“Kau terlambat 45 detik.”
Thana menghentikan langkahnya ketika melihat sang CEO sudah duduk di kursi pimpinan rapat dengan wajah dinginnya.
Thana melihat jamnya dan tadi bahkan dia belum termasuk terlambat saat sudah masuk karena jam tangannya masih menunjukkan pukul 08.30, dimana itu adalah tepat waktu.
Entah jam model apa yang digunakan pria ini hingga dia sampai menghitung detik dan milidetiknya.
“Mohon maaf Pak Sergio, tetapi di jam saya, saya termasuk datang tepat waktu,” jawab Thana dengan senyuman lalu menarik kursi untuk duduk.
Sementara seluruh pegawai Divisi Kreatif itu menatap Thana dengan ternganga karena sebelumnya tidak ada yang berani membantah CEO ketika dia sudah berbicara.
“Permintaan maafmu untuk datang terlambat saya terima, tetapi apakah etis jika bosmu datang terlebih dahulu? Dan ini hari pertamamu bekerja dan sudah seperti ini,” ujar Sergio seakan sengaja menyulut emosi Thana dan menyulitkannya.
Wanita dengan pakaian blouse berwarna merah dengan rok putih pensil itu tersenyum dengan sangat professional menanggapi Sergio. “Saya hanya akan meminta maaf karena terlambat, tetapi masalah anda datang terlebih dahulu seharusnya bukan bagian dari kesalahan saya,” ujarnya, semakin membuat orang lain disana saling tatap menatap.
Berita ini pasti langsung tersebar seperti api di grup besar untuk pergosipan perusahan sebentar lagi.
“Oke, silahkan mulai rapatnya, kita lihat bagaimana visi misi kerjamu untuk perusahaan Andreson selama 6 bulan kedepan ini,” ujar Sergio, untuk pertama kalinya terlihat mengalah dengan seseorang apalagi ini adalah seorang wanita.
Thana kembali tersenyum dan kali ini sudah membuat Sergio semakin terganggu dengan senyuman manis dan wajah cantiknya yang entah kenapa memberikan getaran yang berbeda baginya.
Sesuatu yang tidak bisa ia jelaskan dengan kata-kata.
Wanita itu kemudian berdiri dan memulai presentasinya sendiri dengan bantuan layar lebar yang sangat besar di ruangan rapat itu. Thana memaparkan dengan sangat memukau rencana design, branding, kerjasama dan segala bentuk perlengkapan dari A-Z untuk 6 bulan kedepan ini.
Kemampuannya sudah tidak dapat diragukan lagi. Dia sudah menjadi Kepala Manager Design di Neondra Corp selama beberapa tahun dan bahkan hampir dicalonkan menjadi Dirut, kalau saja orang-orang disana tidak membenci Thana hanya karena dia seorang wanita dan bukan anak kandung Bu Wati.
Tepuk tangan riuh menggema diruangan itu, tetapi Sergio malah terkekeh pelan. Merasa dia tidak punya celah sedikitpun untuk mengkritik wanita ini.
“Itu cukup untuk permulaan, hanya perlu beberapa pertimbangan dari keuangan dan divisi lain terkait,” ucap Sergio, dia memang tidak pernah memberikan pujian secara cuma-cuma. “Kalau semua ini sudah aman, kau bisa handle kerjasama kita dengan Singapur, deadlinenya akhir minggu ini.”
Thana hampir menjatuhkan pointernya ketika mendengar itu. “M-maksud bapak, saya harus membuat proposal baru untuk kerjasama internasional dengan waktu kurang dari 4 hari?” Wajah Thana sudah melongo tak percaya, begitu juga asistennya.
Sergio mengangguk tanpa rasa bersalah. “Ingat, kesetiaanmu bergantung pada proyek ini. Jika kau berhasil meyakinkan mereka posisi manager akan aman untukmu.”
“Pak Sergio tunggu, tapi—“
Sergio sudah bangkit dan menaikkan tangannya tidak ingin menerima tambahan lagi walau tugasnya sangat tidak masuk akal. “Lebih baik kerjakan dari sekarang daripada mengeluh, bukankah kau mantan manager berpengalaman? Buktikan dirimu disini.”
Sergio dengan santainya meninggalkan ruangan rapat dengan keadaan Thana yang begitu syok hingga tidak berdaya.
“Bu Thana….b-bagaimana ini? Apa kita bisa melakukannya?” tanya Asistennya dan seluruh bawahannya terlihat sama terkejutnya.
Thana mengepalkan tangannya. Pria itu benar-benar menyebalkan. Jadi dia ingin menguji Thana seperti ini?
Lihat saja, siapa yang akan menjilat ludahnya sendiri karena Thana pasti akan berusaha mati-matian untuk melakukannya dengan baik.
**
“Kalau begitu kenapa kau terima kalau kau penuh curiga seperti itu dengannya?” Jo, sekretaris pribadi sekaligus teman dekat Sergio hanya menatapnya dengan datar saat mendengar itu.
Dia tentunya ada diruangan rapat pagi tadi, berdiri di pojok dan menyaksikan semuanya. “Sergio Andreson yang kukenal selama ini bisa berubah dengan instan hanya dalam hitungan hari? Apa wanita itu mencuri perhatianmu?”
Sergio yang sedang berpura-pura menyibukkan dirinya untuk membaca file itu menghela napasnya panjang. “Keluar! Kau tidak punya pekerjaan lain?” usirnya.
Namun Jo hanya terkekeh lalu semakin mendekatkan wajahnya kearah Sergio. “Katakan dulu alasan kenapa kau mau menerimanya saat tau dia mantan manager perusahaan pesaing.”
Sergio kali ini terdiam. Dia termenung cukup lama, memikirkan kenapa dia memberikan wanita itu kesempatan.
“Ayolah, tidak mungkin karena kebetulan posisi itu kosong, ada banyak orang kompeten yang bisa mengisi jabatan Manager Kreatif, kenapa harus wanita itu?” tanya Jo, serius.
“Bukankah sudah jelas? Dia adalah biang kerok dari penurunan penjualan perusahaan kita beberapa tahun belakang karena design fenomenal yang dia buat apa perlu kujelaskan? Kau sudah berubah bodoh?” sinis Sergio tetapi Jo malah terkekeh.
“Gio aku sudah mengenalmu puluhan tahun. Ini tidak seperti dirimu samasekali. Oke alasan itu cukup kuat tapi pasti ada sesuatu yang lebih dari itu aku yakin. Coba kau ingat-ingat…..apa saat melihatnya kau merasakan suatu getaran?”
Sergio sontak menatap wajah Jo dengan serius ketika ia mengatakannya. “Apa kau merasa penasaran dan seolah ingin menghabiskan waktu dengannnya?”
Sebelum akhirya kesabarannya habis. “Berapa kakek membayarmu untuk menghasut pikiranku seperti ini? KELUAR!”
“Ck! Oke, aku keluar, tapi coba pikir-pikir dengan seksa-“
“JONATHAN!”
Brak!
Pintu ditutup dan Sergio sontak memijit pelipisnya yang terasa pening itu. SIal sekali Jo benar-benar berhasil mengasutnya kali ini.
Pria tampan dengan peminat hampir setiap wanita di perusahaan itu menyenderkana tubuh kekarnya dikursinya. Dia menatap keindahan kota dari lantai 10. Pandangannya menerawang sangat jauh.
“Kenapa aku menerimanya?” gumamnya pelan.
Sebelum akhirnya, sebuah ingatan ketika dia pertamakali melihat wanita itu berjalan dengan sangat professional bahkan dengan keadaan satu heelsnya patah membuatnya terdiam.
Ya, mungkin sejak itu, matanya sudah tertuju pada wanita itu. “Thana, jika kau memang bukan mata-mata, kay harus bisa meyakinkanku.”
“Kau terlambat 45 detik.”Thana menghentikan langkahnya ketika melihat sang CEO sudah duduk di kursi pimpinan rapat dengan wajah dinginnya.Thana melihat jamnya dan tadi bahkan dia belum termasuk terlambat saat sudah masuk karena jam tangannya masih menunjukkan pukul 08.30, dimana itu adalah tepat waktu.Entah jam model apa yang digunakan pria ini hingga dia sampai menghitung detik dan milidetiknya.“Mohon maaf Pak Sergio, tetapi di jam saya, saya termasuk datang tepat waktu,” jawab Thana dengan senyuman lalu menarik kursi untuk duduk.Sementara seluruh pegawai Divisi Kreatif itu menatap Thana dengan ternganga karena sebelumnya tidak ada yang berani membantah CEO ketika dia sudah berbicara.“Permintaan maafmu untuk datang terlambat saya terima, tetapi apakah etis jika bosmu datang terlebih dahulu? Dan ini hari pertamamu bekerja dan sudah seperti ini,” ujar Sergio seakan sengaja menyulut emosi Thana dan menyulitkannya.Wanita dengan pakaian blouse berwarna merah dengan rok putih pensil
“Happy birthday, Mommy.” Ellio dan Enzo berucap secara bersamaan sembari memeluk Thana dengan erat. Wanita cantik itu tentu membalasnya dengan senyuman merekah. Ketiganya sedang berada di sebuah restaurant untuk merayakan ulang tahun Thana yang ke 27. “Makasi ya sayang,” jawab Thana. Lalu disusul oleh Bu Wati yang memeluk Thana dengan erat sembari memejamkan matanya. Thana bagai harapan hidup baru bagi Bu Wati setelah kematian tragis anak menantu dan cucunya sendiri. “Thana sayang….Ibu sangat beryukur ada kamu selama ini, terimakasih ya Nak, selamat ulang tahun semoga semakin sukses dan sehat selalu,” ujar Bu Wati lembut. Air mata Thana sudah menggenang di pelupuk matanya karena dia orang yang sangat cepat menangis dan terharu. “Bu…seharusnya aku yang paling berterimakasih selama ini sudah tidak terhitung berapa kali Ibu sudah membantu,” lirih Thana dengan tatapan yang sangat tulus. Tidak bisa dipungkiri lagi Thana sudah menganggap wanita paruh baya ini ibunya sendiri. Bayangkan
Pagi itu, usai debat semalam dengan Amara, Thana masuk ke ruangannya dan langsung bersiap untuk berbaris bersama seluruh manager yang ada di perusahaan. Hari ini akan ada inspeksi bulanan dari CEO.Thana yang baru menjabat sebagai Manager Divisi Kreatif tentunya cukup tegang tetapi dia sudah berusaha maksimal mempelajari seluruh materi dan keadaan. “Semuanya berbaris rapi Pak Sergio akan segera datang,” ucap Marlina, Manager Divisi Pemasaran, sembari merapikan make up yang dia pakai.Sergio Andreson berjalan santai dengan wajah dinginnya dan melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana keadaan perusahaannya pagi itu. Dia sedang melakukan rapat dan inspeksi bulanan bersama beberapa petinggi untuk melihat langsung bagaimana perkembangan bisnisnya, terutama beberapa koleksi baru yang diluncurkan oleh perusahaan. Terlihat beberapa pegawai mencuri-curi pandang untuk bisa melihat langsung bagaimana ketampanan Sergio yang sering mereka bicarakan itu. Hingga akhirnya Sergio berhenti
“THAN!” Lamunan Thana langsung buyar ketika salah satu wanita anggun menghampirinya sambil berlari. “Amara!” ujar Thana langsung berdiri dan memeluk wanita itu. “Than…Sini, ikut aku ke kantin,” ajak Amara langsung menyeret Thana untuk berjalan mengikutinya. “Ehhh…ngapain Mar?” tanyanya, kebingungan. Amara sontak menghadiahinya dengan tatapan tajam. “Shtt…nanti aku jelasin disana,” ujarnya, membuat Thana semakin curiga. Keduanya berjalan bersama melewati banyak sekali pegawai perusahaan dan hampir semua dari mereka menatap Thana dengan mata memincing. Tatapan kagum, heran, dan marah semuanya bercampur menjadi satu hingga membuat Thana merasa tidak nyaman. “Nih, aku pesenin matcha kesukanaan kamu,” ucap Amara sambil menaruh gelas minuman matcha itu tepat didepan sahabatnya itu. Thana hanya tersenyum karena dia sudah merasa ada yang aneh. Bagaimana tidak? bahkan seisi kantin juga seakan menguliti Thana hidup-hidup dengan tatapan tajamnya itu. “Mar….ini orang pada kenapa ya?” Ama
“Kenapa diam saja? Apa kau berniat ingin melamar pekerjaan?” tanya salah satu petinggi perusahaan yang duduk tepat di samping CEO. Direktur Utama, Indra. Thana masih terdiam, dia awalnya menatap Sergio dengan tatapan tak percaya sebelum akhirnya memutus tatapan mereka dan menarik napasnya dalam-dalam. Ya tuhan, keadaan macam apa ini? Apa yang harus ia lakukan sekarang? Semakin Thana memperhatikan, pria ini, yang ternyata namanya adalah Sergio, semakin ia terlihat seperti duplicat dari Elio dan Enzo. Bentuk wajahnya, alisnya, tatapan matanya, membuat Thana kesulitan untuk bisa fokus. “M-maaf Pak s-saya akan memulai perkenalannya,” ujar Thana sekuat mungkin. Dia berusaha menghindari tatapan Sergio yang sangat menjurus ke arahnya. Entahlah apa pria itu mengingatnya atau tidak tetapi Thana ingat jelas dengan wajahnya itu karena di pagi harinya, Thana sendirilah yang bangun duluan dan kabur. Thana tidak bisa berhenti disini. Perusahaan Andreson adalah harapannya satu-satunya agar bis
“Mommy, nanti pas ulang tahun Mommy, papa bakal dateng gak?” Thana tersenyum getir ketika salah satu putra kembarnya menyinggung masalah itu lagi. Wanita cantik dengan setelah kerja rapi itu mengusap pipi Elio dan Enzo secara bersamaan. “Sayang….kita rayain ulang tahunnya kayak biasa, ya? Papa…..dia lagi sibuk kerja buat biayain sekolahnya Elio sama Enzo, jangan sedih ya?” ujar Thana dengan suara bergetar. Elio dan Enzo terlihat cemberut tetapi setelah itu dia berusaha paham. Keduanya mencium tangan Thana lalu beralari masuk kedalam sekolahnya. Sementara itu Thana berdiri menatap punggung kedua anaknya itu, harapan hidupnya, sekaligus alasan dia bertahan selama ini. 7 tahun lalu adalah titik terendah Thana selama dia hidup. Dijebak oleh tunangannya sendiri yang berselingkuh dengan adik tirinya untuk menjebaknya tidur dengan orang asing. Kemudian foto-foto keduanya dikirim secara anonim ke keluarga besar. Thana diusir tanpa pengampunan karena mencoreng nama baik keluarga setelah