Home / Urban / Kembalinya sang Prajurit Terbaik / BAB 8. BARRA MENODONGKAN SENJATA

Share

BAB 8. BARRA MENODONGKAN SENJATA

Author: White Phoenix
last update Last Updated: 2023-04-23 22:43:29

Mobil yang membawa istri dari Jenderal Ramses memasuki lobi utama Griya Anggrek,  suatu gedung pertemuan bagi istri petinggi militer di Negara Darlan.  Hanya orang yang memiliki kartu pengenal tertentu dapat masuk ke area gedung dengan pengamanan ketat.

Marissa membuka jendela depan dan menunjukkan kartu pengenalnya sekaligus menyebutkan siapa yang berada bersamanya.

“Nyonya Mella Ramses tiba di Griya,”  lapor salah seorang penjaga gerbang.

Setelah proses pemeriksaan mobil mewah berwarna hitam itu pun diijinkan masuk, hingga tiba di depan lobi utama dan Marissa dengan gerakan cepat turun dari kendaraan, membuka pintu penumpang.

“Selamat datang Nyonya Ramses,”  sapa seorang wanita dengan penampilan yang glamour. Mella tersenyum dan menerima uluran tangan wanita tersebut.

“Ibu, ruangan ganti ada di sebelah kiri,”  ujar Marissa pada Mella, mengingatkan.

Rupanya ucapan Marissa tidak disukai oleh wanita yang menyambut Mella, dengan tatapan sinis wanita tersebut menatap tajam pada Marissa.

“Tidak sopan!  Menyela pembicaraan, memangnya siapa kamu!”  tegur wanita tersebut ketus.

Mella terkejut, berbeda dengan Marissa yang tersenyum hormat meminta maaf.

“Maafkan saya, Nyonya.  Ibu sudah ditunggu Ibu Ketua,”  jawabnya tanpa mengurangi rasa hormat.

“Nyonya, wanita ini bukannya yang membunuh suaminya ya,”  cibir salah satu wanita lain yang baru bergabung saat terjadi sedikit perdebatan.

Degh.  Marissa menahan diri.  Tangannya sedikit mengepal walaupun dengan gerakan perlahan, ucapan dari wanita di depannya ini membuka luka batinnya lagi.

“Jaga ucapan Anda, Nyonya.  Dia anakku, dan tidak perlu menjelaskan pada kalian bukan?”  Mella menarik tangan Marissa dan meninggalkan kedua wanita lainnya dengan tatapan tajamnya.

Marissa segera mendahului dan melaporkan kedatangan Mella saat memasuki ruang tunggu.

“Icha, ikutlah masuk.  Jangan tunggu Ibu di luar, nanti para nenek sihir mengganggumu,”  ajak Mella.

“Iya Bu.”

“Dik Mella, apa kau bawa laporan yang Mbak minta?”  seseorang dengan penampilan Anggun menyambut sesaat Mella dan Mariss memasuki ruangan tersebut.

“Aduh hampir lupa Mbak, sebentar –“  Mella menggantung ucapannya dan menoleh pada Marissa.

“Icha, ambilkan berkas di map warna biru, di mobil.”

Marissa menganggukan kepala dan segera keluar kembali.  Ternyata saat dirinya melewati koridor lobi utama, grup ibu-ibu penggosip melihatnya.  Dan tentu saja tidak dilewatkan begitu saja,

“Lho, dia masih hidup ya,”  pancing si ibu yang pertama kali bertemu dengan Mella dan Marissa.

“Memangnya siapa dia?”  tanya yang lain.

“Ini lho Mbak, orang yang dulu masuk di berita, yang sudah membunuh suaminya demi selingkuhannya.”

Degh.  Langkah Marissa terhenti sejenak. Mendengar hal itu begitu menyakitkan, rasanya dia ingin membalas perkataan si ibu itu.

“Betul kan, lihat saja dia berhenti,”  ejek si ibu senang.

Marissa menoleh sambal tersenyum penuh arti.

“Saya tidak tahu mengapa Anda begitu ingin semua orang tahu tentang siapa yang membunuh suami saya.  Maaf Bu, tadinya saya sudah melupakan hal ini, tetapi saya jadi ingin menyelidiki ulang tentang kematian suami saya.  Jangan-jangan Ibu sebenarnya tahu siapa pembunuhnya?”

Ucapan Marissa seketika membungkam tawa dari tiga orang wanita yang seharusnya mempunyai martabat tinggi karena pangkat suaminya.  Merasa cukup, Marissa pun berlalu meninggalkan lobi, melanjutkan tujuannya.

Setahun atau pun puluhan tahun tetap akan menyakitkan jika kenangan buruk selalu diungkit. Marissa menitikkan air matanya saat berada dalam mobil.

“Mbak Icha, ada apa?”  Rangga, junior Marissa sekaligus supir kepercayaan untuk istri Jenderal Ramses terkejut.

“Tidak apa-apa, Ngga.”

“Apa Mbak Icha masih terasa sakit tadi jatuh dari motor?”

“Tidak apa-apa.  Aku masuk dulu, sudah ditunggu Ibu.”

Marissa bergegas pergi menghindari pertanyaan Rangga.  Dia selalu memendamnya sendiri, sebab itu lebih baik.

Acara pertemuan para istri petinggi militer Darlan sedang berlangsung, Marissa menunggu di luar Bersama dengan ajudan yang lain.  Seperti biasa Marissa akan diam seribu Bahasa ketika para juniornya bercanda.

Di antara semua pengawal pribadi wanita hanya Marissa yang mempunyai pangkat lebih tinggi dari mereka.  Rata-rata mereka adalah bintara baru yang usianya pun masih dua puluh sampai dua puluh tiga tahun.

“Kamu pengawalnya Nyonya Ramses kan?”  tiba-tiba lamunan Marissa dikejutkan oleh suara laki-laki.

“Ya betul. Ada apa, Bang?”  Marissa segera berdiri sigap.

“Ikut aku, ada yang ingin bertemu denganmu.”

Marissa tersenyum sedikit saat sosok itu berbalik dan mendahului berjalan.

***

Seminggu berlalu,

Sejak kejadian penembakan terhadap Barra dan Danu, lelaki itu  menyelidiki siapa pengendara motor itu.

Barra menggunakan pengaruh Ramses untuk bisa mendapatkan rekaman kamera CCTV di pom bensin.  Dan membuatnya terkejut.

Sore hari di kediaman Ramses, suasana tenang  berubah menjadi kegaduhan saat tiba-tiba Barra menodongkan pistolnya pada Marissa.

“Katakan siapa kamu sebenarnya!”

Marissa yang baru saja olah raga sore terkejut.  Tangannya refleks terangkat ka atas, ketika mulut pistol mengarah padanya.

“Ijin, Kapt.  Ada apa ini?”  ucap Marissa berusaha tenang dan juga tidak memancing emosi.

“Jangan pura-pura kamu!”  bentak Barra tajam.

Raut wajahnya semakin terlihat menyeramkan bagi Marissa.  Dalam keadaan biasa saja, sosok itu sangat datar tanpa ekspresi.  Mendengar bentakan Barra, wanita itu hanya bisa menatap bingung.

“Baik Kapt, letakkan dahulu senjata Anda.  Saya akan menjawab semua pertanyaan Anda,”  bujuk Marissa.

Hari menjelang maghrib, menurut kepercayaan waktu matahari tenggelam pintu kerajaan iblis terbuka sehingga banyak setan yang berlalu lalang.  Barra perlahan menurunkan senjatanya, tetapi tatapannya tetap penuh ancaman.

“Terima kasih, Kapt.  Sekarang apa yang harus saya jawab, Kapt?”

Marissa memberi tanda  berhenti pada beberapa pelayan yang mulai mendekat sebab melihat keributan itu.  Ramses dan Mella sedang menghadiri acara pernikahan kolega bisnis, dan hanya membawa ajudan Ramses saja.

Lain halnya dengan Danu dan Rangga yang seketika berlarian ketika mendengar pelayan berteriak minta tolong.

“Bang! Bang!”  seru Danu seraya mendekat dan memegang tangan Barra, sementara Rangga segera berdiri di depan Marissa dan siap menjadi penghalang dari Barra.

“Kalian sekongkol?”  tuduh Barra.  Pandangan dua lelaki itu kini saling menusuk.  Rangga tidak takut sama sekali.

“Bang, Bapak dalam perjalanan pulang,”  bisik Danu sambil menarik tangan Barra menjauhi Marissa.

Begitupun Rangga, menarik tangan Marissa.

“Lihat, Mbak.  Orang yang kamu lindungi justru menodongkan senjata padamu.”

Deg.  Barra dan Danu terhenti.

“Tunggu!”

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kembalinya sang Prajurit Terbaik   BAB 33. MULAI BERGERAK

    “Apa yang sedang kamu lakukan?”Rangga terperanjat ketika tiba-tiba suara bariton khas milik Barra terdengar dari belakang tubuhnya. Lelaki muda itu masih mengawasi kepergian Mella dan Marissa, bersamaan dengan Suster yang sedang menggendong bayi mungil melambaikan tangan seperti hal yang sering dilakukan oleh anak kecil melepas ibu dan neneknya pergi.“Siap tidak ada, Kapt,” ujar Rangga sedikit canggung. Raut wajahnya melukiskan kesan tidak nyaman bertemu dengan pria yang selalu berwajah masam padanya.“Jika kamu berpikiran jahat padanya, enyahkan jauh-jauh sebelum kamu lakukan!”Tatapan yang tajam terasa seperti mengiris iris mata Rangga. Barra memang sedang mengancamnya. Rangga hanya bisa menelan air liurnya saja.“Jenderal Ramses masih memberikan kesempatan padamu, tetapi aku tidak. Aku akan percaya jika kamu membuktikan dengan perbuatan dan bukan rekayasa. Ingat feelingku akan mengetahui kamu sedang memainkan trik konyol atau memang tulus membela kebenaran!”Angin yang bere

  • Kembalinya sang Prajurit Terbaik   BAB 32. TUNTUTAN YANG SEHARUSNYA

    Dua pekan berlalu. Sepanjang waktu yang seakan landai digunakan oleh Barra untuk berunding dengan tim kuasa hukum militernya. Sebab target dari pembunuhan suami pertama Marissa adalah keluarga atau kerabat dari anggota Militer Darlan.Berbeda dengan sang suami, Marissa tetap menjalankan tugasnya sebagai pengawal pribadi Mella dan saat ini akan menghadiri acara istri petinggi militer Darlan.“Ada acara kemana?” tanya Barra saat melihat istrinya sudah mengenakan baju dinas safarinya.Marissa merapikan sedikit anak rambut yang keluar dari sanggulnya, kemudian merapikan riasan yang natural pada wajah cantiknya.“Iya, Ibu ada acara pertemuan arisan di wisma anyelir.”“Wisma anyelir?”“Gedung pertemuan di sebelah kantor Panglima Tertinggi.”“Hati-hati,” pesan Barra seraya membetulkan kerah baju Marissa.Rutinitas yang mulai disukai oleh Barra, sebagai pasangan sah Marissa. Kebahagiannya adalah dapat memberikan perhatian disela kesibukkannya sebagai anggota militer yang penuh dengan ris

  • Kembalinya sang Prajurit Terbaik   BAB 31. AKU PANTANG DIKALAHKAN

    Pertanyaan Marissa hanya ditanggapi dengan tatapan Barra. Lelaki itu mengerutkan dahinya seraya mengeraskan rahang, terlihat jelas jika dirinya sedang memikirkan sesuatu.Drrt, drrt.Getaran ponsel yang ada di atas nakas mengalihkan perhatian Barra. Dengan satu jangkauan tangannya yang panjang, benda pipih tersebut sudah berpindah tempat. Sebuah pesan masuk dan terbaca sepintas oleh mata Marissa.‘Rencana berhasil’ demikian sepotong penggalan pesan.Barra membaca dan kemudian menghapus pesan tersebut.“Mengapa dihapus? Rencana apa?” tanya Marissa.Barra terdiam, dan kembali pada posisi sebelumnya memandang Marissa dengan tatapan yang sulit diartikan oleh wanita itu.“Ada apa?”“Adik sudah siap?” akhirnya Barra bersuara.“Si – siap apa, Bang?” suara Marissa tergagap. Tatapannya sontak kebawah kemudian menatap Barra lalu beralih lagi ke arah tidak menentu.“Dik? Ada apa? Sudah siap kah?” ulang Barra bingung.“Eh – eh,” gumam Marissa lirih. Tidak tahu bagaimana wajahnya sek

  • Kembalinya sang Prajurit Terbaik   BAB 30. KEKECEWAAN MARISSA

    Brak.Pintu tiba-tiba terbuka, Marissa berdiri di depannya seraya menatap ke dalam. Tepatnya pada Rangga, wajah wanita yang mempunyai hubungan personal sangat dekat itu memancarkan sorot kekecewaan. Langkah kaki perlahan mendekat, tanpa bicara Marissa berdiri tepat berjarak satu jengkal lengannya.Plak!Tamparan keras tak pelak mendarat di wajah Rangga. Lelaki itu terkejut, demikian juga Barra.“Icha –““Salah apa aku padamu, Rang? Tega kamu mau mencelakakanku. Kalau aku naik mobil yang salah seharusnya kamu datangi aku, bukan kau biarkan saja.” Marissa tidak menghiraukan ucapan Barra, serentetan kalimat terlontar dengan emosi jiwa.Ruangan kerja Ramses yang mempunyai dua pendingin udara sepertinya tidak mampu mendinginkan suasana hati Marissa. Tangannya masih mengepal dan bibirnya sedikit terbuka, hingga barisan gigi yang terkatup rapat terlihat.“Mbak, maafkan aku. Aku terpaksa!”“Kita selalu bahas rencana ini berdua, apa kau ceritakan semua rencanaku pada mereka!” ucap Mar

  • Kembalinya sang Prajurit Terbaik   BAB 29. PENJELASAN DAN ATUR RENCANA

    “Apa maksudnya?” Ramses yang mengikuti langkah Barra terhenyak dengan tuduhan menantunya.Ya Barra sudah resmi sekarang sebagai suami Marissa sesugguhnya. Ketika semua sudah pergi, sepertinya Barra menepati janjinya. Mulai menyerang lawannya, tetapi Ramses heran mengapa dalam rumahnya ada penyusup. Dan orang itu mengapa harus Rangga.Barra tidak langsung menjawab. Dengan gayanya yang elegan, lelaki itu berbalik badan menghadap Ramses dan kemudian kepalanya menoleh ke arah Rangga.“Itu yang sedang aku tanyakan padanya. Pada hari Icha masuk dalam mobil yang salah, sebenarnya dia sudah tahu. Aku sudah memeriksa CCTV dari sekitar tempat dimana mobilku dan mobil target parkir bersebelahan.”Ramses, Danu, Mella, bahkan Marissa terkejut mendengar penjelasan Barra. Terlebih Marissa, dalam benaknya ingin menyangkal pendapat lelaki tersebut, namun ketika Barra mengatakan berdasarkan bukti rekaman CCTV dia jadi dilema.“Apa benar itu Rang?” tanya Marissa.Matanya masih terlihat sayu, me

  • Kembalinya sang Prajurit Terbaik   BAB 28. KAMU KOMPLOTANNYA

    Ternyata bukan sekedar kegilaan ucapan saja, esok harinya Barra menghadap Ramses dan juga Mella mengemukakan keinginannya untuk menikah secara resmi.Alasan yang digunakan oleh lelaki itu, untuk melindungi Marissa secara penuh dan juga keberadaan bayi yang diadopsi oleh mereka.“Memang benar sekali kabar tentangmu yang pandai negosiasi, berdebat dan juga melumpuhkan lawan.”Ramses tertawa, sementara Mella sudah heboh sendiri bersama si kecil.“Oma sih Yes!” serunya.“Bukankah secara administrasi sudah kalian lakukan jauh hari,” balas Barra sedikit sarkas membuat Ramses semakin tertawa lepas.“Aku bangga dengan satria muda seperti ini, kuharap setelah rencana awalmu kupenuhi segera selesaikan misi kita sebelum pesta demokrasi tahun depan.”“Yes Sir!”“Ya sudah kapan kalian akan melangsung-““Hari ini.” Barra memotong kalimat Mella.Wanita itu terkejut nyaris melupakan ada manusia kecil dalam gendongannya.“Lihat kan dia sudah tergila-gila pada anak perempuanmu,” goda Ramses.Barra

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status