“Mommy! Akhirnya pulang, Elio udah capek nungguin mommy dari tadi,” keluh Elio dengan wajah cemberut.
“Mana peluknya?” keluh Thana dengan wajah yang dibuat-buat cemberut juga, hingga membuat Elio dan Enzo terkekeh pelan dan langsung berhambur ke pelukan Thana.
“Enzo gimana? Gak kangen sama mommy?” tanya Thana sembari mencium puncak kepala Elio yang duluan memeluknya, lalu beberapa detik kemudian Enzo menyusul untuk memeluk Thana erat.
Sifat keduanya memang sangat berbeda. Elio cenderung ceria, eskpresif, lebih aktif dan nakal. Sementara itu Enzo lebih tegas, pendiam, dan bijaksana. Sehingga biasanya Thanalah yang sering memberikan sinyal kepada Enzo karena dia memang sedikit pendiam.
“Ada apa sayang nungguin mommy? Tadi macet banget dijalan jadi agak telat deh,” jawab Thana jujur.
“Mom….aku ingin ikut lomba menggambar tetapi Enzo malah tidak mau, sangat menyebalkan.” Elio mendengus menatap Enzo.
Sementara itu Enzo hanya menatap adiknya itu dengan tatapan datar. “Tidak semua orang suka menggambar, Elio, aku lebih suka melakukan hal lain,” jawab Enzo tenang.
Bu Wati datang dari dapur dengan sebuah soup sayur ditangannya. “Apa kalian masih mendebatkan itu? Sudah berapa kali nenek katakan pilih lomba yang kalian sukai apa masalahnya, hm?” Suaranya terdengar dari ruangan makan.
Thana tersenyum dan menatap kedua putranya itu. “Elio….kakakmu tidak suka menggambar kau tau itu, kalau Elio mau ikut nanti mommy daftarkan ke wali kelasnya Elio bagaimana?”
Namun anak laki-laki itu menggeleng. “Kami kan kembar, kemana-mana selalu berdua, masak Elio ikut lomba menggambarnya sendiri? Males banget nanti semuanya nanyain dimana Enzo? Kenapa Enzo gak ikut,” jawab Elio dengan wajah yang sangat lucu karena dia mendumel sendiri.
Thana sudah tidak kuat menahan tawanya saat itu.
“Bilang aja kamu memang memaksaku agar ikut, gak mungkin alasannya sepele kayak gitu,” jawab Enzo dibalas tatapan tajam dan peletan lidah oleh Elio.
“Eh, Eh, siapa yang ajarin kayak gitu? Elio, kalau mau ikut mommy kasi tapi jangan paksa kakak buat ikut ya? Kalau gitu Enzo mau ikut lomba apa kalau bukan menggambar?” tanya Thana pelan.
Namun, tatapan keduanya malah berubah canggung seakan ada yang disembunyikan. “Mau kubongkar rahasiamu hah?” ujar Elio dan Enzo menunduk.
Thana mengernyitkan dahinya. “Sayang….sini ada masalah apa? Ceritain sama mommy, kalau gak mau ikut lomba gak papa gak ada yang maksa kok.”
Namun, Enzo hanya menggeleng. “Aduh! Mommy gak bakal paham,” ujar Elio. Dia berusaha berbisik di telinga Enzo namun bisikannya begitu keras hingga Thana bisa mendengarnya.
“Aku berusaha membantumu Enzo, apa yang kau lakukan? Mau semuanya ketahuan?” bisiknya. Lalu keduanya berlagak tidak terjad apa-apa.
Semua ini sangat sering terjadi karena kedua putranya ini terbilang sangat pintar untuk ukuran anak seusianya. Bahkan Thanapun terkadang ikut berpikir karena ulah keduanya.
“Enzo….lihat mommy, ada apa sayang?”
Elio kembali menyikut lengan Enzo yang masih terdiam. “Mommy…..itu….Enzo ikut seleksi lomba matematika di sekolah tapi lombanya hanya untuk anak kelas 3 keatas,” cicitnya.
Thana langsung memeluknya. “Enzo sedih karena itu? Gak papa kan bisa ikut lomba lain, sekarang Enzo baru kelas 1 belajar dulu nanti kelas 3 bisa ikut olimpiade matematikanya oke?” bujuk Thana.
Enzo dan Elio menggeleng lagi membuat Thana keheranan. “Ck, aku saja yang katakan. Mom jadi Enzo berbohong di kertas soalnya mengatakan dia kelas 3 dan menyamarkan namanya dengan Daniel di kelas 3, pengawas tidak menyadari karena banyak yang ikut dan sialnya lagi Enzo lolos terpilih, sekarang apa yang akan kita lakukan?”
Thana terdiam. Dia menatap putranya tidak percaya. “J-jadi Enzo bisa menjawab soalnya? D-dan berhasil lolos?” tanya Thana dan Enzo mengangguk pelan.
Bagaimana bisa? Di keluarga Thana semuanya mengalir darah seniman bahkan Eliopun sering ikut lomba menggambar dan memang Thana pikir bakat Enzo belum terlihat saja tetapi matematika?
Thana bahkan tidak terlalu paham. Apa jangan-jangan, mirip papanya?
Memikirkan ini membuat Thana teringat suatu hal penting yang ingin dia pastikan sejak tadi pagi. “Sayang mengenai masalah ini mommy yang akan berbicara dengan wali kelas kalian ya, lain kali jangan diulangi lagi, Enzo dan Elio tidak boleh melanggar aturan, oke?”
Keduanya mengangguk patuh. Thana kemudian mengeluarkan ponselnya dan berusaha mencari foto-foto seseorang digoogle.
“Oh ya…kalian masih inget gak Om yang kemarin bantuin kalian beliin mommy tas itu?”
Elio yang sedang merapikan krayon dan pensil warnanya langsung menoleh dan mengangguk semangat. “Kenapa? Mommy bertemu dengan Om Tampan itu?”
Kali ini bukan hanya Elio tetapi Enzo juga terlihat sama penasarannya. Thana terkekeh pelan, “Ah…gak mommy cuma penasaran aja….apa Om ini yang kalian temui di mall waktu itu?” tanya Thana, sembari menunjukka foto Sergio sedang muncul disebuah acara TV karena hanya foto itu yang paling jelas terlihat wajahnya.
“BENER! Ini Om Tampan itu, Wah! Apa dia seorang artis? Mommy mengenalnya?” tanya Elio bersemangat.
Thana menggeleng cepat. “T-tidak mommy hanya takut kalian bertemu pria jahat, kalau memang Om ini tidak papa,” jawabnya berusaha menghentikan interogasinya karena sudah jelas.
Jatuhnya sekarang Sergio sendiri yang membelikannya hadiah tas itu. Ah, apa sebuah kebetulan saja?
“Kenapa kalau bertemu Om itu tidak papa? Katanya mommy gak kenal, gimana sih?” heran Elio.
“Mommy bohong ya?” Enzo menimpali membuat Thana gelagapan. Mulutnya memang terkadang tidak bisa dikontrol.
“M-maksud mommy, Om ini memang benar kenal dengan pemilik toko tas itu dan dia orang yang terkenal jadi kalian tidak bertemu pria jahat, gimana kalau itu penculik? Kalian bisa dalam bahaya. Lain kali jangan keluyuran ya sepulang sekolah dan jangan berbicara dengan pria tidak dikenal, oke?”
“Tapi kalau Om Tampan itu boleh kan Mom?”
Thana memijit pelipisnya. Apa yang harus dia katakan? Bohong jika Thana mengatakan dia tidak terganggu putranya bertemu dengan ayah kandungnya secara kebetulan tetapi jika keterusan Thana takut terjadi sesuatu yang tidak ia inginkan dan itu terasa seperti membuka trauma masa lalunya.
“Ya termasuk Om itu, jangan terlalu dengan orang asing,” gumam Thana.
“Tapi Om itu benar-benar malaikat penolong kami waktu itu, dia bukan orang asing lagi Mom.”
“Kan Mommy yang ajarin buat baik sama siapa aja?”
“Oke! Fine, tetapi yang kemarin jangan diulangi lagi ya sayang? Jangan keluar sendiri lagi sekarang ayo kita makan.”
Thana menyerah. Toh itu hanya kebetulan bukan? Mereka tidak akan bertemu lagi dengan Sergio.
“Anabella…hey…sadarlah, katakan padaku dimana alamat rumahmu.” Sergio menggoyang-goyangkan tubuh wanita itu untuk menanyai dimana alamatnya.Sergio sudah menggendong Thana hingga ke basement dimana mobil Bugatti hitamnya terpakir rapi tetapi wanita disampingnya ini tidak mau bekerja sama dengannya.Entah sudah berapa kali Sergio mengguncang tubuhnya untuk menyadarkannya tetapi Thana hanya merancu tidak jelas. Sepertinya memang mabuk parah.Sergio mengetuk-ngetukkan jemarinya distir mobilnya itu, berpikir keras apa yang harus dia lakukan. “Anabella, katakana padaku dimana rumahmu, hm?” Kali ini Sergio bertanya dengan nada lembut sembari menangkup wajah Thana dengan kedua tangannya.Thana terlihat terganggu dan mulai bergumam tidak jelas sebelum akhirnya ia tiba-tiba bangun dan tersadar. “YA! PULANG! AYO!” pekiknya, lagi-lagi kumat dengan wajahnya yang sudah sayu itu.Sergio geleng-geleng kepala dibuatnya. Ini baru pertamakalinya dia pernah berhadapan dengan wanita yang mabuk seperti in
Jantung Thana jangan ditanya lagi. Dengan keadaan sedekat ini bahkan ia sudah mabuk mencium aroma parfum milik pria ini.Jika seperti ini Sergio benar-benar menguji Thana. Dia sudah berusaha meyakinkan dirinya untuk tidak berharap apapun dengan pria ini tetapi kenapa saat Thana berusaha mendorongnya menjauh pria ini malah makin mendekat?Siapa yang tidak baper jika Sergio terus seperti ini? Mengikis jarak diantara mereka secara perlahan?“K-kalau menurutmu itu tidak mengganggu, maka lebih baik hapus saja, atau setidaknya revisi sedikit larangannya menjadi dilarang menunjukkan kemesraan dikantor sepertinya lebih manusiawi,” jawab Thana cepat.Sergio mengangguk kali ini dia terlihat puas dengan jawaban Thana. “Oke, ide bagus aku akan mengubahnya sesuai keinginanmu,” jawab Sergio.Thana memberanikan dirinya menoleh walau wajahnya penuh dengan tanda tanya. “Kenapa tiba-tiba membahas itu? apa karena Jo dan Amara?” tanya Thana, dia sudah sedikit lebih tenang kali ini.Entahlah mungkin karen
“Sumpah! Arghh dimana taruh muka gue sekarang Mar?” Thana berteriak, mengacak-acak rambutnya dan berjalan mondar-mandir menceritakan kejadian paling memalukan yang pernah terjadi di hidupnya itu.Amara yang duduk diujung ruangan tertawa terbahak-bahak. “Hahaha…terus ini di grup ghibah kantor masak dibilang kamu jatuh dipangkuannya Pak Sergio,” celetuk Amara yang memang sedang membaca isi grup ghibah kantornya itu.Thana memang tidak ada yang mengundang masuk karena semua wanita iri dan benci padanya sementara Amara memasuki grup itu dengan nomor keduanya sehingga ia bisa selalu menjadi mata-mata disana.Thana mendekat dan merampas ponsel sahabtnya itu untuk melihat semua orang menghujat dan mengata-ngatainya menggatal pada Sergio. Padahal semua informasinya bohong dan terkesan dilebih-lebihkan untuk menggiring semua orang agar membenci Thana. “Terus gimana reaksi Pak Sergio? Dia beneran langsung batalin rapatnya dan suruh semuanya keluar?” tanya Amara memastikan sembari menegak minuma
“Coba kamu jujur aja sama aku, Than,” ucap Amara sembari memakan makan siangnya.Keduanya tengah berkumpul di kantin perusahaan di waktu makan siang dan ekspresi Thana membuat Amara tahu secara otomatis kalau sahabatnya ini pasti sedang ada masalah, atau setidaknya sedang terpikirkan karena suatu hal.Thana menghela napasnya kasar. “Mar, menurut kamu aku harus segera mencari pasangan?”Mata Amara berbinar dan ia mengedipkannya berkali-kali menatap Thana tak percaya. “Than…ya ampun setelah beberapa tahun ini aku sampai capek ngasi tau kamu akhirnya kamu ada hijrah buat nyari pacar?”Thana menggeleng. “Gak aku kepikiran aja sebenernya kemarin waktu aku ngajak si kembar ke taman bermain mereka lagi ngomong sama Daniel, temennya itu terus aku gak sengaja nguping masa mereka udah tau Than arti perceraian? Mereka berdua ngira papa dan mamanya cerai mungkin dikasi tau Ibu atau denger dari temen-temennya. Pantes aja belakangan ini mereka gak pernah lagi nanya dimana papanya.”Amara memegang t
“Entahlah Om tadi mommy duduk deket sini mungkin lagi di toilet kalau Om sibuk Om bisa pergi duluan kita tunggu mommy disini aja,” ujar Enzo dengan ramah. “Oh ya kita sekarang gak bawa uang tadi udah habis buat mainan kalau kita ketemu lagi nanti Enzo bakal balikin uang Om ya.”Thana sontak bersembunyi dibelakang stand es krim itu dengan jantung yang sudah hampir copot. Wanita dengan mata yang sedikit sembab itu memegang dadanya dan tangannya sudah bergetar.Apa benar itu Sergio? Tetapi tidak mungkin bagaimana bisa pria itu ada disini?Thana berusaha menenangkan dirinya, mungkin saja itu hanya orang yang mirip dengan Sergio bukan?Wanita itu memberanikan untuk mengintip dari belakang stand es krim itu untuk melihat dengan jelas wajah pria aisng yang memangku Elio itu bahkan keduanya terlihat sangat akrab dengan pria itu tidak seperti biasanya.Elio dan Enzo sudah ia wanti-wanti untuk tidak sembarangan berbicara dan percaya pada pria asing dan biasanya keduanya memang menurut tetapi ad
“Gimana enak gak?” tanya Sergio dengan senyuman disepanjang wajahnya. Takdir mempertemukannya lagi dengan kedua bocah pintar ini yang entah kenapa selalu membuat Sergio terbayang-bayang dan membekas diingatannya.“Yummy! Enak banget Om makasi ya nanti kalau mommy kita datang pasti digantiin uangnya Om,” jawab Elio.Sergio tersenyum melihat ada bekas es cream diujung bibir Enzo tetapi niatnya untuk mengelapnya hilang ketika Enzo sendiri yang mengambil tisu dan mengelap bibirnya lalu melipat tisu itu rapi dan membuangnya ditempat sampah yang memang untuk sampah khusus organik.Sergio tentunya sangat terkejut melihat itu. Entah kenapa gayanya persis mirip sepertinya. Rapi dan tidak suka ada yang melenceng satupun. “Om sampai lupa nanya nama kalian dari dulu, kamu siapa namanya?” tanya pria itu penasaran.Elio mengulurkan tangannya. “Aku Elio, Om dan itu kakaku Enzo kami kembar hanya berbeda 20 menit,” jawabnya. “Lalu nama Om siapa?” tanyanya sembari menjilat es krimnya.“Gio, panggil saj