Share

Bab 7. Party

Penulis: Ziya_Khan21
last update Terakhir Diperbarui: 2024-08-24 14:20:54

Bianna masih merasa kesal pada Damian atas ucapannya tadi sore. Wanita itu berpikir seharusnya Damian tidak bicara sesarkas itu. Mana dia tahu kalau pria itu akan masuk ke ruang ganti saat dirinya masih beberes pakaiannya di dalam dan sialnya, Bianna memang sembarang meletakkan pakaian dalamnya tanpa menyadari kalau saat ini dia berada di rumah pria yang hanya pura-pura menjadi suaminya demi membantunya membalas dendam pada mantan suaminya. 

Sampai hari ini Bianna sendiri tidak tahu apa alasan Damian dan kenapa pria tampan itu mau menikahi janda miskin seperti dirinya. 

Bianna sedang merapikan rambut yang sudah dia catok hingga terlihat semakin lurus dan berkilau saat pintu kamarnya diketuk seseorang. 

“Masuk saja,” ucapnya sembari menyemprotkan hair mist agar rambutnya tetap rapi dan wangi.

“Maaf, Nyonya. Anda sudah ditunggu oleh tuan Damian di bawah,” lapor Inara, salah satu pelayan muda di rumah ini. 

“Ah, iya, Nara. Aku sudah siap. Bisa minta tolong ambilkan sepatuku di dalam?” Pinta Bianna sambil tersenyum. Dia pun bangkit dari duduknya. 

Inara tak menolak. Dia segera masuk ke walk in closet mengambil sepatu high heels hitam mengkilap untuk sang majikan. 

“Silakan, Nyonya.” Inara meletakkan sepatu mahal itu di lantai lalu Bianna mengangkat sedikit gaunnya agar tidak terinjak saat dia memakai sepatunya. 

“Bagaimana penampilanku, Nara?” Bianna berputar pelan menunjukkan pada Inara apa yang sudah dia lakukan pada tubuhnya malam ini.

“Anda sangat cantik, Nyonya. Bahkan lebih cantik dari Nyonya Viella … ups!” Inara segera menutup mulutnya. Hal itu membuat mata Bianna memicing tajam. 

“Viella? Siapa dia?” Inara menggeleng cepat. Bianna semakin dilanda penasaran. 

“Nara, please. Aku ingin tahu. Siapa Viella? Jangan diam saja,” desak Bianna sambil menggenggam tangan pelayannya. 

“Janji tidak akan bilang pada Tuan Damian kalau saya katakan sesuatu pada Anda, kan, nyonya?”

Segera Bianna mengangguk. Dia memang ingin mencari tahu banyak hal tentang suami barunya itu. Mungkin satu nama ini bisa jadi petunjuk berikutnya, kan?

“Nyo … maksud saya Nona Viella itu mantan tunangan Tuan Damian. Mereka seharusnya sudah menikah sekarang kalau saja dia tidak membatalkan sepihak. Tuan saat itu sangat marah karena semua persiapan sudah selesai 80%.” 

“Kenapa dibatalkan?” sela Bianna tidak sabar. 

Inara meringis. “Kalau itu saya tidak tahu, Nyonya. Sudah ya, Anda sudah ditunggu dan tamu-tamu undangan juga udah banyak yang datang. Silakan saya bantu Anda keluar, Nyonya.” 

Inginnya Bianna membantah ucapan Inara, tetapi melihat situasi saat ini, memang sudah waktunya dia turun menemui Damian. Akhirnya Bianna hanya bisa menghela napas pelan setidaknya satu hal lagi dia tahu tentang Demian 

Bianna menuruni tangga rumah dengan perlahan dan hati-hati mengingat ekor gaun yang panjang hingga membuatnya harus waspada agar gaunnya tidak terinjak oleh sepatunya sendiri. Di saat bersamaan Demian pun menoleh ke arahnya, entah apa yang dipikirkan oleh pria itu saat menatap Bianna karena ekspresi wajahnya sangat sulit Bianna  mengartikannya. 

“Maaf, aku terlambat. Apa kamu suka dengan penampilanku ini? Kata mereka kamu yang pilihkan gaunnya?” Bianna minta maaf sekaligus bertanya karena penasaran dengan arti tatapan Damian tadi padanya. 

Damian tak bereaksi. Dia melihat Richard Mille watch di pergelangan tangan kirinya sebelum akhirnya berucap, “Kamu nyaris terlambat, tidak perlu kebanyakan basa-basi. Lebih baik kita ke area pesta sekarang.” 

Bianna mengangguk saja meski dia harus kecewa lagi karena Damian tak menjawab pertanyaannya. Dia tahu dirinya memang yang salah karena terlalu lama memoles diri. Tentu saja, Bianna harus membiasakan diri dengan semua itu sekarang setelah tadi siang dia sempat mendapatkan pelatihan singkat bagaimana merias diri sendiri. Dia harus bisa buktikan pada mantan suami dan dunia kalau dirinya juga bisa cantik dan menarik.

Sesampainya di area pesta yang ada di belakang rumah, mata Bianna sudah disambut oleh view kolam renang besar di tengahnya sudah dihiasi dengan taburan kelopak bunga mawar dan putih yang membentuk love besar pun ada tulisan nama Bianna dan Damian di tengah-tengah love tersebut. 

Karena terlalu takjub dengan dekorasi yang menghias kolam renang juga pinggirannya, belum lagi ornamen dekorasi pernikahan yang mengelilingi area terbuka ini membuat langkah Bianna sedikit tersendat, dia bahkan hampir jatuh. Lagi-lagi Damian menjadi penolongnya di saat krusial seperti ini. 

“Perhatikan langkahmu, Bia!” ujar Damian lirih dan mendesis. 

“Maaf, Damian. Aku—”

“Cukup! Jangan buat malu dirimu sendiri. Malam ini aku akan perkenalkan kamu dengan para investor dan rekanan bisnis perusahaanku. Nantinya kamu juga akan membutuhkan mereka saat berhadapan dengan mantan suamimu itu,” potong Damian cepat. Lalu dia kembali menatap ke para tamu sambil menyunggingkan senyumnya. 

Bianna pun hanya bisa menelan kembali kata-kata yang ingin dia ucapkan. Aura tatapan Damian tadi benar-benar membuat bulu-bulu halus di tubuhnya meremang seketika. Pria rupawan yang entah dari mana datangnya ini benar-benar punya kepribadian yang sulit ditebak. 

“Akhirnya kamu datang juga Bianna,” sambut Eduardo sambil tersenyum ramah. Sikap hangat kakek satu cucu ini membuat Bianna merasa bertemu dengan almarhum ayahnya lagi. 

“Iya, Opa. Maaf kalau aku sudah membuat Opa menunggu lama,” balas Bianna pun dengan menebar senyum manisnya. 

“Tidak masalah. Kamu pengantinnya, sudah tentu harus berdandan cantik malam ini. Kemarilah, Opa kenalkan kamu dengan relasi-relasi kita.” Eduardo mengulurkan tangan yang segera saja Bianna sambut. 

Akan tetapi, belum lagi wanita bergaun merah marun itu mensejajari sang kakek, seseorang menyapa dari belakang punggungnya. 

“Aku nggak salah lihat, kan, ini? Kamu benar Bianna, istri Kevin yang katanya sudah meninggal itu?” 

Seketika Bianna memutar tubuhnya, begitu juga Damian yang berada lebih dekat dengan wanita yang baru saja menyapa istrinya itu. 

“Si–siapa, Anda?

Bersambung …

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (45)
goodnovel comment avatar
Noor Sukabumi
sabar bia sabar km harus kuat ngadepin sikapnya Damian buat ngebalas sakit hatimu
goodnovel comment avatar
b3kic0t
siapa itu kok sampai tau sedetail itu KLO bianna istri kevin
goodnovel comment avatar
Elly Julita
kasar amat si damian ini, tp gpp bia, demi misi menghancurkan si kevin,, loh siapa itu yg negur bia?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Kembalinya sang Putri Pewaris    Bab 178 Akhir yang Indah

    Enam bulan kemudianAngin sore bertiup lembut, mengusap wajah Rachel yang termenung di bangku taman dekat dengan rumahnya. Pandangannya kosong menatap danau buatan di depannya, pikirannya masih dipenuhi oleh satu hal yang sama selama enam bulan terakhir ini, penyesalan.Hampir setiap hari, dia mengulang kembali momen itu dalam pikirannya. Betapa bodohnya dia yang hanya diam saat Sean bertanya apakah dia harus pergi. Seharusnya saat itu Rachel mengatakan sesuatu. Seharusnya waktu itu Rachel memintanya tetap tinggal.Rachel menggenggam erat jemarinya sendiri, hatinya terasa sesak."Aku seharusnya mengatakannya …," gumamnya, lalu tiba-tiba dia berteriak kesal, "Aku seharusnya bilang jangan pergi!" Suaranya bergetar menahan tangis."Lalu kenapa kamu tidak mengatakannya malam itu?"Rachel membelalakkan matanya. Mencerna suara yang baru saja dia dengar lalu dengan cepat dia berdiri dan menoleh ke arah suara itu.Di sana, berdiri sosok yang selama ini selalu ada dalam pikirannya.Sean.Rache

  • Kembalinya sang Putri Pewaris    Bab 177 Kembali ke New York

    Perjalanan menuju rumah Rachel dipenuhi dengan keheningan. Hanya suara mesin mobil yang terdengar, sedangkan Sean dan Rachel larut dalam pikiran masing-masing.Rachel menggenggam ujung mantelnya dengan erat, mencoba menahan sesuatu yang terasa mengganjal di dadanya. Sean di sampingnya tampak tenang, tetapi tatapannya lurus ke depan, seakan-akan menyembunyikan banyak hal yang ingin dia katakan.Mobil berhenti di depan rumah Rachel. Wanita itu membuka pintu mobil, tetapi sebelum turun, Sean akhirnya bersuara.“Mungkin ini adalah pertemuan terakhir kita.”Rachel membeku. Jari-jarinya yang memegang pegangan pintu menegang. Dia menelan ludah susah payah, berusaha mencari sesuatu untuk dikatakan, tetapi tenggorokannya terasa kering.“Kalau begitu .…” Rachel menarik napas panjang sebelum melanjutkan, “hati-hati di perjalanan.”Sean tersenyum tipis, tetapi senyumnya terasa pahit.“Kau juga,” jawabnya.Rachel mengangguk pelan, lalu turun dari mobil. Sean tetap duduk di dalam, menatap punggung

  • Kembalinya sang Putri Pewaris    Bab 176 Haruskah?

    Sean berdiri di tepi trotoar, menunggu dengan sabar di depan kantor tempat Rachel bekerja. Udara sore yang sejuk membelai wajahnya, sedangkan lalu lintas kota mulai ramai seiring jam pulang kerja.Tidak lama, pintu kaca otomatis terbuka, dan Rachel muncul dari dalam gedung dia antara banyaknya para pekerja yang keluar dari gedung itu. Dia tampak lelah, tetapi senyum tetap terukir di wajahnya saat matanya menangkap sosok Sean. Dengan riang, dia melambaikan tangan."Sean!" serunya, mempercepat langkah mendekatinya.Sean, yang kini sudah benar-benar pulih tanpa tongkatnya, membalas senyum Rachel. "Lama sekali. Aku hampir mengira kau sudah lupa kalau ada seseorang yang menunggumu di sini," godanya.Rachel tertawa kecil. "Sibuk, tahu? Tapi aku senang kamu datang menjemputku."Sean mengangkat bahu. "Aku ‘kan harus memastikan kamu tidak pulang terlalu larut. Siapa tahu ada orang asing yang mencoba merebut perhatianmu," ujarnya dengan nada bercan

  • Kembalinya sang Putri Pewaris    Bab 175 Bersatu

    Waktu berlalu, dan akhirnya hari yang dinantikan tiba. Setelah menjalani pemulihan yang cukup panjang, Sean dan Steven hari ini sudah diperbolehkan keluar dari rumah sakit. Mereka sempat melalui berbagai pemeriksaan dan tes untuk memastikan kondisi keduanya benar-benar sudah pulih.Hari itu langit begitu cerah, seolah-olah ikut merayakan kesembuhan mereka berdua.Damian sudah menunggu di depan ruang rawat sang anak yang pintunya terbuka dengan penuh antusias. Tidak berapa lama, orang yang dia tunggu akhirnya keluar juga. Bianna tersenyum hangat sambil menggandeng tangan Steven yang terlihat lebih ceria dan sehat dibanding sebelumnya.“Siap pulang, jagoan?” Damian bertanya sambil mengusap kepala putranya dengan lembut.Steven mengangguk dengan semangat. “Siap, Daddy! Aku kangen rumah!”Dari arah sebelah kanan Damian, Sean juga baru keluar dari ruang rawatnya, pria itu melangkah dengan tenang, meskipun tubuhnya masih sed

  • Kembalinya sang Putri Pewaris    Bab 174 Satu Keluarga

    Rachel menghela napas, tidak menyangka kalau Sean akan bertanya hal itu. Wanita yang menguncir rambut panjangnya itu lebih dulu menyesap air putih dari gelas yang ada di meja samping tempat tidur sebelum akhirnya menjawab, “Aku bertemu dengan Bianna lebih dulu, lalu dari situlah aku mulai mengenal Damian. Tapi aku bisa merasakan sesuatu yang aneh darinya. Dia selalu bersikap baik, tapi juga menjaga jarak seolah-olah … ada sesuatu dalam diriku yang mengganggunya.”Sean mengangkat alis. “Mengganggunya?”Rachel mengangguk pelan. “Aku tidak tahu pasti, tapi aku merasa dia melihatku bukan sebagai diriku sendiri … melainkan seseorang yang lain.”Sean menatap Rachel dalam diam. Pikirannya mulai menghubungkan banyak hal yang selama ini terasa samar. “Mungkin karena kamu mirip dengan Elara,” gumamnya lirih.Rachel menatap Sean, mencoba membaca ekspresinya. “Aku tidak pernah bertanya banyak, karena aku bisa merasakan sepertinya itu sesua

  • Kembalinya sang Putri Pewaris    Bab 173 Steven Selamat

    Waktu terasa berjalan lambat bagi Damian dan Bianna yang menunggu di luar ruang operasi. Bianna duduk di bangku tunggu sambil terus meremas jemarinya sendiri, sedangkan Damian mondar-mandir di sepanjang lorong rumah sakit.“Aku tidak tahan lagi … ini sudah berjam-jam,” gumam Bianna dengan suara gemetar.Damian menghentikan langkahnya dan duduk di samping istrinya, menggenggam tangannya erat. “Mereka akan baik-baik saja. Sean kuat, begitu juga Steven.”Bianna mengangguk, meskipun kekhawatiran masih tergambar jelas di wajahnya. Sementara Eduardo duduk di bangku lainnya ditemani oleh Dion. Pria tua itu menunduk sembari merapalkan doa-doa demi keselamatan cucu dan cicitnya.Setelah hampir lima jam yang terasa seperti seumur hidup, akhirnya pintu ruang operasi terbuka. Dokter Rodriguez keluar dengan wajah tenang dan profesional didampingi seorang suster di sampingnya. “Dok, bagaimana keadaan mereka?” Damian langsung b

  • Kembalinya sang Putri Pewaris    Bab 172 Hari Penting

    Damian menatapnya dengan sorot mata tajam, tetapi tetap tenang. “Bukan itu maksudku, Kak.”“Tapi itulah yang kamu katakan!” Sean mendekat, dadanya naik turun menahan amarah. “Kamu berbicara seolah-olah kehadiran Rachel itu seperti pengganti Elara! Seperti Elara tidak ada artinya bagimu!”Mendengar ucapan Sean, Damian mengepalkan tangannya. “Aku tidak pernah bilang begitu! Aku hanya mengatakan bahwa melihat Rachel … aku merasa sedikit lebih baik. Itu bukan berarti aku melupakan Elara!”Sean menggelengkan kepala dengan ekspresi tidak percaya. “Jangan bicara seolah-olah kamu lebih menderita dariku, Damian! Kamu bahkan tidak ada di sana saat Elara meninggal! Kamu tidak melihatnya sekarat di pelukanku! Kamu tidak merasakan ketakutan dan rasa bersalah yang menghantui setiap detik hidupmu!”Suasana semakin memanas, napas mereka berdua memburu.Damian menatap Sean dengan tatapan dingin. “Kamu pikir hanya kamu yang merasa kehilangan, Kak? Aku juga

  • Kembalinya sang Putri Pewaris    Bab 171 Sean Marah

    Malam semakin larut, tetapi Damian belum juga bisa memejamkan mata. Dia menatap Bianna yang tertidur di samping Steven, memeluk putra mereka dengan penuh kasih sayang. Wajah putranya masih pucat, tetapi napasnya kini lebih teratur setelah mendapatkan perawatan intensif. Damian mengusap rambut Steven dengan lembut, memastikan bahwa putranya nyaman.Namun, pikirannya terus dipenuhi oleh sosok Sean.Dengan hati yang dipenuhi berbagai emosi, Damian bangkit dari tempat duduknya dan melangkah keluar dari kamar rawat sang anak. Dia berjalan menyusuri lorong rumah sakit yang sepi, mencari keberadaan Sean. Dia tahu bahwa saudaranya itu pasti masih ada di sekitar sini.Saat dia sampai di taman di balkon rumah sakit, langkahnya terhenti.Di sana, di bawah redupnya cahaya lampu taman, Sean sedang duduk di bangku panjang bersama Rachel. Keduanya tampak berbincang dengan santai. Rachel terkadang tertawa kecil, sementara Sean terlihat lebih rileks dibandingkan s

  • Kembalinya sang Putri Pewaris    Bab 170 Membuka Hati

    Rachel tiba di rumah sakit, untuk menjenguk Steven. Saat dia melangkah ke dalam ruangan dan melihat ekspresi wajah semua orang, dia langsung menyadari bahwa sesuatu yang besar baru saja terjadi. “Apa yang terjadi?” tanyanya sambil menatap mereka satu per satu. Bianna menghapus air matanya dan tersenyum. “Kak Sean cocok sebagai donor sumsum tulang untuk Steven.” Rachel terkejut. Dia menoleh ke arah Sean yang hanya berdiri diam di sudut ruangan, tampak tenang seperti biasanya. Namun, di balik ketenangannya, ada sesuatu yang berbeda dalam tatapan Sean. Rachel melangkah mendekat dan berkata pelan, “Kau benar-benar akan melakukannya?” Sean menatap Rachel dan mengangguk tanpa ragu. “Ya. Aku akan menyelamatkan keponakanku.” Rachel menatapnya dalam-dalam. “Itu … luar biasa.” Sean tidak menjawab, hanya menoleh kembali ke Damian dan Bianna. “Kalau begitu, aku akan menyelesaikan tes tambaha

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status