Satu jurus. Benar-benar hanya satu jurus.Arlot Himalaya, sang master yang kekuatan bela dirinya melegenda, sang naga dari Kota Orbit, telah dipenggal dalam sekejap. Para bawahan Keluarga Himalaya menatap pemandangan itu, pikiran mereka kosong. Keterkejutan itu begitu besar hingga melumpuhkan mereka. Lalu, keterkejutan itu berubah menjadi teror murni.Brak! Brak! Brak!Satu per satu, mereka menjatuhkan senjata mereka dan bersujud di tanah, memohon ampun.Nathan menyimpan kembali Pedang Arunanya. Dia tidak tertarik pada semut-semut ini. Melihat tuan mereka telah tiada, para bawahan itu buru-buru memungut mayat Arlot dan melarikan diri terbirit-birit, lenyap dari pandangan.Setelah mereka semua pergi, barulah Sheerena dan yang lainnya seakan terbangun dari mimpi buruk."Kak Nathan!" seru Sheena, berlari menghampiri dengan mata berbinar-binar penuh kekaguman. "Kau... aku bahkan tidak punya kata-kata untuk memujimu! Itu tadi luar biasa!""Berlatihlah yang baik," kata Nathan sambil terseny
BAM!Arlot terlempar ke belakang, matanya membelalak ngeri saat merasakan racunnya sendiri menggerogoti organ-organ dalamnya. Kulitnya dengan cepat menghitam, dan dia terbatuk hebat, memuntahkan seteguk darah hitam pekat."Kau... bagaimana kau..." dia menunjuk Nathan dengan jari gemetar, tidak mampu menyelesaikan kalimatnya."Seorang kultivator hitam sepertimu," kata Nathan dingin, "Sudah sepantasnya merasakan kejahatanmu sendiri.""Tuan Besar!"Para bawahan Keluarga Himalaya bergegas maju dengan panik.Arlot menatap Nathan dengan tatapan penuh kebencian. "Kau pikir... racunku sendiri... bisa membunuhku?!"Tiba-tiba, telapak tangannya memancarkan cahaya merah. Dengan tekad yang brutal, dia menghantam titik-titik akupunktur di perutnya sendiri tiga kali.DUG! DUG! DUG!Setiap hantaman membuatnya memuntahkan lebih banyak darah hitam, secara paksa mengeluarkan racun dari sistem tubuhnya. Nathan menatap dengan sedikit terkejut, mengakui kekerasan hati lawannya."Jika racun tidak bisa memb
"Berisik! Kita lihat saja siapa yang akan mati!" balas Arlot.Seketika, aura di tubuhnya meledak dengan liar. Angin topan yang dahsyat berpusat pada dirinya, menerbangkan puing-puing dan memaksa semua orang untuk melindungi mata mereka. Tanah di bawah kakinya bergetar, seolah-olah hari kiamat telah tiba.Namun, di tengah badai itu, Nathan berdiri dengan tenang, jubahnya bahkan tidak berkibar. "Cakar Bayangan Penakluk Awan!" Arlot meraung. Tubuhnya melesat ke udara, lalu menukik turun dengan kecepatan luar biasa, tangannya membentuk cakar bayangan seekor elang raksasa yang siap merobek kepala Nathan.Ssst! Ssst! Ssst!Udara terkoyak oleh kekuatan cakar itu, menimbulkan siulan yang menakutkan. Menghadapi serangan itu, Nathan hanya mengangkat kepalanya dengan tenang. Dia mengangkat satu telapak tangannya ke atas, seolah hendak menahan langit yang runtuh.DUG!Sebuah suara teredam yang berat terdengar. Cakar bayangan Arlot yang ganas itu bertabrakan dengan telapak tangan Nathan yang tena
Tangannya yang sekeras cakar baja mencengkeram leher Sheerena, mengangkatnya dari tanah. Seketika, wajah Sheerena memerah, napasnya tercekat."Lepaskan kakakku!" Sheena, didorong oleh keberanian yang lahir dari keputusasaan, melesat maju dan menampar tangan Arlot.Kilatan dingin melintas di mata Arlot. Dengan gerakan menghina, dia mengayunkan punggung tangannya. Sheena terlempar seperti boneka kain, memuntahkan seteguk darah sebelum jatuh terkapar di lantai."Sheena!" jerit Sheerena, suaranya pecah oleh kesedihan dan kemarahan.Arlot melihat itu. Dia melihat cinta yang begitu dalam di mata Sheerena untuk adiknya. Sebuah senyum kejam tersungging di bibirnya. Dia melepaskan cengkeramannya pada Sheerena, lalu melambaikan tangannya. Sebuah kekuatan hisap yang kuat menarik tubuh Sheena yang tak berdaya ke dalam pelukannya."Sheerena, sebaiknya kau panggil pahlawanmu itu keluar," katanya, mendekatkan wajahnya dan mengendus-endus leher Sheena dengan gerakan predator. "Kalau tidak, aku tidak
Nathan menangkap pedangnya dengan mudah. Di tangannya, pedang itu terasa sejuk dan tenang. "Tidak panas, kok?" katanya, bingung. Dia kembali menyodorkannya pada Bonang. Bonang mundur selangkah, mengibaskan tangannya. "Sudahlah, sudahlah! Sepertinya kali ini dewi keberuntungan benar-benar hanya tersenyum padamu. Aku tidak mendapatkan apa-apa!"Rasa frustrasi yang sejak tadi ia tahan akhirnya meluap. "Rumput Hijau Daun, energinya kau sedot habis! Warisan ilmu pedang, kau yang dapat! Roh pedang, juga untukmu! Aku?! Aku hanya dapat luka dan hampir mati di tangga sialan itu! Perjalanan ini benar-benar rugi besar!"Melihat Bonang yang mengomel seperti itu, Nathan hanya bisa tersenyum canggung. "Bagaimana kalau kita mencari-cari lagi? Mungkin saja masih ada?"Dia belum selesai berbicara saat sebuah suara gemuruh yang dalam terdengar dari kejauhan, membuat seluruh aula bergetar.GRRRMMMM~Dinding-dinding makam mulai bergetar. Debu berjatuhan dari langit-langit berbintang. Wajah Bonang seketi
Pendekar pedang itu tidak menjawab dengan kata-kata.Tiba-tiba, Nathan merasakan getaran di dalam dirinya. Tanpa perintahnya, Pedang Aruna melesat keluar dari tubuhnya, melayang di udara dengan api yang berkobar-kobar, mengeluarkan suara dengungan yang nyaring.Melihat itu, sang pendekar pedang melemparkan pedangnya sendiri ke udara. Dua pedang—satu berapi, satu berwarna kelabu—saling bertemu di angkasa. Ajaibnya, mereka tidak berbenturan, mereka mulai menyatu. Seperti dua tetes merkuri, mereka melebur menjadi satu, membentuk sebilah pedang baru. Api yang berkobar di Pedang Aruna perlahan-lahan padam, digantikan oleh kilauan cahaya abu-abu yang tenang namun tajam.Dan saat kedua pedang itu telah sepenuhnya menyatu, sosok sang pendekar pedang perlahan memudar, menghilang seperti asap yang tertiup angin. Warisannya telah diserahkan.Pedang Aruna yang telah terlahir kembali itu melayang turun ke hadapan Nathan. Dia mengulurkan tangannya dan menggenggam gagangnya.BANGG!Saat jarinya meny