Share

Raja Ogre

Penulis: waktu rebahan
last update Terakhir Diperbarui: 2022-01-28 01:55:44

Allein berdiri mematung di bawah bukit kecil sambil menatap pedang tulang yang kini sudah patah. Sudah enam bulan berlalu sejak ia berhasil membunuh ketiga ogre hijau, yang secara bersamaan dengan momen pertama kali ia menggunakan shadow blade.

Tentu saja dalam enam bulan ini dia terus menerus melawan monster dan melatih teknik shadow blade beserta dengan teknik berpedang maupun teknik sihir miliknya yang lain. Tak terlewat meski satu hari pun ia terus berlatih.

Sebenarnya Allein sudah memprediksi pedang tulang itu akan cepat rusak, karena material pedang yang cocok untuk penyihir hitam seperti dirinya hanyalah adamantium.

Jika pedang tersebut bukan dari material adamantium maka akan cepat rusak, karena sihir hitam memiliki sifat korosif terhadap material apapun selain adamantium.

"Pedang hitamku apakah masih ada saat ini? Dengan kekuatanku sekarang aku belum bisa memanggilnya, tapi kuharap pedang itu masih ada. Aku sudah menggunakan segel pada pedang hitam itu. Kemungkinan tidak ada orang yang bisa menggunakannya setelah aku mati," gumam Allein.

Dia mengingat kembali pedang hitam miliknya yang tentu saja terbuat dari material adamantium. Satu-satunya pedang hitam kesayangannya, pedang yang terus ia genggam bahkan saat akan menuju kematian.

Di pulau ini tidak ada pandai besi sama sekali, sehingga apabila kehabisan stok pedang Allein akan sangat kesulitan untuk bertarung.

Kini ia terpaksa akan menggunakan pedang perak yang ditemukannya dari cincin penyimpanan untuk saat ini, dan membuang pedang tulang yang telah rusak.

Setelah membuang pedang tulang, Allein pun melanjutkan perjalanannya menuju ke atas bukit. Ia berjalan di atas tanah yang basah dan lembab, pepohonan pun juga tampak masih basah karena dalam beberapa hari ke belakang hujan memang selalu mengguyur pulau ini.

Para monster serigala dan monster tingkat rendah yang lain hanya mengamatinya dari berbagai arah. Allein berjalan tanpa ada gangguan. Insting para monster tingkat rendah itu merasakan bahwa Allein adalah mahluk yang berbahaya.

“Para monster tingkat rendah ini punya insting yang bagus, mereka bisa merasakan perkembangan kekuatanku,” seringai Allein.

***

Suhu terasa lebih dingin, kabut yang cukup tebal menyelimuti puncak bukit, setiap hembusan angin juga kini seolah terasa menusuk kulit Allein.

Namun, ia tak terlalu merisaukannya, karena perhatiannya kini tertuju pada puluhan ogre hijau dihadapannya yang sedang menghalangi jalan. Puluhan rumah kayu juga tampak berada di belakang mereka.

"Markas ogre hijau kah ?" Allein bergumam. Ia menyadari situasinya.

Puluhan ogre hijau tidak ada yang menyerang. Mereka semua hanya berdiri memandangi Allein seolah ini hanya upaya untuk menghalangi jalan.

Allein tak gentar, ia balas memandangi puluhan ogre hijau itu dengan sangat percaya diri.

Brug brug brug!

Suara langkah kaki terdengar. Puluhan ogre hijau pun mulai memberi jalan.

Terlihat ogre hijau berukuran besar sedang berjalan ke arahnya. Ukuran tubuh ogre itu dua kali lipat dari ogre hijau biasa, ini membuat setiap langkah kakinya terasa penuh dengan kekuatan.

"Grruaaa!'' ogre besar itu menggeram.

Tak terhitung luka bekas cakaran yang berada di tubuhnya, pedang tulang berukuran sangat besar juga kini berada dalam genggamannya.

"Cih! Raja ogre." Menyadari bahwa ini musuh yang lumayan merepotkan. Allein pun langsung mengeluarkan pedang perak dari cincin penyimpanan.

Sihir hitam mulai menyelimuti tubuhnya, ia langsung mengaktifkan Shadow Blade beserta Shadow Aura secara bersamaan.

Melihat hal itu, tentu saja membuat sang raja ogre tak mau kalah, dia juga mulai mempersiapkan diri untuk pertempuran ini.

"Brrugg bruugg bruugg!" Seolah mengisyaratkan kesiapan, Raja ogre menghentakan pedang besarnya ke tanah.

Keheningan sesaat terjadi setelah raja ogre itu berhenti menghentakan pedangnya, puluhan ogre hijau yang ada hanya diam menonton.

Allein sudah siap memulai pertarungan begitupun raja ogre. Pandangan mereka saling bertemu selama sekian detik, sebelum akhirnya mereka saling menyerang satu sama lain.

Traangg Traangg Traannngg!

Allein dan raja ogre terus beradu serangan. Pedang mereka berdua terus berbenturan satu sama lain.

Puluhan ogre hijau yang menonton pertarungan raja mereka nampak cemas, karena pertarungan itu nampak sengit.

Dari sudut pandang mereka untuk bisa menahan serangan dari raja ogre dibutuhkan kekuatan yang besar. Namun, kali ini mereka melihat Allein seperti tidak terlalu kesusahan dalam pertarungan ini.

Sebenarnya disetiap benturan itu, tangan kanan Allien yang menggenggam pedang perak merasakan dampaknya. Bobot Pedang milik raja ogre yang berat serta berukuran besar itu memberikan tekanan disetiap serangannya.

Setelah beberapa menit beradu serangan dengan sengit, secara mendadak Allein menghentikan serangannya dan mundur beberapa langkah ke belakang.

"Gruuuaaa gruuuaaa gruuuuuaaaa!" Sang raja ogre meraung keras. Dia merasa bahwa musuhnya sudah kehabisan tenaga.

"Grrruuuuuaaaaa gruuuuuaaaa gruuuuaaaa!" Puluhan ogre hijau yang berada dibelakangnya pun ikut membalas raungan raja mereka. Berkat raungan raja mereka puluhan ogre hijau yang sebelumnya nampak cemas kini menjadi sangat percaya diri.

"Cih! kalian terlalu heboh, dan sialan ini berisik sekali!" Allein bergumam pelan setelah melihat tingkah laku para ogre hijau. Sebenarnya dia mundur bukan tanpa alasan, justru sebaliknya dia punya rencana saat ini.

"Blade dance!"

Allein kembali menyerang, melesat dengan kecepatan tinggi kearah raja ogre. Ia mulai menyerang kearah titik vital. Pedang perak seolah menari dengan kecepatan yang tinggi, menebas setiap bagian tubuh sang raja ogre.

Pola berpedang yang aneh dan kecepatan yang merepotkan itulah yang dirasakan raja ogre sekarang. Dia tidak tahu ada dimana musuhnya berada sekarang, tetapi luka demi luka sayatan terus menggores tubuhnya. Dia tak bisa melakukan apapun untuk menghentikan ini.

Dalam waktu beberapa menit kemudian tubuh sang raja ogre pun sudah berlumuran darah, tetapi serangan itu tak kunjung berhenti.

Meskipun raja ogre memiliki ketahanan tubuh yang bagus, sekarang dia mulai merasa kesakitan akibat sayatan yang terus menerus itu.

"Gruuuaaa grruuua!"

Frustasi dengan serangan yang terus menerus dan menyakitkan, Sang raja ogre pun mulai mengayunkan pedang besarnya ke sembarang arah dengan tujuan untuk menghentikan serangan menyakitkan itu.

Alih-alih menghentikan serangan Allein, ayunan pedang besar yang sembarangan itu justru malah mengarah pada kerumunan ogre hijau yang ada di belakangnya.

Kerumunan ogre hijau itu langsung panik, mereka segera berlari menyelamatkan diri.

Tetapi serangan yang dilakukan raja mereka jauh lebih cepat dan secara tidak sengaja mengenai kerumunan ogre hijau yang tak sempat melarikan diri. Upaya yang dilakukan raja ogre untuk menghentikan serangan Allein pun malah menjadi petaka.

Dalam waktu beberapa detik saja puluhan ogre hijau itu terbunuh. Darah memuncrat dari berbagai arah potongan demi potongan tubuh ogre hijau berterbangan di udara.

Setiap serangan dengan pedang sebesar itu tentu bisa membelah tubuh dari ogre hijau.

Tak lama setelah seluruh ogre hijau terbantai habis dan mati konyol, serangan tiba-tiba berhenti. Raja ogre akhirnya bisa melihat Allein sedang berdiri di depannya.

Rasa sakit dan frustasi karena sayatan aneh itu kini telah berhenti dan raja ogre kembali mendapatkan kepercayaan dirinya. Dengan tubuh yang sudah berubah menjadi berwarna merah karena darah itu raja ogre mulai menggenggam erat pedangnya.

 "Gruuuuaaaa Gruuuuaaaa!" Dia kembali meraung keras, bangga karena tubuhnya bisa menahan serangan dari Allein.

Sang raja ogre pun kini bersiap, dia akan menyerang Allein dengan sekuat tenaga kali ini. Tapi, saat dia akan mulai melangkahkan kakinya untuk menyerang, Allein menunjuk ke arah belakangnya.

Raja ogre bingung dengan apa yang musuhnya lakukan. Dia akhirnya menoleh ke belakang dan berbalik arah.

"Gruuuuaaaa gruuuuuaaaa gruuuuuaaaa!"

Terkejut dan marah, itulah yang dirasakan raja ogre setelah melihat semua pengikutnya mati mengenaskan. Dia tak tahu apa yang terjadi, saat ini dia hanya bisa melampiaskan semua amarahnya pada Allein.

Raja ogre kembali berbalik dia akan melampiaskan semua amarahnya. Dia akan membunuh Allein.

Tapi tangan hitam dari bawah tanah mencengkram kakinya dengan sangat kuat. Raja ogre tak bisa bergerak, sekuat apapun dia mencoba melepasan cengkraman tangan hitam itu tetap saja tubuhnya tidak bisa bergerak sedikitpun.

Raja ogre hanya bisa melihat ke arah musuhnya yang perlahan mulai berjalan kearahnya.

Rasa takut, untuk pertama kalinya sang raja ogre itu merasakan ketakutan terhadap musuh yang berukuran lebih kecil dari tubuhnya.

Hawa membunuh pun mulai Allein pancarkan. Ketakutan sang raja ogre terus bertambah, dia seolah melihat monster yang mengerikan sedang berjalan ke arahnya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Kembalinya Sang Penyihir Hitam   39. Rombongan

    Meskipun matahari belum bersinar terang tapi Allein terlihat cukup bersemangat menunggu Killian di depan penginapan. Selain untuk menunggu Killian, ada alasan lain mengapa dirinya sampai menunggu pagi-pagi sekali seperti ini. Alasannya sederhana, ia ingin sedikit mengamati suasana kota kecil ini di pagi hari. Di hadapannya kini sudah banyak orang-orang yang memulai aktivitasnya. Orang-orang terlihat mulai silih berganti mengangkut gandum dan beberapa tanaman obat, ada juga yang sedang membersihkan kereta bicorn dan memberi makan bicorn. Selain itu, Ada pula beberapa kereta bicorn yang sudah berlalu lalang di hadapannya. Kebanyakan dari mereka adalah manusia, adapun elf dan dwarf jumlahnya bisa di bilang sedikit. Dan kebanyakan dari mereka bukanlah kelas petarung, setidaknya begitulah yang Allein rasakan lewat instingnya. Dengan melihat pemandangan ini, tentu membuat Allein bisa mengambil kesimpulan jika kota kecil ini cukup aman. Waktu pun berlalu, suasana mulai semakin ramai,

  • Kembalinya Sang Penyihir Hitam   38. Penginapan

    Ada banyak orang-orang yang sedang makan atau pun mengobrol di dalam penginapan ini. Allein yang kini sudah masuk penginapan mulai merasa agak canggung. Sudah delapan tahun lamanya ia hidup sendirian di sebuah pulau, meskipun ia pernah berinteraksi dengan beberapa orang sebelum sampai disini, nyatanya ia agak canggung ketika melihat puluhan orang secara sekaligus. “Tuan, apa anda akan menginap disini?” Tiba-tiba seorang wanita elf menyapanya. Sepertinya wanita elf ini adalah salah satu pegawai penginapan. Terlihat dari pakaian maid yang dia kenakan dan Allein juga bisa merasakan lewat instingnya jika wanita elf ini bukanlah seorang kelas petarung. “Ya ... aku akan menginap disini,” jawab Allein. Mendengar hal tersebut, wanita elf itu pun menyuruh Allein untuk pergi ke meja reservasi yang ada di samping kiri ruangan ini. Allein pun segera pergi ke meja tersebut dan di sana ia bertemu dengan seorang pria muda yang terlihat seumuran dengannya. “Tuan, apa yang anda butuhkan?” Pria

  • Kembalinya Sang Penyihir Hitam   37. Kota kecil

    Sudah satu hari berlalu sejak Allein meninggalkan rumah pria tua itu. Sedari kemarin ia terus melangkahkan kakinya menyusuri hutan dan bukit. Dedauan demi dedaunan yang berwarna kuning keemasan yang ia lihat selama perjalanan terus memberikannya perasaan nostalgia. Ia tentu sangat familiar dengan wilayah paling barat di Benua Skoupidia ini. Dua ribu tahun lalu ia pernah berpetualang ke wilayah ini bersama dengan ketiga sahabatnya. Namun, ada perbedaan besar dengan dua ribu tahun lalu yaitu tak begitu banyak monster yang ia temui. Memang ada beberapa monster yang sempat menyerangnya, namun jika dibandingkan dengan dua ribu tahun lalu jumlahnya jauh lebih sedikit. Entah apa alasannya, Allein juga tidak mengetahuinya. Segala sesuatu sudah berubah, tak bisa dipungkiri jika para monster pun begitu. Allein kini berhenti sejenak, di depan matanya ada perbukitan yang cukup tinggi. Ia pun kembali melihat peta kerajaan Falltopia pemberian pria tua. “Hmm ... di balik perbukitan ini ada

  • Kembalinya Sang Penyihir Hitam   36. Pergi ke ibu kota

    Hari pun berganti. Matahari hampir berada di tengah-tengah langit yang berwarna biru. Itulah pemandangan yang Allein lihat ketika dia mulai membuka matanya. “Sepertinya ini sudah siang hari,” ucapnya sambil menggosok kedua matanya. Akhir-akhir ini Allein memang memiliki kebiasaan untuk bangun siang hari. Ia pun mulai melihat sekeliling dan sama seperti kemarin suasana disini bisa dibilang sepi. “Bocah, bagaimana tidurmu?” ucap pria tua seraya keluar dari rumah kayu. Nampaknya alasan pria tua itu keluar karena mendengar ucapannya tadi. “Tidurku cukup nyenyak ...,” jawab Allein. Pria tua itu kemudian mendekat ke arahnya sambil memberikan dua buah gulungan yang terbuat dari kulit monster. “Ambillah ... ini adalah surat rekomendasi dan peta kerajaan Falltopia. Untuk surat rekomendasi ini kau jangan memberikannya kepada siapapun selain kepada temanku.” “Baiklah ....” Allein langsung menyimpan gulungan surat rekomendasi itu kedalam salah satu saku bajunya karena memang ukurannya ag

  • Kembalinya Sang Penyihir Hitam   35. Tawaran

    Melihat daging kerang api yang sudah hampir matang, pria tua itu tiba-tiba mengeluarkan sebuah bumbu dari cincin penyimpanan miliknya dan kemudian menaburkannya ke atas daging kerang api. “Apa yang anda taburkan?” tanya Allein yang penasaran melihat tingkah pria tua tersebut. “Ini adalah bumbu rahasia buatanku. Percayalah setelah ditaburi oleh bumbu rahasiaku ini makanan akan jauh lebih enak!” jawab pria tua itu dengan wajah penuh percaya diri. “Jadi begitu ....” Allein sama sekali tak tahu bumbu rahasia apa yang pria tua itu taburkan. Ia pun memilih diam dan tak bertanya lebih lanjut, tetapi ia menjadi sangat penasaran dengan rasa dagi kerang ini ketika sudah matang nanti. Beberapa menit pun berlalu, dan daging kerang itu nampaknya sudah matang. Allein yang sudah sangat lapar pun langsung mencoba memakannya. Ketika daging itu masuk kedalam mulutnya, rasanya diluar dugaan. Rasa daging kerang itu jauh leih enak dibanding dengan daging kerang yang pernah ia makan dua ribu tahun

  • Kembalinya Sang Penyihir Hitam   34. Sampai di tujuan

    Satu hari kemudian. “Itu kan?!” Ada sedikit kebahagiaan yang terpancar dari raut wajah Allein. Alasannya sederhana, daratan sudah mulai terlihat dengan kedua matanya. Tanpa menunggu lama, ia pun segera memerintahkan Bran agar berhenti. Ia pun langsung mengeluarkan perahu pemberian Tassia. Perahu pun keluar dari cincin penyimpanan dan kemudian jatuh di atas lautan. Tanpa menunggu waktu lama, Allein langsung melompat dari punggung Bran ke atas perahu tersebut, dan setelah itu ia pun langsung mengembalikan Bran ke dalam bayangannya. Hal ini ia lakukan agar tidak menarik perhatian. Ia merasa akan sedikit merepotkan jika ada seseorang yang melihat undead Wyvern. Ia pun kembali memasukan batu mana ke dalam alat sihir yang ada di perahu. Sebelumnya ia memang mencabut batu mana tersebut saat memutuskan untuk menunggangi Bran. Perahu pun kembali melaju. Pantai semakin terlihat jelas. Allein terus melihat ke arah sana. Dirinya sudah tak sabar ingin segera menginjakan kakinya di pantai

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status