Share

Bab 6

Author: Awwala
last update Last Updated: 2024-04-26 15:18:41

"Kau mungkin salah orang." Dante berucap pelan sambil menatap laki-laki asing itu dengan sorot waspada.

Tidak mungkin Dante menerima tamu tidak diundang ini dengan tangan terbuka. Mereka tidak pernah bertemu, juga tidak saling mengenal. Benigno juga tidak pernah bercerita tentang keberadaan laki-laki bernama Luca Massimo ini.

"Sama sekali tidak. Aku memang saudaram. Lebih tepatnya saudara tiri," balas Luca dengan sikap acuh tak acuh. Dia lalu mendaratkan tubuhnya di atas sofa. Matanya melihat ke sekeliling ruangan itu dengan tatapan menyelidik. "Kau terlihat cocok berada di ruangan ini," lanjut Luca memberi komentar.

Tangan Dante terkepal erat di atas meja. Sudut bibirnya terangkat sedikit. Dia cukup bersabar dan berusaha menahan amarah yang hampir meledak saat menghadapi sikap lancang dari tamunya. Bila tidak mempedulikan posisinya saat ini, Dante pasti sudah menerkam Luca, lalu melemparkan laki-laki itu keluar dari hadapannya sekarang.

"Kalau memang benar kita memiliki hubungan seperti yang kau ucapkan tadi, kenapa tidak dari dulu kau muncul di hadapan Benigno?" tanya Dante sedikit kasar.

Luca menggelengkan kepalanya seraya menyunggingkan senyum sinis. "Aku baru mengetahui kenyataan itu seminggu yang lalu. Kau boleh percaya atau tidak, terserah padamu." Luca mencebik sambil mengangkat bahunya santai.

"Seharusnya kau datang menemui Benigno, bukannya aku!" seru Dante kesal. Tentu saja dia tidak ingin terlibat dalam permasalahan kakekanya dan Luca.

"Seandainya kata-katamu mudah untuk dilakukan," gumam Luca pelan. "Sebenarnya aku mengalami kesulitan saat ingin menemui dia."

Aku tidak peduli. Ingin rasanya Dante meneriakkan kalimat itu. Tapi kata-katanya tertahan di tenggorokannya. Dia tidak memiliki cara lain selain segera mengakhiri pertemuan tidak terduga ini.

"Aku masih banyak urusan. Kita bisa membahas masalah ini lain kali. Tentunya setelah kau bertemu dengan Benigno."Dari ucapannya barusan, Dante memberi isyarat pada Luca agar laki-laki itu menyingkir dari hadapannya secepatnya.

Luca membuka mulutnya sebentar, lalu menutupnya lagi. Rasanya percuma saja mendesak Dante agar bersedia mendengar ceritanya. Dante seolah tidak peduli status hubungan mereka yang sebenarnya sebagai keluarga. Dia menyimpan kekecewaannya seorang diri.

"Aku akan menghubungimu lagi. Masalah kita belum selesai."

Setelah mengatakan itu Luca langsung meninggalkan ruangan Dante. Hari ini dia boleh gagal. Tapi lain kali dia pasti bisa meyakinkan Dante bahwa mereka benar-benar memiliki hubungan darah.

Sepeninggal Luca, Dante mencoba menghubungi kakeknya. Benigno harus tahu tentang persoalan ini. Dante tidak mungkin diam saja saat ada seseorang yang mendatanginya, lalu memberi tahu dia bahwa mereka masih saudara. Padahal sebelumnya Benigno bercerita bahwa dia hanya memiliki seorang putri, yaitu Claudia. Ibu Dante.

"Dia sudah kembali ke Milan beberapa saat yang lalu," ucap asisten pribadi Benigno. "Ada masalah mendadak yang harus dia selesaikan," pungkasnya lalu mengakhiri sambungan telepon.

Tidak seperti yang Benigno bilang sebelumnya bahwa dia akan tinggal di sini selama dua hari, laki-laki tua itu justru telah kembali ke negara asalnya. Dante memutuskan dia harus menyusul ke sana juga. Dia tidak mungkin menunda-nunda masalah Luca karena bisa mengacaukan segalanya.

Dante terbang ke Milan menggunakan jet pribadi pemberian Benigno satu jam setelahnya. Dalam hati dia tersenyum senang. Ternyata ada gunanya dia sebagai cucu Benigno Corradeo. Saat Dante ingin pergi ke suatu tempat, dia bisa melakukannya dengan leluasa berkat hadiah dari kakeknya itu.

Jet itu mendarat dengan sempurna. Sebuah limusin sudah menanti Dante di dekat landasan pacu. Dante bersandar di jok kulit mobil yang membawanya, menikmati minuman yang tersedia di dalam kulkas. Hidupnya kini berubah sangat drastis. Mana pernah dia  berpikir akan menikmati perjalanan senyaman ini dengan kendaraan mewah. Dulu dia hanya bisa mengenderai  motornya saat bepergian , dan tidak pernah membayangkan akan melakukan perjalanan ke luar negeri semudah ini.

"Kita sudah sampai," ucap sopir, lalu dia berlari memutar untuk membuka pintu di samping Dante.

"Apa kakekku ada di dalam?" tanya Dante pada penjaga setelah dia turun dari limusin.

"Dia sedang menerima tamu dari luar kota. Kau bisa menunggunya di ruang tengah," jawab penjaga itu.

Dante berjalan pelan menuju ruang tengah yang tampak sepi. Tidak ada siapa-siapa di sana selain dirinya. Semua petugas keamanan tengah berada di luar rumah.

Sambil menunggu kakeknya, Dante membuka Ipadnya, memeriksa laporan yang dikirim oleh Kathryn, asisten pribadinya. Selama sisa bulan ini rupanya dia tidak bisa bersantai. Ada banyak hal yang harus dia lakukan. 

Kemudian Dante mendengar suara dehaman di belakangnya. Dia langsung menoleh, dan mendapati Benigno tengah berdiri dan menatapnya lurus. Kakeknya itu tersenyum lebar seolah tidak ada beban berat yang dia tanggung.

"Ada perlu apa kau menemuiku malam-malam begini?"

"Aku tidak mungkin menemuimu bila tidak ada hal yang penting," sahut Dante. Dia memasang raut wajah serius.

"Kita ke ruanganku sekarang."

Benigno berjalan terlebih dahulu menuju ruang kerjanya. Dia menghampiri rak minuman, dan mengambil sebotol wine dan dua gelas untuknya serta Dante. Pelan-pelan dia menuang minuman itu, lalu menyodorkannya pada Dante.

Dante menerima gelas itu, dan meneguk isinya sampai habis. Dante ingin menghilangkan rasa kalutnya dengan minuman itu, sehingga dia bisa sedikit lebih santai saat menyampaikan kabar buruk pada kakeknya. Setelah itu dia meletakkan gelasnya yang kosong di atas meja.

"Katakan apa masalahmu sebenarnya," pinta Benigno penasaran.

"Seseorang telah menemuiku beberapa jam yang lalu. Namanya Luca Massimo." Dante mengamati perubahan di wajah kakeknya yang mendadak kaku, tapi hanya sebentar. "Apa kau mengenalnya?"

Tidak ada jawaban. Benigno hanya diam sambil menatap Dante. Setelah itu dia menggeleng cepat sambil tersenyum lebar.

"Siapa dia? Aku baru pertama kali ini mendengar nama itu."

"Dia mengaku sebagai saudara tiriku," balas Dante. "Apa benar begitu?" Dia memicingkan matanya, mengawasi kakeknya yang bersikap biasa saja.

"Aku hanya memiliki seorang putri, yaitu ibumu sendiri. Jadi mana mungkin kau memiliki saudara," tukas Benigno tegas.

"Benarkah itu? Apa ada sesuatu yang kau sembunyikan dariku?"

"Tidak ada yang aku sembunyikan. Kau boleh percaya atau tidak." Benigno terlihat kesal dengan pertanyaan Dante yang mendesak.

"Baiklah kalau begitu. Aku tidak akan memperpanjang masalah ini," balas Dante, lalu dia berjalan menghampiri pintu. "Aku akan kembali ke London sekarang. Saampai jumpa lagi." Dante bergegas keluar dari rumah Benigno, dan masuk ke limusinnya lagi. Dia akan langsung terbang ke London saat ini.

Keesokan harinya.

Dante berada di ruangannya. Sementara ini dia akan fokus pada pekerjaannya. Mengenai Luca Massimo, dia mencoba untuk tidak terlalu mempedulikannya. Lalu dia memanggil asisten pribadinya masuk ke dalam ruangan itu.

"Untuk pemotretan koleksi terbaru, apa kau sudah menghubungi modelnya?" tanya Dante pada Kathryn.

"Aku telah menghubungi agensinya seminggu lalu. Saat ini model tersebut sedang liburan ke Yunani dan kembali besok lusa," jawab Kathryn, lalu dia menyentuh layar iPad dan berhenti sejenak. "Bila sesuai rencana, dia akan melakukan pemotretan di akhir pekan besok."

"Aku ingin semua berjalan lancar. Selain itu, kau belum memberi tahuku nama model itu. Seperti apa dirinya? Apakah dia pantas membawakan koleksi musim gugur kita?" cerca Dante cepat. Selama ini, dia hanya fokus pada peningkatan penjualan produk hingga melupakan tentang masalah tersebut.

Kathryn menyentuh layar iPadnya kembali. Lalu dia berjalan mendekati meja Dante, dan  mengulurkan benda itu pada atasannya.

"Namanya Emily. Dua bulan lalu dia telah menandatangani kontrak eksklusif dengan perusahaan kita selama dua tahun," terang Kathryn sama sekali tidak memperhatikan raut wajah Dante yang tegang.

Dante menatap nanar layar iPad yang memperlihatkan seorang wanita cantik yang tersenyum ke arahnya. Wajah yang hampir dia lupakan kini hadir kembali di depannya.

Bibirnya terasa kelu. Tapi akhirnya dia berhasil menyebut nama mantan kekasihnya itu.

"Emily ...."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kembalinya Sang Pewaris    Bab 48

    "Bagaimana keadaan Lizzy sekarang?"Dante menghampiri Fabio yang tengah duduk di sofa dengan raut wajah serius. Pertemuannya dengan Luca baru selesai satu jam lalu. Dia buru-buru datang ke pondok ini setelah mendapatkan kabar dari Fabio mengenai kecelakaan yang menimpa laki-laki itu dan Lizzy."Tidak ada luka serius. Kepalanya mengalami benturan keras tapi tidak terlalu parah. Dokter telah merawatnya dengan baik ," jawab Fabio. "Sekarang dia tengah tidur di kamarnya."Dante menghela napas lega. Pikirannya sempat berkecamuk saat di perjalanan tadi. Dia sangat mengkhawatirkan Lizzy."Aku tidak menyangka anak buah Marco Hernandez bisa menemukan keberadaan Lizzy di sana. Apa jangan-jangan pengacara itu bersekongkol dengan Marco?" Dante menduga-duga.Fabio terdiam selama beberapa saat. Bisa saja dugaan Dante memang benar adanya. Sebelum mengatur pertemuan itu, Dante dan dirinya telah menyusun rencana sematang mungkin agar tidak terjadi hal-hal buruk yang akan menimpa Lizzy.Sejak awal mere

  • Kembalinya Sang Pewaris    Bab 47

    "Aku harap pertemuanmu dengan pengacara itu bisa berjalan lancar."Dante memulai pembicaraan keesokan harinya saat akan meninggalkan pondok itu. Sebelumnya dia telah menghubungi si pengacara, dan membuat janji temu di suatu tempat yang berlokasi sangat jauh dari kota London. Tentu saja dia melakukannya demi menjaga keselamatan Lizzy. "Aku juga memiliki keinginan yang sama denganmu," balas Lizzy dengan sorot mata sendu. "Aku sangat yakin akan hal itu karena ada dirimu di dekatku.""Sepertinya kau salah paham," tukas Dante cepat.Alis Lizzy terangkat. "Apa maksudmu sebenarnya?" Kata-kata Dante tadi benar-benar membuat dia merasa bingung."Aku akan pergi setelah menurunkanmu di tempat pertemuan," jawab Dante sambil memutar roda kemudi saat membelokkan mobilnya menuju jalan besar yang ramai oleh kendaraan. "Tapi jangan khawatir. Ada beberapa orang yang menyamar dan berjaga di sekitarmu. Bila terjadi apa-apa, mereka bertanggung jawab menyelamatkanmu dan membawamu pergi dari sana segera."

  • Kembalinya Sang Pewaris    Bab 46

    "Jam berapa sekarang?"Lizzy menggumam. Dia mengucek matanya, dan tanpa sengaja tangannya menyentuh sesuatu. Tubuhnya langsung membeku. Dia tidak sendirian di kamar ini.Perlahan ingatan Lizzy kembali. Semalam dia sempat meminum segelas wine sambil menikmati pemandangan langit malam. Bersama Dante. Setelah itu Dante membawanya masuk ke kamar ini. Dan bodohnya dia mengikuti permainan Dante hingga berakhir seperti ini. "Kau sudah bangun?" tanya Dante saat menyadari pergerakan tubuh Lizzy di sampingnya.Lizzy kehilangan kata-kata. Suaranya tercekat di tenggorokan. Perasaannya sekarang campur aduk. Kemudian Dante menaarik tubuh Lizzy hingga menghadap padanya. Dia menyunggingkan senyum tipis saat melihat Lizzy memejamkan matanya dan pura-pura tidur. Dante semakin merapatkan pelukannya."Kau tidak perlu berpura-pura. Aku sudah tahu kau sudah bangun sedari tadi," bisik Dante di telinga Lizzy. Dia sengaja melakukannya untuk menggoda wanita itu.Pelan-pelan Lizzy membuka matanya. Kepalanya m

  • Kembalinya Sang Pewaris    Bab 45

    "Kau tidak perlu melakukan itu."Lizzy mendorong Dante menjauh. Mendadak dia merasa canggung saat berhadapan dengan Dante. Hal itu terjadi karena kejadian malam sebelumnya."Aku sama sekali tidak keberatan," balas Dante berusaha bersikap sesantai mungkin. Dia mundur beberapa langkah, lalu memandang Lizzy lurus. "Lagi pula aku sudah berjanji padamu untuk menyingkirkan orang gila itu dari hidupmu. Apa kau sudah melupakannya?" Dante mengingatkan.Lizzy menatap ragu pada Dante. Tenggorokannya terasa kering sehingga dia mengalami kesulitan untuk berbicara.Tentu saja ingatan itu masih tercetak dengan jelas di kepalanya. Terlebih dia sudah melakukan keinginan Dante sebagai ganti dirinya yang berpura-pura menjadi kekasih laki-laki itu."Tapi kau tidak harus berada di sini. Kau bisa melakukannya dari rumahmu sementara aku bersembunyi di sini," ucap Lizzy akhirnya setelah mampu berpikir jernih.Mendengar kata-kata Lizzy barusan, membuat Dante sedikit tersinggung. Raut wajahnya mendadak keruh. S

  • Kembalinya Sang Pewaris    Bab 44

    "Kau melihat Lizzy?" Dante bertanya pada Sofia saat akan menyantap saraapannya. Pagi tadi dia mendapati sisi tempat tidurnya yang lain telah kosong, Tidak ada Lizzy di sampingnya. Entah sejak kapan wanita itu meninggalkan kamarnya, dia tidak menyadarinya. "Dia bilang ingin pergi ke makam orang tuanya. Fabio mengantar dia ke sana," jawab Sofia lalu segera meninggalkan tuannya. Samar-samar Dante mengingat ucapan Lizzy semalam saat dia setengah mabuk. Lizzy membicarakan tentang kunjungan ke makam orang tuanya. Lalu setelah itu terjadilah sesuatu yang berada di luar kendalinya. Lizzy pasti sangat membencinya, dan marah padanya. tidak bisa dipungkiri lagi. Karena dia telah merenggut kesucian Lizzy secara paksa. Dante benar-benar gila. Seharusnya dia melindungi Lizzy. Tapi yang terjadi justru sebaliknya. Sekarang selera makannya mendadak hilang. Sepertinya pagi ini dia tidak akan pergi bekerja. Dia akan menunggu sampai Lizzy pulang. Sementara itu, di tempat lain. Lizzy tidak segera

  • Kembalinya Sang Pewaris    Bab 43

    "Selamat, Dante. Sekarang kau menjadi pemilik saham terbesar di perusahaan ini." Alberto mengulurkan tangannya, mengajak Dante bersalaman setelah mereka menandatangani surat perjanjian alih kepemilikian saham. Laki-laki tua itu menyunggingkan senyum lebar. Kali ini dia terlihat sangat ramah dan bersahabat pada Dante. Tidak seperti sebelum-sebelumnya, Alberto selalu menunjukkan sikap permusuhan pada Dante, juga mendiang kakeknya. "Terima kasih, Signor Alberto," balas Dante lalu menjabat tangan Alberto erat selama beberapa detik. Dia segera melepas tangan yang telah keriput itu. "Tentu saja semua berkat Anda," lanjut Dante basa-basi. Semua orang yang berada di ruangan itu, yang ikut menyaksikan peristiwa tersebut bertepuk tangan dengan keras. Hari ini adalah hari yang bersejarah bagi perusahaan House of Corradeo sebagai tanda berakhirnya pengaruh Alberto di sana. Hal itu patut dirayakan, mengingat bahwa selama ini beberapa di antara mereka memendam kebencian pada laki-laki tua itu.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status