Radit baru saja turun dari mobil, buru-buru ia membukakan pintu mobil untuk ayah dan ibu mertuanya.
Lalu dengan hati-hati, ia mengangkat tubuh seorang perempuan cantik untuk diletakkan di kursi roda lalu mendorongnya masuk ke halaman sebuah rumah megah. Di sana terlihat banyak sekali tamu pelayat yang datang. Radit terus mendorong kursi roda milik Lucy—istri yang baru saja sebulan lalu ia nikahi.Namun, belum sempat mereka memasuki gerbang, muncul beberapa orang yang menghalangi jalan mereka.“Lihat! Berani-beraninya mantan narapidana ini menampakkan wajahnya di sini!”Suara sumbang menyambut kedatangan keluarga Rudy. Terlebih pada Radit, sosok yang dianggap bertanggung jawab atas meninggalnya Yohanes, kepala keluarga Nasution."Kenapa kalian menghalangi kami? Ada apa?" tanya Tuan Rudy, ayah mertua dari Radit.Seorang wanita melangkah maju lalu menaikkan salah satu alisnya, ia menatap sinis ke arah Radit dan juga Lucy. "Apa kakak lupa?! Menantu sampah kakak lah yang menyebabkan kematian ayah!”Dia adalah Nyonya Shopia, putri kedua dari Keluarga Nasution. Dia merupakan adik dari Tuan Rudy.“Aku tidak mau perwakilan keluarga Cakranomoto melihat penjahat ini ada di sini. Berita itu sudah tersebar dan kedatangan pria sampah ini bisa merusak citra keluarga Nasution di mata mereka!”“Keluarga Cakranomoto ada di sini?!” Tuan Rudy membelalakkan matanya.Raut wajah pria paruh baya itu begitu terkejut. Bagaimana tidak, ayahnya ternyata memiliki hubungan dengan keluarga terkaya di negara ini.Sementara itu, Radit hanya bisa mengepalkan tangannya. Bagaimanapun ia akan menjelaskan pada mereka, keluarga ini hanya menginginkan kambing hitam!"Sophia, ini hari pemakaman ayah! Kami berhak memberinya penghormatan terakhir!" tandas Tuan Rudy.Wanita paruh baya tersebut mendelik, matanya masih menatap Radit dan Lucy dengan bergantian seraya tersenyum licik.“Kakak bilang penghormatan?! Penghormatan macam apa membawa penjahat ke pemakaman ayah?!”"Kalian berdua ...!" Tuan Rudy naik pitam. Ayah Lucy itu benar-benar berang. Namun, melihat banyak para pelayat yang memperhatikan keributan ini, ia memilih menahan amarahnya."Tolong biarkan setidaknya ayah dan ibu mertua beserta Lucy masuk. Mereka adalah Keluarga Nasution juga. Mereka berhak untuk berduka di dalam sana," pinta Radit.Pria yang dianggap menantu tak berguna ini maju beberapa langkah dan menghadap Sophia.Radit merasa tidak adil, hanya karena dirinya keluarga istrinya tidak bisa memberikan penghormatan terakhir pada kakek Yohanes."Wow, pandai sekali rupanya menantu baru kalian berucap! Dia sangat tidak tahu malu. Sampai sekarang aku heran, apa yang ada dipikiran ayah menikahkan Lucy dengan pria sampah yang menabrak cucunya sendiri," sindir Bella, anggota keluarga Nasution lainnya.“Jangan lupa, hutang biaya rumah sakit ayah kami yang menumpuk itu adalah akibat dari perbuatanmu! Memangnya menantu sampah sepertimu bisa melunasi semuanya?!” ucap Sophia tak kalah kesal.Wajah Tuan Rudy dan istrinya, Winey, seketika memerah. Perasaan malu dan marah memenuhi kepala mereka setelah mendengar sindiran-sindiran menyakitkan itu."Baiklah. Biarkan aku masuk sekarang!" Tuan Rudy langsung menerobos masuk dengan wajah dinginnya. Baik nyonya Shopia dan nyonya Bella tak ada yang berkomentar. Mereka hanya tersenyum meledek ke arah keluarga Rudy sebelum akhirnya mengikuti kakak tertua mereka.Akibat keributan itu, beberapa tamu undangan memandang mereka bertiga dengan tatapan kasihan. Beberapa bahkan menatap Radit dengan jijik."Kudengar, dia mantan narapidana.""Ya, dia yang menabrak Nyonya Lucy hingga cacat.""Sungguh tidak tahu diri. Sehabis mencelakai anggota keluarga Nasution, dia justru berani sekali menikahi korbannya sendiri.""Kudengar itu semua karena batalnya pernikahan si Lucy. Tuan Yohanes tidak ada pilihan selain menikahkannya dengan pelaku yang menabrak cucunya sendiri.""Hm. Meninggalnya Tuan Yohanes karena sakit jantung. Usahanya gagal, uangnya habis untuk pengobatan cucunya yang cacat itu. Menantu tidak berguna itu tidak bisa bertanggung jawab ternyata!""Aaaa ... Kasihan. Semoga arwahnya tenang. Dia pasti menyesal di akhirat sana karena sudah salah menikahkan cucunya ke orang seperti sampah itu."Terdengar nada-nada sumbang di antara pelayat yang hadir. Ada tatapan-tatapan tak bersahabat yang menatap ke arah Radit, Lucy dan Nyonya Winey. Tak sedikit yang mencibir dan berbisik-bisik menggoreng berita kematian Tuan Yohanes.Mendengar ocehan-ocehan itu, Radit hanya bisa mengepalkan tangannya hingga kuku-kukunya membekas di permukaan telapak tangannya.Ingin sekali ia menjelaskan kepada semuanya tentang kejadian sebenarnya. Namun, ia sadar, dijelaskan bagaimanapun tetap akan mengubah pandangan mereka.Karena perkataan-perkataan itu, nyonya Winey semakin meradang. Belum lagi perasaan terhina setelah tidak diperbolehkan masuk oleh iparnya benar-benar membuatnya marah.Wajahnya begitu merah menahan malu dan mendorong Radit dan anaknya menjauh dari kerumunan itu."Kau lihat itu? Karenamu kami sekarang dikucilkan oleh keluarga besar. Oh, gusti! Aku merasa menjadi manusia tersial saat tahu almarhum ayah mertua menjadikan penjahat sepertimu menjadi menantuku!" cebiknya kesal.Radit yang menjadi sasaran hanya diam tak berani mengeluarkan suara. Ia menggenggam erat pegangan kursi roda milik Lucy untuk menahan kesabarannya. Ia hanya tak ingin membuat keributan di upacara pemakaman mendiang Tuan Yohanes. "Sudah kukatakan kau tidak perlu ikut. Mengapa kau bebal sekali," decak Lucy pelan. Kini giliran sang istri yang memprotes kehadiran Radit, meski tak terdengar mencemooh seperti orang lain."Maaf," ucap Radit pelan.Radit menelan salivanya. Ia memang seharusnya tidak perlu ikut. Dia tahu kehadirannya hanya menambah masalah. Akan tetapi, ini adalah penghormatan terakhirnya untuk Tuan Yohanes. Biar bagaimanapun Radit menghormati kakek dari istrinya itu. Dari semua anggota keluarga Nasution, Tuan Yohanes lah yang menerima kehadirannya di keluarga itu."Aku benar-benar membencimu, Radit! Segera enyah dari sini, lunasi semua hutang rumah sakit Tuan Yohanes atau jangan pernah memunculkan batang hidungmu di hadapanku!" kecam Nyonya Winey berbisik ke telinga Radit.Lucy menarik tangan ibunya lalu menggeleng pelan. "Bu, sudahlah. Mana mungkin Radit memiliki uang sebanyak itu.""Jangan membelanya. Kamu lupa, kamu begini karena siapa? Kamu cacat, Lucy! Kamu pun harus dipecat karena itu. Kamu masih mau mempertahankan pria memalukan ini?" Mata Nyonya melotot ke arah Lucy."Ibu mertua, tolong jangan marahi Lucy di depan umum seperti ini. Jika mau marah, marahi saja aku," pinta Radit."Ya. Memang kamu biang keroknya! Sekarang cepat pergi dari sini. Pilihannya ada di tanganmu. Lunasi tunggakan itu atau bercerailah dengan putriku!" Nyonya Winey langsung mendorong secara kasar tubuh Radit. Ia mengambil alih mendorong kursi roda milik Lucy. Wanita tua itu membawa putrinya menjauhi Radit. Lucy hanya menoleh sekali dan menatap iba ke arah sang suami. Radit tahu, Lucy tak berdaya saat ini. Pikiran Radit menjadi kacau. Kemana dirinya harus mencari uang puluhan juta untuk membayar sisa tunggakan rumah sakit Tuan Yohanes?Radit juga tidak bisa membayangkan bercerai dengan Lucy. Bercerai dengan istrinya berarti mengkhianati kepercayaan kakek Yohanes padanya!Radit menghela napas. Ia mengacak-acak rambutnya dengan kesal dan menatap ke arah kerumunan para pelayat dengan perasaan tak menentu."Ck. Sial sekali nasibmu, Radit!" gerutunya.Radit dengan linglung keluar dari gerbang rumah megah itu. Ia berjalan di trotoar tanpa tujuan yang jelas. Hingga tanpa disadarinya, sebuah mobil mewah berhenti di sampingnya dan sang pengemudi langsung keluar menghampiri Radit yang seketika kebingungan."Tuan muda! Akhirnya saya menemukan Anda," serunya dengan senyum merekah.Tu… tuan muda?!Pria berpakaian serba hitam dengan kacamata hitam, usianya mungkin dua kali lipat usia Radit. Ia memperkenalkan dirinya sebagai utusan seseorang. lantas membukakan pintu mobil dan meminta Radit yang masih kebingungan untuk masuk."Tuan muda? Mungkin Anda salah orang," elak Radit saat baru saja mendudukkan dirinya di kursi mobil mewah itu.Mana mungkin seorang Radit yang sebelum menikah hanya tinggal di kontrakan bersama ibunya yang janda mendadak dipanggil tuan muda."Anda adalah keturunan dari keluarga Cakranomoto."Radit mengernyitkan keningnya. "Cakranomoto? Keluarga konglomerat itu? Anda jangan bercanda tuan!""Beberapa hari lagi, Tuan Mandala, kakek Anda akan tiba di negara ini. Beliau sedang berada di luar negeri. Anda bisa bertanya kepada beliau langsung saat bertemu dengannya," jelas pria itu."Kakek? Aku punya kakek?" batin Radit bertanya-tanya. Belum selesai kebingungan itu, pria itu langsung memberikan sebuah tas besar berisi uang yang tertata rapi. Mata Radit langsung ter
"... meminjam. Aku meminjam kepada teman kampusku, kebetulan dia mau menolongku," jelas Radit berbohong."Hahaha! Sudah ku duga. Tidak mungkin kamu memiliki uang sebanyak itu. Sungguh hina. Kamu memang tidak merampok, tapi kamu mengemis! Kamu berhutang demi menutupi hutang. Ini menantumu, Kak Rudy? Jika aku menjadi dirimu, aku akan mengurus perceraiannya dengan putriku," cemooh Nyonya Bella dengan sinis."Tanpa kau berkata seperti itupun, aku akan melakukannya. Ayah sudah tidak ada, tak akan ada yang bisa menentang perceraian ini," balas Tuan Rudy.Radit mengernyitkan keningnya. Bagaimana bisa dia sudah melunasi hutang tunggakan, tapi mertuanya masih ingin dia bercerai."Tapi ini bukan kesepakatannya! Ibu mertua bilang kalau aku tidak bisa membayarkan lunas, barulah aku dan Lucy bercerai. Aku sudah membayarnya lunas," sanggah Radit tak terima."Dasar bodoh! Lalu setelah ini kau mau membuat keluarga kami makin susah dengan hutangmu kepada temanmu itu? Jangan mengada-ngada Radit!" banta
"Ehem!" Wakil kepala yayasan berdehem. Ia lalu menatap Radit dengan tatapan galak.Perhatian Radit kembali kepada wakil kepala yayasan."Saya dengar kamu bikin onar di lingkungan kampus. Kamu ini mahasiswa jalur prestasi bukan? Kamu ingin beasiswamu dicabut dan dikeluarkan dari sini?" ucapnya dengan intonasi menghakimi.Radit menggeleng cepat. Semula saat membuka pintu dan menemukan sosok pria yang mengaku utusan keluarganya, Radit merasa sedikit lega. Ia berpikir pertolongan akan ia dapatkan lagi. Namun, saat wakil kepala yayasan baru saja memarahinya, pupus harapan Radit untuk dibela."Maafkan saya, Pak. Tapi saya bisa jelaskan. Jadi–""Kamu tahu Tuan Brando kemari karena mendengar berita yang sudah tersebar di luar sana. Kamu membuat citra kampus ini rusak. Saya tidak bisa menerima alasan atau apapun lagi," putus sang wakil yayasan."Ah, jadi namanya Tuan Brando," batin Radit melirik ke arah pria bersetelan jas hitam itu lagi."Hei, Radit! Saya lagi bicara sama kamu, kamu malah mem
"Ck. Kau memikirkan nasib karirmu tanpa memikirkan nasib mahasiswamu yang masa depannya bisa hancur cuma karena dia bukan siapa-siapa dan bermasalah dengan orang yang lebih kaya.""Dan kamu!" Mata Tuan Brando beralih kepada Max. "Kamu bisa dituntut dipenjara karena kasus pemukulan dan pencemaran nama baik. Saya rasa saya perlu bertemu orang tuamu untuk berdiskusi hukuman apa yang pantas kamu terima setelah melakukan perbuatan yang merugikan orang lain," ancam Tuan Brando.Kedua orang di hadapan Tuan Brando mulai ketakutan. Masing-masing sibuk memegangi kaki Tuan Brando sambil berlutut meminta belas kasih."Enyahlah kalian berdua sekarang, temui orang yang sudah kalian bikin susah. Minta maaflah dan akui kesalahan kalian masing-masing. Tidak peduli seberapa ramai orang di luar sana. Kalian pantas dipermalukan!" Tuan Brando lantas mencoba melepaskan kakinya dari dua orang itu dengan kasar. Kemudian merapikan pakaiannya lalu pergi dari ruangan itu.Wakil kepala yayasan menatap nelangsa k
Max mengepalkan kedua tangannya. Ia ingin sekali memukul wajah Radit, tapi dia tidak memiliki keberanian karena disaksikan oleh wakil kepala yayasan."Jangan bermimpi! Kamu hanya sampah bagiku. Kamu pikir kamu bisa berbuat apa kepadaku, hah?" Max balik berbisik pelan. Ia menantang Radit karena merasa ancaman Tuan Brando hanya angin lalu saja. Tidak mungkin masalah tadi membuat ayahnya marah dan membela Radit yang bukan siapa-siapa. Max tahu siapa ayahnya.Radit tersenyum kecut. "Baiklah. Kita lihat nanti. Apakah kita akan diwisuda bersama-sama atau kau yang nyatanya harus keluar dari kampus elit ini," ucap Radit sambil berlalu dengan santai meninggalkan Max yang terdiam mematung."Ck. Sialan! Beraninya dia mengancamku!" decak Max.Baru beberapa langkah Radit beranjak, tak lama suara ponsel Max berbunyi. Di balik ponsel itu terdengar suara pria yang sedang marah besar dan memaki-maki Max. Usai menutup telepon Max buru-buru mengejar Radit dan menarik lengannya."Mau apa lagi? Mau ngajak
Radit ingin segera pulang, tapi motor bututnya mati. Ia pun mengeluarkan kembali ponselnya dan menghubungi nomor Tuan Brando sekali lagi.Tak menunggu lama, Tuan Brando tiba. Ia menyarankan Radit untuk mengobati lukanya terlebih dahulu ke rumah sakit tapi Radit menolaknya. Ia mengkhawatirkan Lucy."Saya ingin segera pulang karena ada hal penting. Tolong urus motor kesayangan saya ini ke bengkel!""Tuan tenang saja. Kalau begitu biar saya antarkan Tuan pulang," sahut Tuan Brando.Radit melirik mobil Rolls Royce yang ada di hadapannya. Ia khawatir jika pulang menggunakan itu, akan banyak pertanyaan yang datang. Akhirnya Radit memutuskan untuk pulang naik taksi saja."Segera saya akan kirim motor Anda jika sudah selesai diperbaiki," ucap Tuan Brando seraya menutupkan pintu taksi.Taksi yang membawa Raditpun langsung melesat ke alamat rumah Tuan Rudy Nasution. Dan benar saja dugaan Radit, mobil yang menyerempetnya tadi ada di muka halaman rumah.Terdengar suara tertawa renyah milik Nyonya
"Ah, tidak mungkin!" reflek Tuan Rudy. "Dit, kamu dapat uang dari mana lagi? Kemarin saja pinjam uang ke temanmu. Sekarang kamu beli motor, hutang lagi?"Belum sempat Radit menjawab, Nyonya Winey memukulinya. "Dasar tidak tahu malu. Aku tahu kamu melakukan ini karena kemarin kan? Kenapa harus menambah beban anakku sih demi gaya-gayaan!!!" pekiknya."Ibu, sudah, Bu! Kasihan Radit!" Lucy mencoba menenangkan ibunya."Apa maksudmu, Winey?" Tanya Tuan Rudi.Pertanyaan Tuan Rudi membuat Nyonya Winey berhenti memukuli menantunya itu. "Kemarin Tuan Kasim meledeknya karena motor bututnya mogok di jalan. Si miskin ini juga menuduh Tuan Kasim menabraknya. Tuan Kasim tidak terima lalu memberikan uang kepada Radit, tapi dia sok menolak dengan mengatakan dia bisa membeli motor baru tanpa uang itu. Heh! Ternyata nekat juga anak ini membeli dengan berhutang!" jelas Nyonya Winey panjang lebar."Apa?" Tuan Rudi yang marah langsung menoyor kepala menantunya. "Kau hilang akal? Harga motor ini sangat mah
Radit membuka matanya perlahan. Sinar lampu menyilaukan matanya. Terdengar sayup suara seseorang memanggil namanya. Hingga kesadarannya sepenuhnya pulih, Radit melihat sosok Tuan Brando ada di sampingnya."Tuan muda sudah sadar?" tanyanya.Radit merasa tenggorokannya kering. Dengan cepat ia mengingat kejadian saat ibunya jatuh dan kepalanya mengeluarkan darah. "Ibu ... Dimana ibuku?" ucapnya dengan suara tercekat."Ibu Anda baik-baik saja. Beliau ada di kamar perawatan di sebelah. Beruntung kami datang tepat waktu sebelum keadaan memburuk."Radit ingat bagaimana ibu kontrakan yang tak punya hati itu membuatnya babak belur dan membuat ibunya terluka parah. Hatinya bergemuruh marah."Mereka mengusir ibuku seperti mengusir seekor lalat. Aku tidak terima," ucap Radit."Anda tenang saja, mereka sudah mendapatkan ganjaran setimpal.""Benarkah? Apa yang Anda lakukan kepada mereka?"Tuan Brando mendekati Radit lalu berbisik perlahan ke telinga Radit. Mata Radit langsung menyalak."Apa?! Memb