan sisi menggoda yang ia milik. Parasnya terbilang secantik para bidadari dengan tatapan tajam juga tegas. Dikenal sebagai wanita yang bergerak seperti angin dan lihai memainkan pedang. Dialah Mei Qilan. “Aku sudah memperingatkanmu, Putri Sun,” ucapnya, “targetmu bukan wanita biasa. Dia adalah istri dari jenderal perang, pangeran kedua kerajaan ini. Kau pikir seseorang seperti itu akan mudah dijatuhkan?”Li Wei mengepalkan tangan, nadinya tampak berdenyut marah. “Aku membayarmu untuk menyelesaikan masalahku!”Qilan tersenyum tipis. “Kau membayar untuk keahlian kami, bukan untuk keajaiban. Kami bukan dewa.”Li Wei hendak membentak lagi, tetapi Qilan mengangkat satu jari. Gerakannya tenang, penuh peringatan.“Satu hal yang perlu kau pahami, Putri,” lanjutnya. “kami bukan or

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status