Home / Romansa / Kembalinya Sang Pangeran / Bab 02. Bunga di Tengah Angin.

Share

Bab 02. Bunga di Tengah Angin.

Author: Ine Time
last update Last Updated: 2024-12-31 15:27:11

"Kukira kau akan tetap bersembunyi di bawah bayang-bayang tugas, Adikku," ucap Yunqin dengan nada penuh sindiran. Yuwen menoleh dan tatapannya disambut senyum Yunqin. "Kehadiranmu di sini membuatku berpikir, apa rencana selanjutnya yang sudah ibuku untuk kita karena aku tahu kau tidak akan diberi tempat memainkan peran penting di istana ini."

Yuwen tidak langsung menjawab. Ia menatap Yunqin sejenak, membaca bahasa tubuh kakaknya. "Meski begitu, sepertinya ayah kita berencana memberikan aku peran lagi. Kakak tenang saja, kali ini aku akan bermain dengan cara lebih menyenangkan," jawab Yuwen dingin.

Yunqin tertawa kecil, tetapi matanya tidak menunjukkan tanda-tanda kegembiraan. "Bagus. Kalau begitu, kau hanya perlu melakukan apa yang diperintahkan kekaisaran."

"Apa Kakak yakin kekaisaran ingin memerintahkan ke mana leherku bergerak?” Mata Yuwen turun memperhatikan pakaian megah pernikahan Yunqin. “Dari pakaianmu, aku rasa rencanamu tidak sesuai dengan perintah kekaisaran. Selamat atas pernikahanmu.”

Ketegangan antara mereka terasa memuncak. Yunqin mendekat, menyandarkan tangannya pada gagang pedangnya, seolah siap menghunusnya kapan saja.

“Hati-hati dengan ucapanmu, Yuwen. Dunia ini kejam. Kau harus tahu siapa yang sebenarnya berkuasa."

Yuwen menghela napas, coba menenangkan dirinya. "Kita akan lihat siapa yang benar-benar memegang kendali."

“Yuwen-er!”

Teriakan kaisar memecah kegentingan yang menggantung. Yuwen dan Yunqin kompak membungkuk sedalam yang mereka bisa.

“Qing Yuwen menghadap. Panjang umur Yang Mulia Kaisar,” ucap Yuwen, suaranya rendah dan dalam, menggema dengan penghormatan tak terukur.

Kaisar Tao melangkah mendekat, senyum lebar menghiasi wajahnya. Tangannya yang kokoh menepuk pundak Yuwen. “Kita perlu bicara, Yuwen-er,” katanya, hangat, dengan nada mengisyaratkan sesuatu yang mendesak.

Junsu dan seorang kasim kepercayaan yang berdiri tak jauh dari Kaisar, segera maju, menyela dengan nada hati-hati. “Yang Mulia, sebaiknya kita menuju aula utama. Upacara akan segera dimulai.”

Bergantian Kaisar Tao menatap Junsu dan Yunqin lalu mengusap janggutnya dengan gerakan perlahan. "Ada hal penting yang perlu kubicarakan dengan Yuwen-er," ujarnya, tegas, tetapi lembut.

Junsu tampak sedikit gelisah, tetapi keberaniannya untuk berbicara tak surut. “Yang Mulia, apa yang lebih penting dari acara hari ini? Saya rasa Pangeran Kedua tahu posisinya,” katanya, dengan nada yang nyaris terdengar seperti teguran terselubung.

Kaisar Tao mengangkat alis, menatap Junsu dengan kesan yang cukup untuk menghentikan napas siapapun. “Aku hanya ingin menghibur Yuwen-er. Ibunya tidak dapat hadir hari ini. Tabib istana telah kuperintahkan untuk merawatnya,” katanya, dengan suara berat penuh kendali.

Yuwen menundukkan kepala, sorot matanya tersembunyi. “Terima kasih, Yang Mulia,” katanya singkat penuh penghormatan tulus.

Kaisar Tao kembali menepuk pundaknya, kali ini lebih pelan, seolah mencoba mengurangi beban yang tak terlihat di punggung Yuwen. “Sekarang ikutlah denganku. Tidak ada yang boleh menghalangi,” ujarnya, nadanya tidak lagi bisa diganggu gugat.

Setelah mereka melangkah pergi, suasana terasa mencekam. Junsu berdiri kaku di tempatnya, rahangnya mengeras. Seorang kasim menghampiri dengan hati-hati.

“Yang Mulia ....”

Sebelum kasim itu sempat melanjutkan, dengan gerakan kasar Junsu mengibaskan gaunnya, tanda bahwa tidak ingin didikte. “Aku mengerti. Tidak perlu kau ingatkan lagi!” katanya dingin, lalu menatap Yunqin. “Seharusnya kau bisa mencegah ayahmu membawanya pergi.”

“Bukankah ibu selalu bisa memegang kendali?”

“Kau—”

Ucapan Junsu terputus oleh sikap Yunqin yang melangkah pergi menuju aula utama. Ditatapnya punggung Yunqin yang menjauh. Junsu tahu pernikahan itu tidak diinginkan, tetapi jelas Junsu telah menyusun langkah terbaik untuknya kelak.

***

Di taman istana, Kaisar Tao membawa Yuwen ke sebuah gazebo kecil yang dikelilingi hamparan bunga mawar merah. Embun pagi masih menggantung di tiap kelopaknya.

“Tampaknya kau belum mengganti pakaianmu, Yuwen-er,” Kaisar Tao memecah keheningan, matanya memperhatikan pakaian Yuwen yang memang sangat tidak sesuai dengan acara yang akan berlangsung di aula utama.

“Maaf, Yang Mulia. Hamba baru saja tiba, Yang Mulia,” jawab Yuwen dengan nada datar penuh penghormatan.

Kaisar Tao mengangguk, seolah memaklumi. Ia menarik napas panjang, menatap hamparan bunga di depannya. “Aku bersedih karena ibumu tidak dapat hadir hari ini.” Ada jeda sejenak sebelum Kaisar Tao melanjutkan, “kau tahu, aku telah memerintahkan tabib istana untuk menjaganya. Meski begitu, aku tetap mengawasi. Pernikahan megah ini begitu menyedihkan karena saudari-saudarimu pun tidak datang dan aku tahu kau datang dengan laporan tidak memuaskan tentang penyergapan.”

Yuwen terdiam. Matanya tetap tertunduk, menyembunyikan gejolak emosi yang tak dapat diungkapkan. “Hamba lalai, Yang Mulia. Hamba gagal menjalankan tugas,” katanya tegas penuh penyesalan.

Kaisar Tao menggeleng perlahan. “Bukan itu yang membuatku cemas, Yuwen-er.” Kaisar Tao kembali menarik napas panjang. “Ibumu memiliki tempat yang tak tergantikan di istana ini. Aku ingin kau percaya akan hal itu.”

Yuwen tetap diam. Ia tahu pembicaraan ini sensitif. Bila terus dilanjutkan, ia takut tidak bisa menahan diri membawa kabur ibunya dari istana.

Kaisar Tao menatapnya lama, mengamati setiap reaksi yang coba disembunyikan oleh Yuwen. “Sikap diammu membuatku cemas. Apa kau tidak percaya padaku?” tanyanya lembut, tetapi menusuk.

“Hamba tidak berani, Yang Mulia,” jawab Yuwen nyaris tak terdengar.

Kaisar Tao menghela napas panjang, lalu dengan gerakan perlahan, ia menyentuh mahkota emas yang tersemat di kepalanya. “Apa kau ingin mencobanya? Dulu, kau suka bermain dengannya saat kecil. Sekarang … apa kau tidak ingin mengenakannya lagi?”

Yuwen terkejut, langkahnya mundur tanpa sadar. “Hamba tidak berani, Yang Mulia,” jawabnya dengan tegas, meski ada kebingungan dalam sorot matanya. Ia tahu persis apa maksud dari kalimat Kaisar, tetapi Yuwen takut untuk menerka.

Kaisar Tao mengalihkan pandangannya, kali ini ke bunga-bunga mawar di sekeliling mereka. “Aku sudah tua, Yuwen. Jadi, apa yang kau inginkan, Yuwen-er? Hanya diam?” tanyanya, suaranya lebih rendah, nyaris seperti bisikan. “Mengapa kau tidak memprotes, Yuwen-er? Tentang semuanya. Ibumu, hidupmu, saudari-saudarimu. Mengapa engkau diam membiarkan semuanya seperti daun yang hanyut terbawa arus?” lanjutnya.

Yuwen menarik napas panjang. Ia tahu, setiap jawabannya bisa membawa konsekuensi. “Daun tidak selalu jatuh ketika angin berembus, Yang Mulia,” jawabnya tegas penuh makna.

Kaisar Tao kembali menatapnya lama, sebelum akhirnya tersenyum kecil. “Kau selalu punya cara untuk membuatku berpikir, Yuwen-er. Mengenai pernikahanmu sendiri … apa kau memang setuju dengan ide menikahkanmu dengan putri saudagar Han? Apa itu kehormatan yang kau inginkan?”

Yuwen terdiam sejenak, perasaan bercampur aduk dalam dada. Coba menyembunyikan kegelisahan yang merayapi hatinya. "Apa dengan menolaknya, pernikahan hamba dengan putri saudagar Han akan dibatalkan, Yang Mulia?" Ada jeda sejenak. “Hamba rasa, tidak demikian.”

Kaisar Tao tertawa terbahak-bahak, suaranya menggema di taman yang sunyi. “Jadi, kau merasa punya pilihan? Menganggap semuanya bisa begitu saja kau tolak? Apa Permaisuri Junsu benar? Apa engkau sungguh tahu di mana posisimu berada?” Yuwen menatap Kaisar Tao dengan tatapan yang tajam penuh menyelidik dan Kaisar Tao tahu itu. “Aku selalu mengawasi. Jangan lupakan aku adalah kaisar.”

“Hamba tidak berani menjawab, Yang Mulia.”

Pernikahannya dengan putri saudagar Han jelas akan mengikatnya pada satu konflik dengan Yunqin. Setiap sudut istana tahu bahwa putri saudagar Han akan dijodohkan dengan kakaknya, Yunqin. Namun, apa yang sekarang terjadi? Yunqin dijodohkan dengan putri dari istana lain.

“Jadi, apa yang kau inginkan, Yuwen-er?” tanya Kaisar Tao lagi seolah ingin mengorek apa yang ada dalam hati anaknya.

Yuwen memejamkan mata sejenak. Jawaban yang salah bisa berakibat fatal. “Hamba hanya menjalankan tugas, Yang Mulia,” jawabnya mantap.

Kaisar tersenyum. “Pergilah, ganti pakaianmu. Berdirilah di sampingku nanti. Aku ingin kau hadir di sana, bukan hanya sebagai Pangeran Kedua, tetapi sebagai keluargaku.”

Yuwen menundukkan kepala, langkahnya perlahan mundur sebelum ia berbalik pergi. Dentuman langkah sepatunya di jalan berbatu terdengar tenang, tetapi di dalamnya ada badai emosi yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata.

Dari kejauhan, Yuwen menatap tangan kanannya—Yu Yong yang berjalan cepat, sesekali menoleh ke kiri dan kanan dengan wajah cemas.

“Yu Yong!” panggil Yuwen.

Yu Yong tersenyum, berlari kecil menghampiri Yuwen. “Yang Mulia, hamba sudah menyiapkan pakaian untuk Yang Mulia,” kata Yu Yong menyodorkan baki dengan kain merah yang menutupi isinya.

Yuwen menatap baki. Ia membuka sedikit kain penutupnya dan matanya terhenti pada pakaian yang terhampar—warna yang senada dengan pakaian Kaisar Tao.

“Dari mana pakaian ini?” tanya Yuwen datar.

“Menteri Xi yang memberikannya, Yang Mulia,” jawab Yu Yong dengan tangan gemetar, lalu mengeluarkan plakat emas berstempel kaisar. “Beliau khawatir Yang Mulia akan kesulitan memasuki paviliun utama karena tidak memiliki plakat undangan kekaisaran.”

Yuwen meraih plakat itu dengan tatapan tajam. “Aku tidak punya waktu untuk ini. Aku hanya ingin pergi. Cari penginapan.”

“Yang Mulia, tunggu dulu. Istana memiliki banyak kamar,” Yu Yong berusaha meyakinkan. Yu Yong tahu Yuwen tidak mau berlama-lama di istana, tetapi Menteri Xi benar. Yuwen harus ikut dalam acara ini. Yuwen harus ingat dirinya bisa menjadi kaisar kelak.

“Jangan debatkan aku!” bentak Yuwen, matanya mengiris, menuntut agar tidak ada lagi pembicaraan. Cepat Yuwen meletakkan plakat itu di atas baki dan melangkah pergi.

Teriakan seorang wanita tiba-tiba menghentikan langkahnya. “Aku diundang! Biarkan aku masuk! Aku membawa plakat resmi!”

Dua penjaga di gerbang utama saling berpandangan, pedang mereka tersilang di depan pintu. “Mohon maaf,” kata salah satu penjaga dengan suara tegas, “Tamu undangan dengan plakat perunggu hanya diperkenankan masuk ke paviliun kiri. Hanya undangan berplakat emas yang boleh memasuki paviliun utama.”

Wanita itu bersikeras, suaranya penuh desakan. “Aku harus masuk! Aku harus menemui Pangeran Kedua!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 155. Kembalinya Sang Pangeran.

    Musim semi sudah berganti tiga kali sejak peristiwa berdarah itu. Semua orang cuma melanjutkan hidup tanpa benar-benar seutuhnya melupakan rasa sakit.Burung-burung kecil terbang rendah di atas atap paviliun, dan aroma wangi teh melati menggantung di udara. Daun-daun plum berguguran perlahan, menyentuh pelataran berlumut yang basah oleh embun kemarin. Semburat jingga menyelimuti langit sore Hangzi. Jiali meletakkan kembali surat yang sudah ia baca berulang di atas meja. Pandangannya jauh menatap ke tengah taman.Tawa malaikat kecil yang ia pikir tidak akan bisa didengar, membuatnya tersenyum.“Ceng'er! Berhentilah bermain! Kemarilah!”Sepasang mata bulat bening, penuh rasa ingin tahu menatap Jiali. Bocah lelaki itu melambaikan tangan. Pipinya tampak kemerahan. Senyum lebar tidak pernah benar-benar lepas dari wajahnya.Qing Lianceng mengenakan jubah kecil berwarna hijau muda dengan motif awan yang dijahit rapi oleh tangan Xiumei sendiri. Kaki mungilnya berlari tanpa alas di pelataran

  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 154. Akhir Dari Sepenuh Jiwa Mencintaimu.

    “AAAAAAAGHH!!”Yunqin menerjang lebih dulu. Pedangnya melayang dalam ayunan panjang, liar, berbahaya tidak terarah.Yuwen menangkis. Logam beradu logam, percikan api melesat. Suara benturan keras memantul di seluruh pelataran. Yuwen mundur setengah langkah.Belum sempat menyeimbangkan diri, Yunqin sudah menyerang lagi. Kali ini lebih cepat, lebih beringas. Tebasan menyilang ke dada, tikaman rendah, lalu ayunan tinggi ke arah kepala. Semuanya dilakukan tanpa jeda.Yuwen belum punya ruang untuk menyerang balik. Ia menangkis, bertahan, mundur.“KAU AKAN MATI!” raung Yunqin, matanya merah, wajahnya nyaris kehilangan bentuk manusia karena amarah.Yuwen kembali menangkis. Sial! Satu pukulan keras membuatnya hilang keseimbangan. Tumitnya terpeleset di genangan darah yang mengering di atas batu hingga tubuhnya terhempas ke tanah.Jiali menjerit, “Yuwen!!”Yuwen menoleh dan Yunqin tidak memberikan jeda untuk keduanya berinteraksi. Ia melompat maju, mengangkat pedangnya tinggi-tinggi, siap me

  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 153. Mahkota Terakhir.

    Langkah kaki Jiali berdentam cepat menyusuri lorong batu yang sepi. Napasnya memburu, keringat membasahi pelipis. Ia tidak berhenti. Ia yakin sudah berlari sejauh mungkin, tetapi ….“Jiali!! Berhenti!! Jangan lari dariku!!”Suara di belakangnya semakin jelas. Sekilas ia menoleh. Cukup untuk melihat sosok lelaki itu berlari menerobos lorong sempit dengan wajah penuh amarah.“Jiali! Berhenti!!”Jiali tidak akan berhenti. Sudut lorong bercabang di hadapannya. Tanpa ragu, Jiali memilih jalur ke kiri. Arah menuju gerbang utara.“Berlarilah Jiali, Yuwen ada di sana, dia di sana,” bisiknya berulang-ulang seperti mantra yang membuatnya tetap kuat.

  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 152. Pengecut Menjijikkan.

    “Kau akan melarikan diri di tengah perang yang akan menghancurkan rakyatmu?"Langkah Yunqin dan Jiali terhenti. Keduanya menatap wanita yang bersandar di pilar lorong. Dia yang balas menatap dengan tangan menggenggam pedang yang ujungnya berlumur darah.“Qilan,” cicit Jiali."Apa tidak pernah ada yang memanggilmu dengan sebutan bajingan menjijikkan?"Mei Qilan berjalan mendekat. Tiap langkahnya seperti gaung nyaring di lorong batu yang kosong. Darah masih menetes dari ujung pedangnya, menggurat lantai dengan warna merah.“Kau membakar istanamu sendiri hanya karena seorang wanita?” tanyanya menunjuk Jiali dengan sorot mata, “wanita yang tidak ingin bersamamu kau masih ingin menyeretnya dalam pelarianmu? Kau bodoh atau bagaiman

  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 151. Gerbang yang Terbuka.

    Di sisi utara, barisan utama pasukan Hangzi telah tiba dan bergabung bersama Yuwen. Kuda-kuda tempur meringkik liar. Feilong berdiri di garis depan, Yuwen duduk tegak di atas punggungnya. Yu Yong mendekat. “Yang Mulia, gerbang selatan berhasil didobrak pasukan Pangeran Zeming. Pasukan dari Menteri Xi serta Nona Qilan bergerak mengosongkan kota. Rakyat Anming akan dievakuasi.”“Bagus. Aku tidak akan bisa menahan amarah Zeming ketika dia melihat Yunqin, tetapi tidak boleh ada rakyat yang menjadi korban.”Kaisar Tao yang berada di barisan kedua akhirnya maju setelah mendengar ucapan Yuwen. Setengah hatinya malu karena ternyata pangeran mahkota bisa menyebabkan kekacauan ini, lalu setengahnya bangga karena anaknya yang lain masih memikirkan rakyat.“Wen’er, kau begitu memikirkan rakyat, kalau begitu, izinkan aku bicara pada penjaga gerbang. Aku masih hidup, kita tidak perlu membuang darah dari para prajurit setia Anming.”Yuwen terdiam lalu menatap ke arah puncak istana yang berdiri meg

  • Kembalinya Sang Pangeran   Bab 150. Kebenaran Menyerbu.

    Aroma bunga sedap malam memenuhi ruangan. Di atas meja giok, beberapa kotak ukiran emas dibuka satu per satu, menampilkan perhiasan baru yang didatangkan khusus dari negeri seberang. Gelang, kalung, bahkan sisir berhias zamrud. Semua itu dipamerkan dengan harapan menyenangkan satu orang, yaitu Han Jiali.Jiali menarik napas dalam-dalam. Kemewahan yang disodorkan di hadapannya membuat dadanya sesak menahan muak.Sang kaisar tampak duduk di sebelahnya, mengamati ekspresi Jiali, berharap ada sedikit senyum di sana.“Apakah hadiah ini tidak cukup menarik hatimu?” Yunqin menyentuh gelang emas dengan ukiran naga dan phoenix. Jiali tidak menjawab, tetapi kini ia menatap Yunqin. “Apa Yang Mulia sungguh mencintai hamba?”Yunqin bangkit dari duduk kemudian menghampiri Jiali. Diraihnya tangan Jiali hingga istrinya itu terpaksa berdiri. “Tentu saja. Aku akan memberikan semuanya untukmu. Aku akan membuatmu bahagia.”Jiali menarik tangannya dari genggaman Yunqin. “Bahagia? Yang Mulia ingin hamba

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status