Home / Romansa / Kembalinya Sang Pangeran / Bab 03. Si Iblis Buruk Rupa

Share

Bab 03. Si Iblis Buruk Rupa

Author: Ine Time
last update Last Updated: 2024-12-31 15:31:44

Mendengar namanya dipanggil, Yuwen menghampiri dengan penasaran. Ia menurunkan ujung pedang penjaga dengan telunjuknya lantas menatap wanita yang berada di hadapan penjaga.

Penjaga tampak terkejut lantas membuka diri, membiarkan Yuwen maju. Wanita itu terkejut, mundur selangkah, mata lekat menatap Yuwen.

"Katakan, untuk apa seorang pelayan sepertimu mencari Pangeran Kedua?" ulangnya.

Jiali terdiam sesaat, warna merah menyebar di wajahnya yang tersembunyi dibalik cadar. "P-pelayan? Aku?" Jiali mundur, seolah kata-kata itu adalah cambuk yang menyentuh kulitnya. "Kamu memanggilku pelayan?"

Cepat Jiali menganalisa penampilan lawan bicaranya. Sepatunya hitam tinggi sampai betis dengan sol tebal dan plakat besi di bagian depan. Pakaiannya tampak mahal. Jiali tahu kualitas kain yang dikenakannya sangat tinggi. Motif naga terukir di lengan. Ornamen di tengah ikat kepalanya bukan besi biasa, melainkan lempengan dengan ukiran burung Phoenix di bagian depan.

Wajahnya simetris, dengan rahang tegas, hidung mancung, serta alis tebal yang memberi kesan tajam. Matanya yang gelap memancarkan karisma, sementara bibirnya yang tipis sering terlihat membentuk senyum percaya diri. Struktur tulang yang menonjol, memperkuat kesan maskulin elegan.

Dari semua penilaian ini, Jiali tahu pria yang ada di hadapannya bukan golongan prajurit tingkat rendah. Pria ini pasti punya kasta yang tinggi. Bahkan prajurit yang menghadang Jiali pun tampak sangat menghormatinya.

Mata Jiali mengerjap ketika Yuwen mengarahkan telunjuknya dengan dingin, melintasi tubuh Jiali dari kepala hingga kaki. "Pakaianmu sama dengan mereka," jawabnya sambil menunjuk para pelayan yang sibuk membawa hidangan di kejauhan.

Cepat Jiali memutar otak. "Aku Jiali, Han Jiali," ujarnya dengan cepat, berusaha menegaskan statusnya. "Ayahku—Han Dunrui—mungkin kamu pernah mendengar namanya? Dia terkenal seperti Kaisar Tao di negeri ini. Jangan buat aku kesulitan, katakan siapa namamu? Setelah aku berbicara dengan Pangeran Kedua, aku pastikan dia akan memberimu hadiah besar!" gertaknya berharap lawan bicaranya mau mengalah.

Yuwen menatapnya dengan dingin. "Hadiah? Untuk apa kamu mencari Pangeran Kedua?"

Kesal dan tahu bahwa pria ini bukan seseorang yang mudah dibujuk, Jiali mengubah intonasi bicaranya lebih lembut. "Aku tidak bisa memberitahumu, hanya Pangeran Kedua boleh tahu.”

Salah satu penjaga hendak berbicara, tetapi Yuwen mengangkat tangan, memberi tanda agar mereka tetap diam. Matanya tetap menatap Jiali, penuh perhitungan.

"Kalau begitu aku pergi," kata Yuwen, berbalik tubuh seolah ingin melangkah pergi.

Cepat Jiali menarik lengan Yuwen. "Kamu bicara seolah sangat dekat dengan Pangeran Kedua. Apa kamu pengawalnya? Yu Yong? Gu Yu Yong, ‘kan?" tebaknya penuh harap.

Yuwen menepis tangan Jiali dengan gesit. "Selain undangan berplakat emas, tidak ada yang boleh masuk ke aula utama," jawabnya singkat.

Jiali mendengus pelan, mencoba menenangkan diri, tetapi jantungnya berdegup kencang. "Yu Yong ... Kakak Gu ... Kamu tahu, aku akan menikah dengan Pangeran Kedua. Sebentar lagi aku akan menjadi bagian dari keluarga kerajaan. Bukankah begitu?"

“Kenapa aku harus percaya kalau kau adalah putri dari saudagar Han?”

Jiali mendekatkan wajah lantas menyibak cadar lantas tersenyum. “Lihat, ini aku, Han Jiali!”

Wajah Jiali terkesan lembut dan ceria. Mata besar dan bulatnya memancarkan ekspresi semangat. Hidungnya kecil dan ramping, seimbang dengan bibirnya yang penuh dengan bentuk yang alami. Kulitnya cerah dan halus. 

Yuwen memang belum pernah bertemu dengan putri saudagar Han yang akan menjadi istrinya kelak, tetapi dilihat dari perawatan wajah dan kulit, sepertinya wanita ini tidak berbohong.

"Lalu?" Yuwen menatapnya lebih tajam, tidak menunjukkan ketertarikan sedikit pun pada cerita itu.

“Lihat, aku punya plakat resmi!” debatnya tidak mau kalah.

“Kau bisa saja mencurinya?”

“Mencuri? Aku? Mencuri?” Jiali diam sejenak, kalau tebakannya benar, berarti lelaki ini adalah tangan kanan Pangeran Kedua dan mendebatnya adalah satu kesalahan. “Kakak Gu,” ucapnya lebih lembut, "aku mohon, kamu pasti tahu di mana Pangeran Kedua berada. Aku harus bicara dengannya.”

"Bicaralah. Utarakan urusanmu padaku."

Jiali menatap Yuwen coba menilai apakah bisa mempercayai pria ini. "Aku mohon, aku ingin mengatakannya langsung. Ini tentang pernikahan kami. Kamu mengerti, bukan?" Jiali memohon, suaranya hampir terdengar putus asa.

"Pernikahan?" Yuwen mengangkat alisnya, ekspresi dingin di wajahnya sedikit mencair.

"Ya. Kamu pasti tahu, dalam lima hari kami akan menikah. Kami belum pernah bertemu sebelumnya. Ada banyak hal yang ingin kubicarakan dengannya," katanya dengan bibir gemetar.

"Kalau begitu, katakanlah," ujar Yuwen menuntut.

Jiali menggelengkan kepala, wajahnya tampak lebih cemas. "Tidak bisa! Aku hanya ingin berbicara langsung! Jangan cegah aku, aku mohon!"

"Jiali!" 

Suara keras yang memanggil membuat keduanya menoleh bersamaan. Pupil mata Jiali melebar ketika tebakannya tentang pemilik suara itu muncul dari kejauhan, ternyata benar. Meski sangat merindukan Yunqin, tetapi kedatangannya ke istana adalah untuk mencari Yuwen. Bukan yang lain.

Tanpa peringatan, entah mengapa tiba-tiba Jiali menarik tangan Yuwen, membawanya berlari melintasi kerumunan pelayan yang sibuk, menuju koridor panjang kemudian berbelok masuk ke sebuah gudang penyimpanan makanan yang sepi.

"Aku rasa mereka sudah pergi," kata Yuwen sambil mengintip dari celah pintu. Matanya tajam, penuh kewaspadaan.

"Benarkah?" Jiali bertanya, rasa takut jelas terlihat di wajahnya. “Syukurlah kalau begitu,” lanjutnya berusaha menstabilkan deru napasnya.

"Aku rasa kedatanganmu ke istana adalah untuk mengacau," tebak Yuwen bersuara datar.

"Tidak! Aku hanya ingin bertemu dengan Qing Yuwen!" teriak Jiali, wajahnya memerah karena frustrasi. Nada bicaranya yang emosional malah membuat Yuwen mengangkat sebelah alisnya dan Jiali sadar itu pertanda buruk. "Aku tidak bermaksud kurang ajar, maksudku, aku ingin berbicara dengan Yang Mulia Pangeran Kedua Qing Yuwen," ucapnya cepat-cepat meralat.

"Aku sudah katakan, bicaralah." Yuwen bersikeras.

Jiali menyeka dari lantas menarik cadarnya. "Kakak Gu, apakah ada yang pernah bilang kalau kamu itu menyebalkan?"

Yuwen diam sejenak. “Oh, ya? Kita lihat apakah sikap kurang ajar itu bisa membawamu keluar dari paviliun utama tanpa masalah!” balasnya dingin.

Mata Jiali menyipit, nyalinya lenyap. Ia menarik tangan Yuwen dengan panik. "Kakak Gu, jangan seperti itu. Kelak, emm, kelak aku akan menjadi istri Pangeran Kedua. Nantinya Kakak bisa saja kesulitan," katanya, hampir berbisik.

"Kamu mengancamku?" Yuwen memandang Jiali, menuntut jawaban.

"Tidak, tidak, tidak!" Jiali cepat-cepat meralat. Takut dan kesal melebur jadi satu dalam dadanya. "Mana mungkin aku berani mengancam pengawal Pangeran Kedua." Jiali membuka pintu dengan hati-hati, memastikan tak ada orang di luar. "Sudah sepi, apa sebaiknya kita pergi dari sini?" bisiknya.

Yuwen diam sejenak. Bisa saja ia meninggalkan Jiali sendirian, tetapi mengingat wanita itu akan menjadi istrinya dalam lima hari ke depan, masalah yang bisa menimpa Jiali akan membuatnya kesulitan juga.

"Ikuti aku," perintah Yuwen menarik tangan Jiali keluar dari gudang. 

Mereka melangkah cepat, hingga akhirnya tiba di taman yang gelap dan sunyi. Bahkan suara gemerisik daun membuat suasana semakin mencekam.

"Kakak Gu, kita berjalan di jalur yang benar, kan?" Jiali bertanya, merapatkan tubuhnya. "Kamu tinggal di dekat perbatasan, jauh di sebelah gunung Fuxie. Apa kamu benar-benar tahu jalan di istana ini?" tanyanya lagi.

"Kalau kamu tidak percaya padaku maka pergilah sendiri," jawab Yuwen tanpa menoleh.

Jiali diam karena tahu ia tidak punya pilihan. Amarah yang sedari tadi membara di dadanya, dibiarkan tetap bercokol di sana.

"Tunggu di sini," titah Yuwen tiba-tiba.

"Baik." Langkah termasuk napas Jiali seolah terhenti.

Yuwen melangkah menuju dinding yang tertutup semak dan tanaman rambat. Ia menarik akar-akar yang menyelimuti pintu tersembunyi, lalu menatap Jiali dengan mata penuh perhitungan.

"Kemarilah," perintahnya.

Jiali mengikuti dengan ragu. Ketika matanya menangkap pintu rahasia itu, ia terbelalak. "I-ini? Sungguh pintu rahasia?"

"Kamu akan keluar melalui bagian selatan istana."

"Baik, terima kasih Kakak. Aku tidak akan melupakan jasamu." Jiali berusaha membuka pintu dengan penuh harapan, tepat ketika Yuwen menghentikannya.

"Apa yang sebenarnya ingin kamu katakan kepada Pangeran Kedua?"

"Aku sudah bilang, aku tidak bisa mengatakannya."

Suara pedang berdesing tajam membuat darah Jiali membeku. Ia hampir pingsan ketika pedang dingin dan mematikan itu menempel di lehernya..

"Katakan."

"Ba-baik, aku akan katakan."

Jiali mengusap lehernya, ketakutan masih terasa meski pedang itu telah ditarik dan disarungkan kembali.

"Katakan."

"Aku ... aku seharusnya yang menikah hari ini dengan Kakak Yunqin. Kami sudah bersama lama, tapi ….”

“Tapi?”

“Tidak tahu kenapa, semuanya berubah.” 

"Jadi, kamu tidak ingin menikah dengan Pangeran Kedua? Kenapa?" Yuwen mendesak. Jiali terdiam, takut mengungkapkan kebenaran. Jika ia berkata jujur, ia yakin pedang itu akan segera merobek lehernya. "Katakan!"

"Ba-baiklah! Aku tidak mau menikahi pria mengerikan seperti Pangeran Kedua." Tanpa sadar, Yuwen memukul dinding di sebelahnya dengan keras hingga Jiali terperanjat takut. "Aku sudah bilang, kamu pasti marah!"

Yuwen menarik napas dalam-dalam, menatap Jiali dengan serius. "Apa yang kamu tahu tentang Pangeran Kedua?"

“Kamu tahu apa julukannya? Apa?” Jiali mengangkat jarinya, lalu menggoreskan tanda dari ujung dahi ke ujung dagu. "Kakak pikir, pria seperti apa yang memiliki luka mengerikan di wajahnya? Iblis! Itu adalah julukannya. Belum lagi dia memiliki empat selir yang tinggal dalam satu karesidenan kecil. Aku tidak suka hidup di dalam konflik, " tambah Jiali jujur. 

"Lalu kenapa kamu menerima perjodohan ini?"

Jiali melepaskan desahan panjang, coba menenangkan dirinya. "Apa yang bisa aku lakukan? Aku hanya harus menurut pada kaisar dan ayahku. Kau tahu, aku ingin sekali membatalkan pernikahan tanpa membuat ayahku dalam kesulitan. Makanya aku ingin bertemu pangeran kedua.”

"Apa kamu pikir dengan bertemu pangeran kedua, dia akan membantumu?"

Jiali mengangguk, tersenyum lebar, lalu meraih tangan Yuwen, menggenggamnya erat. "Tentu! Kalau memang aku tidak bisa menemuinya, bisakah Kakak menyampaikan pada Pangeran, lebih baik jika pernikahan itu dibatalkan? Aku yakin ada putri yang lebih pantas mendampingi Pangeran. Kakak akan membujuknya, 'kan?"

Yuwen menepis tangan Jiali dengan tegas. "Itu tidak masuk akal."

"Tentu masuk akal dan itu adalah jalan terbaik!" Jiali mencondongkan wajahnya ke arah Yuwen. "Lihat, lihatlah wajahku! Aku tidak cantik, Pangeran pasti malu memiliki istri sepertiku."

Yuwen ikut mencondongkan wajahnya lebih dekat ke Jiali. "Bukankah kamu yang bilang kalau Pangeran Kedua itu pria jelek? Tidak ada alasan bagi Pangeran untuk malu bersanding denganmu."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 155. Kembalinya Sang Pangeran.

    Musim semi sudah berganti tiga kali sejak peristiwa berdarah itu. Semua orang cuma melanjutkan hidup tanpa benar-benar seutuhnya melupakan rasa sakit.Burung-burung kecil terbang rendah di atas atap paviliun, dan aroma wangi teh melati menggantung di udara. Daun-daun plum berguguran perlahan, menyentuh pelataran berlumut yang basah oleh embun kemarin. Semburat jingga menyelimuti langit sore Hangzi. Jiali meletakkan kembali surat yang sudah ia baca berulang di atas meja. Pandangannya jauh menatap ke tengah taman.Tawa malaikat kecil yang ia pikir tidak akan bisa didengar, membuatnya tersenyum.“Ceng'er! Berhentilah bermain! Kemarilah!”Sepasang mata bulat bening, penuh rasa ingin tahu menatap Jiali. Bocah lelaki itu melambaikan tangan. Pipinya tampak kemerahan. Senyum lebar tidak pernah benar-benar lepas dari wajahnya.Qing Lianceng mengenakan jubah kecil berwarna hijau muda dengan motif awan yang dijahit rapi oleh tangan Xiumei sendiri. Kaki mungilnya berlari tanpa alas di pelataran

  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 154. Akhir Dari Sepenuh Jiwa Mencintaimu.

    “AAAAAAAGHH!!”Yunqin menerjang lebih dulu. Pedangnya melayang dalam ayunan panjang, liar, berbahaya tidak terarah.Yuwen menangkis. Logam beradu logam, percikan api melesat. Suara benturan keras memantul di seluruh pelataran. Yuwen mundur setengah langkah.Belum sempat menyeimbangkan diri, Yunqin sudah menyerang lagi. Kali ini lebih cepat, lebih beringas. Tebasan menyilang ke dada, tikaman rendah, lalu ayunan tinggi ke arah kepala. Semuanya dilakukan tanpa jeda.Yuwen belum punya ruang untuk menyerang balik. Ia menangkis, bertahan, mundur.“KAU AKAN MATI!” raung Yunqin, matanya merah, wajahnya nyaris kehilangan bentuk manusia karena amarah.Yuwen kembali menangkis. Sial! Satu pukulan keras membuatnya hilang keseimbangan. Tumitnya terpeleset di genangan darah yang mengering di atas batu hingga tubuhnya terhempas ke tanah.Jiali menjerit, “Yuwen!!”Yuwen menoleh dan Yunqin tidak memberikan jeda untuk keduanya berinteraksi. Ia melompat maju, mengangkat pedangnya tinggi-tinggi, siap me

  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 153. Mahkota Terakhir.

    Langkah kaki Jiali berdentam cepat menyusuri lorong batu yang sepi. Napasnya memburu, keringat membasahi pelipis. Ia tidak berhenti. Ia yakin sudah berlari sejauh mungkin, tetapi ….“Jiali!! Berhenti!! Jangan lari dariku!!”Suara di belakangnya semakin jelas. Sekilas ia menoleh. Cukup untuk melihat sosok lelaki itu berlari menerobos lorong sempit dengan wajah penuh amarah.“Jiali! Berhenti!!”Jiali tidak akan berhenti. Sudut lorong bercabang di hadapannya. Tanpa ragu, Jiali memilih jalur ke kiri. Arah menuju gerbang utara.“Berlarilah Jiali, Yuwen ada di sana, dia di sana,” bisiknya berulang-ulang seperti mantra yang membuatnya tetap kuat.

  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 152. Pengecut Menjijikkan.

    “Kau akan melarikan diri di tengah perang yang akan menghancurkan rakyatmu?"Langkah Yunqin dan Jiali terhenti. Keduanya menatap wanita yang bersandar di pilar lorong. Dia yang balas menatap dengan tangan menggenggam pedang yang ujungnya berlumur darah.“Qilan,” cicit Jiali."Apa tidak pernah ada yang memanggilmu dengan sebutan bajingan menjijikkan?"Mei Qilan berjalan mendekat. Tiap langkahnya seperti gaung nyaring di lorong batu yang kosong. Darah masih menetes dari ujung pedangnya, menggurat lantai dengan warna merah.“Kau membakar istanamu sendiri hanya karena seorang wanita?” tanyanya menunjuk Jiali dengan sorot mata, “wanita yang tidak ingin bersamamu kau masih ingin menyeretnya dalam pelarianmu? Kau bodoh atau bagaiman

  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 151. Gerbang yang Terbuka.

    Di sisi utara, barisan utama pasukan Hangzi telah tiba dan bergabung bersama Yuwen. Kuda-kuda tempur meringkik liar. Feilong berdiri di garis depan, Yuwen duduk tegak di atas punggungnya. Yu Yong mendekat. “Yang Mulia, gerbang selatan berhasil didobrak pasukan Pangeran Zeming. Pasukan dari Menteri Xi serta Nona Qilan bergerak mengosongkan kota. Rakyat Anming akan dievakuasi.”“Bagus. Aku tidak akan bisa menahan amarah Zeming ketika dia melihat Yunqin, tetapi tidak boleh ada rakyat yang menjadi korban.”Kaisar Tao yang berada di barisan kedua akhirnya maju setelah mendengar ucapan Yuwen. Setengah hatinya malu karena ternyata pangeran mahkota bisa menyebabkan kekacauan ini, lalu setengahnya bangga karena anaknya yang lain masih memikirkan rakyat.“Wen’er, kau begitu memikirkan rakyat, kalau begitu, izinkan aku bicara pada penjaga gerbang. Aku masih hidup, kita tidak perlu membuang darah dari para prajurit setia Anming.”Yuwen terdiam lalu menatap ke arah puncak istana yang berdiri meg

  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 150. Kebenaran Menyerbu.

    Aroma bunga sedap malam memenuhi ruangan. Di atas meja giok, beberapa kotak ukiran emas dibuka satu per satu, menampilkan perhiasan baru yang didatangkan khusus dari negeri seberang. Gelang, kalung, bahkan sisir berhias zamrud. Semua itu dipamerkan dengan harapan menyenangkan satu orang, yaitu Han Jiali.Jiali menarik napas dalam-dalam. Kemewahan yang disodorkan di hadapannya membuat dadanya sesak menahan muak.Sang kaisar tampak duduk di sebelahnya, mengamati ekspresi Jiali, berharap ada sedikit senyum di sana.“Apakah hadiah ini tidak cukup menarik hatimu?” Yunqin menyentuh gelang emas dengan ukiran naga dan phoenix. Jiali tidak menjawab, tetapi kini ia menatap Yunqin. “Apa Yang Mulia sungguh mencintai hamba?”Yunqin bangkit dari duduk kemudian menghampiri Jiali. Diraihnya tangan Jiali hingga istrinya itu terpaksa berdiri. “Tentu saja. Aku akan memberikan semuanya untukmu. Aku akan membuatmu bahagia.”Jiali menarik tangannya dari genggaman Yunqin. “Bahagia? Yang Mulia ingin hamba

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status