Glenn Brawijaya selalu hidup seenaknya. Ia terlalu mengandalkan kekayaan yang dimiliki orangtuanya dan tidak mau bersusah payah dalam hal apapun karena ia selalu percaya jika kekayaan orang tuanya akan jatuh ke tangan dirinya. Namun, apa yang terjadi jika ia dihantam oleh sesuatu yang tak pernah ia duga? Kekayaan keluarga besarnya malah jatuh ke tangan pamannya setelah kedua orang tuanya mengalami kecelakaan yang menewaskan keduanya. Ia bahkan harus terusir dari rumah mewahnya. Lalu, apa yang akan terjadi selanjutnya? Akankah Glenn merebut kembali apa yang menjadi haknya? Ataukah hanya diam dan menerima nasib?
View More“Buatkan aku kopi!" Glenn memerintah.
Fero terbelalak, "Sekarang, Tuan?"
Glenn menatap jengkel, "Kenapa? Kau tidak mau membuatkannya?"
Fero menggeleng cepat, "Tapi ini pukul dua belas malam, Tuan Muda. Kalau Anda minum kopi sekarang, besok Anda akan bangun terlambat. Anda akan-"
"Cerewet. Buatkan saja!" potong Glenn kesal.
Fero melirik cemas ke arah jam dinding tapi ia akhirnya memilih melakukan perintah sang tuan. Ia pun hanya membutuhkan beberapa menit saja menyajikan kopi itu.
Glenn lalu menikmati kopinya sambil berdiri di depan jendelanya dan baru pergi tidur di pukul empat pagi.
Beberapa jam setelahnya, Fero sudah hampir menyerah saat ia tak berhasil juga membangunkan Glenn. Namun, di usahanya yang kedua puluh sembilan, itu membuahkan hasil. Glenn bangun pukul sepuluh.
"Fer, siapkan pakaianku!" titah Glenn.
Sementara itu, di Brawijaya Corporation yang merupakan perusahaan telekomunikasi nomor satu di Indonesia, terlihat Andi Brawijaya sedang duduk mematung di kursinya.
"Kita mulai saja rapatnya!" putusnya kemudian.
"Kita tidak menunggu Glenn, Mas?" tanya Satria, adik Andi Brawijaya yang menjabat sebagai direktur keuangan.
Andi menjawab datar, "Tidak."
"Tapi proyek ini harusnya menjadi tanggung jawab Glenn, Mas," ujar Satria.
Andi bergelut dengan hatinya. Selain malu karena saat ini hanya putranya saja yang belum datang, dia juga luar biasa marah karena lagi-lagi dia tak dianggap oleh sang putra.
Dua jam sebelumnya dia telah memperingatkan putranya itu soal meeting yang harus dihadirinya pagi ini melalui sebuah pesan singkat. Namun, nyatanya putra tunggalnya itu telah mempermalukan dirinya lagi di depan semua dewan direksi perusahaannya.
"Biarkan saja."
Diam-diam Satria tersenyum miring dan memulai meeting itu.
Satu jam kemudian, pintu ruangan itu terbuka. Semua mata sontak menatap ke arah pintu itu dengan tatapan bertanya.
"Maaf, Ayah. Aku terlambat," ujar Glenn saat ia muncul dengan begitu santainya.
Beberapa di antara orang-orang penting itu saling melirik, sementara Andi Brawijaya telah melotot marah pada putranya. "Kau tahu ini jam berapa, Glenn?"
"Sebelas lebih tiga puluh menit," jawab Glenn santai dan ia duduk di kursi dekat sang ayah.
"Apa kau lupa rapatnya dimulai pukul sepuluh?" tanya Andi, berusaha keras meredam amarahnya.
"Tidak."
Andi mengertakkan giginya, "Kalau kau tidak lupa, kenapa kau baru datang sekarang?"
"Karena aku baru bangun jam sepuluh."
Jawaban santai itu sontak membuat Andi semakin murka. Ia pun melempar sebuah map yang berisi file yang sedang mereka diskusikan sebelumnya dengan jengkel ke arah Glenn. Map itu membentur dada Glenn.
Semua orang tersentak kaget. Tetapi Glenn hanya melirik kertas-kertas itu sekilas dan tetap diam tanpa ekspresi.
Andi yang napasnya memburu berkata, "Meeting sudah cukup hari ini!"
Satu per satu dari jajaran direksi itu pun ke luar dari meeting dan kini tinggal menyisakan Andi dan Glenn berdua saja.
"Apa maumu sebenarnya? Katakan pada Ayah!" ujar Andi dengan napas memburu.
"Tidak ada."
Andi berujar, "Apa kau tidak bisa bersikap dengan benar sekali saja? Mau sampai kapan kau akan bertindak seenaknya dan mempermalukan ayahmu seperti ini?"
"Bersikap benar bagaimana, Ayah?" tanya Glenn dengan begitu santainya.
"Bersikap layaknya pria terhormat, Glenn."
Glenn mengangkat alisnya, "Oh, seperti apa itu? Tidak mungkin seperti Ayah kan?"
Sudut alis Andi berkedut. Ia berujar pelan, "Apa maksudmu?"
"Pikirkan saja sendiri!" ujar Glenn.
Ia lanjut berkata, "Meeting-nya sudah selesai kan Ayah?"
Belum sempat Andi bereaksi, Glenn sudah bangkit dari kursinya dan melangkah menuju ke luar ruangan. "Aku pulang dulu, Ayah."
"Pulang bagaimana maksudmu? Kau punya banyak pekerjaan yang harus kau lakukan, Glenn."
“Glenn!” pekik Andi.
Glenn menguap, "Tapi aku ngantuk sekali, Ayah. Aku tidak yakin bisa melakukan pekerjaan dengan benar. Dari pada Ayah marah karena aku melakukan kesalahan, lebih baik aku pulang."
"Glenn, kau tidak bisa seperti ini terus. Glenn-"
"Ayah, perusahaan ini tidak akan bangkrut hanya karena aku tidak masuk kerja kan?"
"Kau-"
"Aku pulang dulu dan sampaikan maafku pada ibu karena aku tak bisa menemuinya dulu," ucap Glenn dengan begitu santainya.
Andi Brawijaya menggebrak mejanya begitu putranya ke luar dari sana.
Dengan tidak sabar dia kembali memanggil Edgar, "Lakukan sekarang juga!"
"Baik, Tuan."
Glenn merasa puas telah membalas sang ayah yang telah mengacaukan pestanya semalam. Dengan senyum yang menghiasi bibirnya, ia berjalan menuju lift tapi senyumnya itu lenyap begitu saja saat ia berpapasan dengan salah satu orang yang tidak ia suka.
"Bersikaplah begini terus, Tuan Muda Brawijaya. Semakin kau berandal, semakin aku senang," ucap Narendra dengan ekspresi senang yang sangat tercetak jelas di wajahnya.
Glenn balas tersenyum sinis, "Seberandal apapun aku, aku tetap pewaris resmi perusahaan ini."
"Jangan terlalu percaya diri dulu, Glenn!" peringat Narendra.
Glenn tertawa, "Kenapa aku tak boleh percaya diri? Jelas-jelas aku satu-satunya putra ayahku."
Narendra memang tak bisa menghapus fakta itu.
Melihat Narendra terdiam, Glenn berkata dengan cepat, "Oh, atau jangan-jangan kau menginginkan perusahaan ini, Rendra?"
Narendra terdiam, Glenn tertawa sampai badannya terhuyung-huyung. "Ternyata memang benar. Astaga, apa kau sungguh percaya bisa mewarisi perusahaan ini?"
Narendra berujar, "Kenapa tidak? Kalau kau tidak becus, posisi itu bisa saja jatuh ke tanganku."
Glenn membalas dengan sinis, "Bangun dari mimpimu, Ren! Itu tidak akan pernah terjadi."
"Kita lihat saja nanti," ujar Narendra dingin.
Narendra tidak mempercayai apa yang sedang terjadi kepadanya, "Glenn, kau-""Bukti yang aku miliki sudah lengkap semuanya dan semua ini berkat bantuan dari adik kesayanganmu. Selain itu, Om Satria kebetulan telah menyerahkan dirinya pagi tadi jadi lebih baik sekarang tidak perlu melawan lagi karena kau sudah tamat," ucap Glenn dengan begitu senangnya.Narendra tentu saja memberontak dan berhasil melepaskan diri dari kedua polisi yang memegang lengannya. Pria muda tersebut kemudian langsung saja menarik Glenn ke arahnya lalu mengeluarkan sebuah pisau yang nyata ia sembunyikan dibalik saku jasnya.Glenn tentu saja tidak pernah menyangka hal itu akan terjadi. Ia pikir ia telah bersiap-siap menghadapi segala hal yang mungkin saja terburuk tetapi nyatanya ia masih melupakan sesuatu sehingga sekarang harus menghadapi kemarahan Narendra yang seharusnya tidak perlu dihadapi.Dewa dan Alexander yang berada di sana sontak memerintah anak buah mereka untuk menyelamatkan Glenn tetapi Glenn memint
"Astaga, kau benar-benar membuatnya takut," ucap Glenn yang tidak bisa tidur apalagi mendengar ketika orang yang berada di dalam kamarnya itu dari tadi masih saja bercolotest seolah dia tidak ada di sana.Clarita menoleh pada pria yang telah membuka matanya secara penuh itu. "Om, Om pasti terganggu dengan suara kami ya?"Glenn tersenyum tipis dan menanggapi, "Ah, Clarita. Kau benar-benar sangat peka sekali, tidak seperti ayahmu yang bodoh ini."Alexander sedikit tersinggung tetapi dia membiarkan sahabatnya itu berbicara seperti itu."Kau benar-benar sudah tidak apa-apa?" tanya Dewa, terdapat kecemasan yang begitu terlihat dengan sangat jelas di mata sahabat Glenn yang satu itu."Kau gila atau bagaimana? Aku baru saja tertembak di perutku dan kau bilang aku tidak apa-apa? Luka tembak tidak mungkin bisa sembuh hanya dalam waktu beberapa jam kan?" omel Glenn.Alexander tertawa meringis mendengarkan ocehan Glenn pada Dewa, ia benar-benar sangat puas terhadap omelan Glenn tersebut."Nah, s
Narendra mendecakkan menatap ayahnya dengan tatapan tidak suka. Pria itu bahkan tidak menutupi jika mungkin dia menganggap ayahnya itu cukup bodoh karena tidak benar-benar menyimak ceritanya dengan benar.Narendra menghela napas panjang sebelum kemudian menanggapi, "Ayah, tidakkah tadi Ayah mendengarkan ceritaku dengan baik?"Satria terbelalak tetapi dia membalas pertanyaan putranya, "Dengar. Peluru itu sedikit meleset tetapi mengenai Glenn. Iya kan?""Hm, itu benar. Peluru itu katanya mengenai perut Glenn dan bukannya jantungnya jadi mungkin dia masih hidup atau bisa saja sedang sekarat. Entahlah, aku tidak mengetahuinya. Anak buahku masih mencarinya di seluruh rumah sakit yang ada di Jakarta ini. Dan aku yakin sekali dia akan segera ditemukan," ujar Narendra begitu senang.Satria mengangguk mengerti. "Jika kau sudah menemukannya, apa yang akan kau lakukan terhadapnya?"Narendra menyipitkan mata, memperlihatkan ayahnya senyumannya yang kejam. "Ayah, apakah sekarang ini Ayah masih har
Alexander dan Dewa menyadari jika di sana masih ada gadis muda yang mendengarkan percakapan mereka yang cukup bisa dikatakan berbahaya dan tidak pantas didengar oleh gadis itu.Dewa seketika berkata, "Oh, Sayang. Maaf, percakapan ini tidak pantas untuk kamu dengar. Ah, Alex. Kita tunda saja percakapan ini daripada putrimu harus mendengar hal seperti itu."Clarita sebenarnya tidak ingin menyerah begitu saja tetapi melihat kedua pria dewasa itu terlihat tidak ingin lagi melanjutkan percakapan mereka mengenai permasalahan tentang aksi balas dendam itu maka ia pun juga tidak bisa lagi bertanya."Kamu mau minum atau mungkin camilan?" tawar Alexander.Clarita dengan segera menggelengkan kepala. "Bagaimana mungkin aku bisa makan dalam situasi seperti ini? Ayolah Ayah, aku bukan gadis berdarah dingin yang tidak mementingkan situasi dan kondisi."Alexander meringis mendengar ucapan putrinya yang begitu mengguncangnya Itu.Dewa sendiri tidak tahan untuk tidak tertawa telan tetapi dia kemudian t
Sang pengawal dengan sangat terpaksa akhirnya menjawab kembali, "Tuan Alex tidak apa-apa dan baik-baik saja tetapi Tuan Glenn baru saja tertembak karena diserang."Clarita langsung saja membungkam mulutnya karena kaget. Tak bisa dipercaya, hanya sangat mustahil sekali pria sekuat Glenn bisa tertembak dan kini nyawanya sedang dalam bahaya di dalam rumah sakit.Clarita terdiam sejenak bingung atas apa yang harus dia lakukan setelahnya.Namun, dia tentu tidak bisa berdiam saja di sana sehingga dia memutuskan, "Aku akan ke rumah sakit."Sang pengawal tentu saja langsung saja menjawab, "Tidak, Nona. Tuan Alexander meminta Anda untuk tetap di rumah dan tidak melakukan apapun. Sebenarnya yang diserang itu adalah Tuan Alex tetapi Tuan Glenn datang untuk menyelamatkannya sehingga yang terkena malah Tuan Glenn.""Iya, Nona. Di luar sana masih begitu berbahaya dan kita juga tidak tahu apakah penyerang itu akan mencari-cari Nona karena anda merupakan putri satu-satunya Tuan Alexander sekaligus ke
Ken, sopir Alexander Barata segera melajukan mobilnya lebih cepat dan berusaha menghindari 3 mobil yang mengejar mereka.Alexander mulai tegang dan kemudian segera menghubungi Glenn dengan cepat. Ia benar-benar sangat beruntung sekali karena hanya dalam dari yang pertama panggilannya telah dijawab oleh Glenn."Kenapa kau-""Kirim bantuan sekarang, Glenn! Aku sedang dikejar-kejar!" ujar Alexander dengan suara yang begitu panik.Glenn yang sedang duduk di atas atap itu segera berdiri dan berkata dengan nada yang juga panik, "Di mana posisimu?""Ah, tidak usah. Aku tahu. Bertahanlah sebentar!" ucap Glenn.Glenn segera membuka aplikasinya dan memerintah dengan cepat, "Susul Alexander!"Beberapa anak buahnya yang telah siap siaga itu pun segera mengambil posisi masing-masing dan Glen ikut ke dalam salah satu mobil itu.Sementara itu, Alexander masih dalam pengejaran dan hampir saja terkena sebuah tembakan saat salah satu orang yang berada di mobil kirinya tersebut melemparkan sebuah tembak
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments