Nathan menatap Milan, dan pada wajahnya terpahat sesuatu yang lebih keras dari batu, sebuah tekad baja! “Kalau bukan aku yang membebaskan mereka, siapa lagi?” katanya. “Aku tidak akan lari dari kehormatan.”Ryujin mendesah. Ada sinar samar dalam matanya entah sebuah rasa kesal atau rasa kagum, bahkan dia sendiri tidak yakin. Ia menoleh pada Kaidar lagi. “Di mana mereka?”Kaidar menelan ludah. “Penjara... penjara bawah tanah.”“Bawa kami ke sana. Sekarang! Lepaskan semuanya,” nada Ryujin tak bisa ditawar.Dan Kaidar tahu, sekali saja ia mencoba berbohong, hidupnya akan berakhir lebih cepat dari waktu bicara.***Di sebuah lorong batu menurun ke perut bumi. Cahaya obor menari di dinding-dinding lembap yang dipenuhi lumut. Udara berbau karat dan darah tua.Jeruji besi besar berdiri bagai gigi naga yang mengurung manusia. Di baliknya, para anggota Ravensclaw duduk membisu. Tangan mereka terikat dengan rantai besi yang menusuk masuk ke tulang selangka, alat penyiksa kuno yang diciptakan bu
BAAM!Namun, tepat saat serangan Scholar akan menghantam, sebuah gelombang energi yang sangat kuat meledak. Bukan dari Nathan, bukan dari Kaidar. Gelombang itu begitu dahsyat, membuat Scholar terlempar jauh, seperti layang-layang putus tali, menabrak pilar Pagoda Kristal sebelum jatuh tak berdaya ke tanah.Semua orang terperangah.“Seorang Villain? Terlempar semudah itu? Siapa yang memiliki kekuatan dahsyat seperti ini?”"Siapa di sana? Tunjukkan dirimu sekarang juga!" Kaidar berteriak, wajahnya mengeras dalam kemuraman."Apakah para praktisi bela diri di zaman ini sudah melampaui batas? Berani-beraninya mengabaikan kehadiran kami!"Perlahan, langkah demi langkah, sesosok agung muncul dari bayangan. Di belakangnya, Milan melangkah tenang, auranya tak kalah menekan. Kedatangan mereka bagaikan badai yang tiba-tiba datang, membekukan setiap orang yang hadir."A-aku tidak tahu Tuan Ryujin sudah di sini," Sekuat apa pun Kaidar, di hadapan Ryujin, ia tak berani menunjukkan sedikit pun kesom
"Kaidar, m-maksudku… Tuan Muda..."Suara Scholar Arteta memecah keheningan yang menyesakkan di Pagoda Kristal. Nathan merasakan seolah jantungnya dihantam. Scholar, sosok yang begitu hormati, kini berdiri di hadapan Kaidar, membungkuk dalam-dalam seolah mengabdi.Nathan tak bisa memercayai matanya. Keluarga Arteta dan Keluarga Winaya adalah dua pilar setara di Kota Moniyan. Dan lagi, Scholar adalah seorang tetua yang dihormati, jauh lebih senior dari Kaidar yang angkuh. Mengapa ia bersikap seolah hamba seperti ini? Ada sesuatu yang tidak beres, sebuah kebenaran pahit yang tersembunyi di balik kepatuhan yang menyakitkan ini."Habisi Nathan. Cepat!" titah Kaidar, suaranya dingin, tak ada sedikit pun keraguan. "Tapi ingat, jangan rusak mayatnya. Aku menginginkan semua harta di dalamnya!" Matanya berbinar sepria berjanggut ituh, memendam nafsu akan Batu Mata Naga dan, mungkin, Menara Kegelapan yang Nathan gunakan.Scholar tersentak. Pandangannya beralih pada Nathan, sebuah campuran penyes
Sepasang matanya merah menyala, bukan merah hidup yang melambangkan kekuatan, melainkan merah redup seperti bara yang nyaris padam namun menolak mati. Tatapan itu tertuju pada satu sosok—Kaidar. Tak ada kata, tak ada gerakan sia-sia. Hanya janji sunyi yang membara dalam sorot mata, sumpah darah yang menanti ditebus!Meski tubuhnya terguncang, meski rasa sakit menari di setiap pori-pori, satu hal tetap utuh dalam dirinya, niat untuk membunuh!Kaidar berdiri di atas tangga reruntuhan, bajunya masih bersih, kontras dengan kekacauan di sekelilingnya. Di wajahnya tersungging senyum tipis, namun matanya menyimpan keraguan. “Batu Mata Naga... sungguh peninggalan yang luar biasa,” katanya, suaranya tenang namun dibangun di atas fondasi keangkuhan yang rapuh. “Kau berhasil menahan kekuatan dari Puncak Villain, tapi itu hanya memperpanjang nafasmu, bukan hidupmu. Lihat dirimu, Nathan. Bayangan pahlawan yang dulu kami takutkan. Sekarang? Aku bisa membunuhmu hanya dengan satu jari!” Ia mengangkat
Dengan ayunan tangan, Pagoda Kristal dilempar ke udara. Seketika, benda itu membesar di udara, seperti bulan perunggu yang akan menelan langit. Cahaya kuno dan mematikan memancar dari permukaannya, langsung menyelimuti tubuh Nathan. Semua orang mundur karena takut terseret oleh aura maut yang memancar.Nathan tak mundur, dia mengepalkan tangan kanannya hingga otot-ototnya terlihat dengan jelas. “Tinju peledak!”Satu hantaman dan cahaya emas melesat dari tinjunya, menembus udara seperti komet, menghantam Pagoda Kristal yang jatuh.BANGG!Tapi tidak ada efek apapun dan Pagoda Kristal tetap melesat.BAAAM!Pagoda itu menghempas ke arah Nathan dengan suara dentuman yang memekakkan telinga, terjepit di dalamnya. Debu mengepul dengan dahsuat, kilatan cahaya terakhir menghilang.Di tengah ruangan, Pagoda Kristal berputar pelan di udara, lalu mendarat perlahan, memancarkan aura gelap yang menyelimuti semuanya.Semua mata tertuju ke benda itu dengan diam. Tak ada yang percaya dengan apa yang b
Nathan menunggu di luar, berdiri bagai patung berdarah di tengah badai. Tidak bergerak. Tidak berkata. Namun matanya mengikuti setiap detak waktu, setiap kemungkinan pengkhianatan.Di balik dinding batu, Kaidar menempelkan telapak tangannya. Dengan suara berdesing rendah dan gesekan mekanis, dinding terbuka dan memperlihatkan ruang harta rahasia milik keluarganya, tempat yang hanya ia dan almarhum ayahnya tahu keberadaannya.Bau logam dan debu tua memenuhi udara. Cahaya samar lilin menyinari rak-rak batu yang penuh dengan senjata spiritual, artefak kuno, dan benda-benda terlarang. Namun hanya satu yang menarik perhatian Kaidar, sebuah Pagoda Kristal.Tergantung di dinding paku, diselimuti debu dan jaring laba-laba, namun auranya masih hidup dan mengancam. Konon, Pagoda itu telah digunakan oleh seorang Villain tingkat puncak yang begitu kuat, hingga para tetua menyebutnya Rumah Penghakiman. Sosok itu tak pernah berhasil menembus tahap tertinggi dan mati dalam depresi, tapi ia menyegel