Share

BAB 8

Author: Little Forest
last update Last Updated: 2025-10-06 10:08:33

Ketukan sebanyak tiga kali pada pintu mengalihkan atensi Matthew dari berkas laporan di mejanya. Adalah Jerremy, sekretaris yang merangkap asistennya, masuk ke dalam ruangan dan mengingatkan tentang kunjungan ke salah satu bakal cabang hotel yang baru dibangun. 

Matthew memijat pelipisnya yang berdenyut.

"Apakah pak Matthew baik-baik saja?" tanya Jerremy, melihat atasannya tampak tak sehat.

"Apakah kau bisa menjadwal ulang agenda hari ini, Jerremy?" 

"Baik, Pak". Lalu Jerremy keluar.

Dering ponsel di meja membuat Matt berdecak. Ia matikan panggilan dari ayahnya yang membuat kepalanya semakin derdentam. 

Matthew mendesah panjang. Sakit di kepalanya pastilah akibat dirinya yang mabuk semalaman. Dan dia hanya beristirahat selama dua jam. Dan ketika dirinya terbangun, sakit kepala menyerangnya. selain itu, rapat pagi membuatnya melupakan sarapan.

Matthew memijat tengkuknya yang juga terasa berat, pekerjaannya yang semakin hari semakin terasa menjadi beban. Sejak ayahnya memutuskan keluar dari perusahaan, orangttua itu tak lagi ikut andil dalam segala urusan hotel, dan melimpahkan seluruh tanggung jawab Grup Campbell di pundak Matthew.

Keputusan ayahnya tersebut, memberikan alasan bagi Matthew untuk semakin membencinya. Yah, sejak remaja dia membenci ayahnya. Sang ayah menyeretnya masuk ke dalam perusahaan saat Matthew masih berusia belia, merenggut masa remaja dan kebebasannya. 

Ancaman akan mencoret namanya dari ahli waris seluruh kekayaan Campbell tidak membuat Matthew goyah, namun satu alasan membuat Matthew tidak memiliki pilihan selain menurut pada ayahnya. Memikirkan itu kembali, membuat kepala Matt semakin berat.

Jika dulu setiap kali Matt merasa kesal dan marah dengan sang ayah, dia akan melarikan diri ke tempat hiburan. Club, minuman dan wanita yang dapat menghangatkan ranjang hotelnya dan menyalurkan rasa peningnya.

Kini hanya obat pereda sakit kepala yang dibawanya ke mana-mana, itupun sering kali tak mempan. Sungguh dia butuh pereda, namun bukan obat sakit kepala, dia butuh pelampiasan, dan yang ada dikepalanya hanya bibir Kate, leher jenjang pucat, dan payudara perempuan itu yang ukurannya pas di tangannya.

"Sialan!"

"Maaf, Pak?"

"Bukan padamu, Jerremy". Matt lupa sekretarisnya masih berada di ruangannya. Lalu menyuruh Jerremy keluar setelah mengatakan bahwa dirinya akan ke luar sebentar. 

Setelah Jerremy keluar, Matt menutup laporannya setengah membanting. Melarikan tangannya untuk mengurut pilipis. 

Matthew menghempaskan punggung ke belakang kursi. Ia memejamkan mata. Bayangan rintihan Kate, dan dada wanita itu saat bernapas cepat.

Ah sial, sial, sial.

Setelah sekian lama rasa bibir Kate masih sama. Matthew mendengkus kasar. Pekerjaan sempat mengalihkan sosok Kate yang ia temui setelah sekian lama. Namun tak bertahan lama, sosok Kate, atau aroma dan rasanya wanita itu menyiksa Matthew. 

Katherine, atau dulu ia memanggilnya Katya.

Perempuan yang dipilih menjadi partner tidurnya dan menjadi salah satu penghangat ranjangnya, yang kemudian menjadi satu-satunya pelarian Matt selama dua tahun.

Wanita brengsek yang sudah Matthew lupakan karena wanita itu menginjak-injak harga dirinya dengan meninggalkannya tanpa kata, tanpa penjelasan apa-apa. 

Matthew tidak sedih apalagi patah hati. Namun egonya yang terlalu tinggi sebagai laki-laki, Matthew tidak terima dirinya ditinggal lebih dulu oleh seorang wanita.

Dan asal tahu saja, Matt tak pernah mengejar simpanan yang meninggalkannya.

Namun pada kenyataannya, di sinilah dia sekarang. Menghentikan mobilnya di depan perusahaan Nicholas. Menanti di dalam mobil.

Dan tak berapa lama, penantiannya tiba. Kate keluar tepat di jam pulang kantor. Bersama dengan beberapa karyawan lainnya. 

Matthew mengikuti Kate yang berjalan menuju kereta bawah tanah. 

Yang Kate tidak sadari karena keterburuannya ingin segera pulang. Baru saja kakinya hendak menyentuh tangga, Kate merasa tangannya di cekal hingga membuatnya hampir terhuyung.

“Apa-apaa… Matt?” Kate marah sekaligus terkejut mendapati orang yang mencekal lengannya dengan kurang ajar.

“Ikut aku”. Matt menyeret Kate dan memasukkan wanita itu ke dalam mobilnya tanpa penjelasan.

Kate berontak dan berhasil keluar dari mobil Matt, namun pria itu menghimpit tubuh Kate dengan kedua pahanya di sisi mobil. “Masuk, atau aku mempermalukanmu di sini”.

“Apa yang bisa kau lakukan?”

“Aku bisa melakukan apapun, termasuk hal yang paling tidak kau sukai ditempat umum”. Salah satu yang tak disukai Kate adalah, memperlihatkan adegan intim di depan publik. Dan Matt bisa saja melakukan hal itu, karena pria itu tak pernah main-main dengan setiap kata yang dikeluarkannya.

Kate memalingkan wajah. Namun kemudian menatap Matthew yang masih mengukungnya.

“Apa yang kau inginkan?”

“Banyak jika kau bertanya. Tapi apa kau yakin akan mendengarnya dengan posisi seperti ini”.

Mereka menjadi bahan tontonan oleh orang yang berlalu lalang. Ingatkan Kate bahwa saat ini dirinya masih di tengah-tengah umum dengan posisi yang menyita perhatian orang. 

Kedua bola mata Kate membulat saat Matthew memajukan kepalanya, hampir menciumnya.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kembar Dua: Daddy, Berhenti Mengganggu Mommy!   BAB 92

    Kedua mata Kate terpejam perlahan ketika bibir Matt memangut pelan bibirnya. Setiap sentuhan pria itu merayap di kulitnya, pelan, mantap, namun cukup kuat untuk menggoyahkan pertahanannya. Ciuman itu bukan sekadar pagutan, itu adalah godaan, sebuah tarikan halus yang menenggelamkan kesadarannya sedikit demi sedikit.Jari-jari Matt naik dari pinggangnya, menelusuri tubuh Kate seakan ingin mengingat kembali setiap lekuk yang pernah ia sentuh dan ia rindukan selama ini. Sentuhan itu membuat napas Kate terhenti sejenak, dengan tubuh yang perlahan terasa ringan, nyaris melayang.sentuhan yang selalu berhasil membuatnya goyah. Ada sesuatu yang begitu familiar dalam cara Matt memperlakukannya, dan ia benci mengakui bahwa ia menyukainya. Terlalu menyukainya.“Matt…” bisiknya, bukan teguran, lebih seperti keluhan yang terjatuh tanpa ia sengaja.Matt menautkan wajahnya lebih dekat, bibirnya kembali menyentuh sudut bibir Kate, pelan ia memperingati. “Don’t stop me,” katanya berat, napasnya hanga

  • Kembar Dua: Daddy, Berhenti Mengganggu Mommy!   BAB 91

    Hari ini merupakan kepindahan Kate dan anak-anak ke rumah besar yang dibelikan Matt untuk mereka.Rumah itu seperti yang diingatnya beberapa waktu lalu, sangat besar dengan halaman yang luas dan interior yang membuat Kate sekali lagi tersenyum karena terpesona.Dulu rumahnya juga besar, halamannya pun luas dengan perabotan modern yang menambah keindahan di rumahnya. Tetapi Kate jelas ingat rumah orangtuanya dulu tidak semewah rumah yang dibeli Matt ini.Jello menggoyangkan tangannya membuat Kate menunduk untuk menatap sang anak. Senyum Jello menandakan jika anak itu suka dengan rumah ini, Kate ikut menyunggingkan senyumnya. "Jello suka?" tanya Kate memastikan.Jello mengangguk-angguk, gigi depan yang tunggal sampai terlihat kala bibirnya melebar senyum. Kate menaikan lagi pandangan untuk mencari Angel yang tadi digendong Matt. Kate dan Jello rupanya tertinggal dibelakang, mereka masih berdiri di ruang tamu. Kate menuntun Jello menjelajahi ruang lainnya tetapi Kate tidak melihat Angel

  • Kembar Dua: Daddy, Berhenti Mengganggu Mommy!   BAB 90

    Kate menelan ludah kasar. Gugup merajai dirinya. Ia menarik napas, berusaha menstabilkan suaranya. Tetapi tidak ada kalimat yang bisa dia katakan pada adiknya.Kate menunduk, merasakan dadanya menghangat sekaligus berat—seolah ada sesuatu yang mulai retak dari dalam dirinya. Dengan suara yang hampir tak terdengar, ia berbisik, “Kalau… kalau hubungan itu tidak menyakitiku?”Keheningan menyusup di antara mereka. Jeda panjang. Sangat panjang.Sampai-sampai Kate bisa mendengar detak jantungnya sendiri berdentum di telinganya, seperti menuntut jawaban yang bahkan ia sendiri takutkan.Akhirnya, Alan menghela napas pelan. Ada rasa pasrah, tapi juga kejujuran yang tidak pernah ia tutupi dari Kate. “Kalau begitu,” katanya pelan, “aku tidak berhak melarang.”Kate memejamkan mata kuat-kuat. Sulit baginya mempercayai kata-kata itu keluar dari Alan, pria yang selama ini paling protektif, paling sering berdiri sebagai tembok antara dirinya dan rasa sakit dunia“Kitty…” suara Alan kembali muncul, le

  • Kembar Dua: Daddy, Berhenti Mengganggu Mommy!   BAB 89

    "Hai, Ava. Mana si kembar?”“Uncle!” Jello langsung mendekat ketika wajah Alan muncul di layar ponsel Ava. Tangan mungilnya yang bebas dari cangkir susu melambai semangat.“Kau ditanya sedang apa,” ujar Ava sambil menahan tawa.“Jello minum susu,” jawab bocah itu polos.“Oh ya? Susu apa itu?” tanya Alan.“Susu manis,” balas Jello mantap.Alan mengangguk seolah sedang membahas sesuatu yang sangat penting. Lalu matanya bergerak mencari seseorang. “Mana kembaranmu?” Biasanya, jika Alan menelpon, selalu ada Angela dan Angelo berdampingan.“Angel sedang di toilet sama Kak Kate,” jawab Ava, masih memegang ponsel tanpa menampakkan wajahnya.Tak lama kemudian, terdengar suara cempreng Angel dari kejauhan. Angelo menoleh cepat dan mengatakan pada kembarannya bahwa sang paman sedang menelepon.“Uncleeeee!” teriak Angel begitu ia muncul, lalu langsung berlari dan memanjat kursi di samping Jello.“Woosh, slow down, sweety,” ujar Alan sambil tertawa kecil, menggeleng melihat tingkahnya.Tanpa aba-

  • Kembar Dua: Daddy, Berhenti Mengganggu Mommy!   BAB 88

    "Kau sudah bicara dengan Alan?" tanya Matt tanpa basa-basi, keluar dari kamar si kembar yang sudah terlelap di dalam. Ia mendekati Kate yang duduk di karpet ruang tengah, sedang menulis pengeluaran bulan ini.Tanpa melepas tatapan dari buku, Kate menggeleng pelan. "Belum sempat. Alan sangat sibuk beberapa hari ini.""Kalau begitu, biar aku yang bicara dengannya," ujar Matt cepat, suaranya datar tapi tegas. "Aku ingin kalian segera pindah."Kate mendongak. Ia menatap Matt dengan tatapan yang sulit diartikan. "Matt," panggilnya ragu. "Aku tak tahu apakah keputusan pindah itu tepat untukku dan anak-anak."Alis Matt terangkat. "Dan kenapa harus tidak tepat?""Karena ini terlalu mendadak," jawab Kate jujur, meski suaranya sedikit bergetar. "Aku perlu memikirkan semuanya dengan matang."Matt memiringkan kepalanya sedikit. "Apa yang membuatmu ragu?"Kate terdiam. Bibirnya terbuka, tapi tak ada satu pun kata keluar. Ruangan terasa terlalu sunyi, terlalu menekan. Tangannya saling menggenggam e

  • Kembar Dua: Daddy, Berhenti Mengganggu Mommy!   BAB 87

    "Oke sekarang aku mengerti." Di belakang Kate pria itu berseru. Dan Kate hanya mendengkus tanpa menghentikan langkagnya."Rona membantuku mencari rumah untukmu dan anak-anak kita, Katya." Langkah Kate memelan saat informasi itu menelusup ke indera telinganya. Perlahan, tubuhnya berbalik. Menatap Matt yang tersenyum konyol ke arahnya. "Sudah cukup sekali saja aku menjadi seorang ayah dadakan." Matt membuat mimik wajah serius. "Karena bermain aman pun bisa kebobolan," lanjutnya yang sukses membuat pipi Kate entah mengapa memerah."Apa maksudmu?""Yah, kau tahu kita sering-""Bukan." Kate memotong, tak ingin semakin malu karena ucapan Matt. "Apa maksudmu membelikanku rumah? Dan dia bukan simpananmu?"Matt mendelik kesal. "Tuduhanmu itu." Jelas tak terima dituduh seperti itu oleh Kate. "Lagipula, kenapa aku harus mencari wanita lain jika sudah ada kau?""Jangan membuang waktuku Matthew." Di belakang mereka, Rona menginterupsi, sesekali melirik jam di pergelangan tangannya."Tunggulah Ro

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status