Masuk"Om, apa kami boleh memanggilmu Daddy?" 7 tahun pasca kejadian paling pahit di hidupnya, Thana berusaha membuka lembaran baru. Dijebak oleh tunangannya sendiri untuk bermalam dengan pria asing kemudian diusir secara tidak hormat dari keluarga, kini Thana sendirilah yang harus bertanggung jawab dan menanggung benih yang hidup di rahimnya kala itu. Namun, saat perlahan Thana sudah sembuh dengan lukanya, ternyata CEO dari perusahaan tempatnya bekerja adalah pria malam itu, ayah dari dua putra kembarnya, Sergio Andreson.
Lihat lebih banyak“Mommy, nanti pas ulang tahun Mommy, papa bakal dateng gak?”
Thana tersenyum getir ketika salah satu putra kembarnya menyinggung masalah itu lagi. Wanita cantik dengan setelah kerja rapi itu mengusap pipi Elio dan Enzo secara bersamaan. “Sayang….kita rayain ulang tahunnya kayak biasa, ya? Papa…..dia lagi sibuk kerja buat biayain sekolahnya Elio sama Enzo, jangan sedih ya?” ujar Thana dengan suara bergetar. Elio dan Enzo terlihat cemberut tetapi setelah itu dia berusaha paham. Keduanya mencium tangan Thana lalu beralari masuk kedalam sekolahnya. Sementara itu Thana berdiri menatap punggung kedua anaknya itu, harapan hidupnya, sekaligus alasan dia bertahan selama ini. 7 tahun lalu adalah titik terendah Thana selama dia hidup. Dijebak oleh tunangannya sendiri yang berselingkuh dengan adik tirinya untuk menjebaknya tidur dengan orang asing. Kemudian foto-foto keduanya dikirim secara anonim ke keluarga besar. Thana diusir tanpa pengampunan karena mencoreng nama baik keluarga setelah mendapati kalau dirinya hamil akibat kejadian malam itu. Marah, kesal, kecewa, putus asa, semuanya terasa jadi satu kala itu dan tidak ada yang bisa ia lakukan. Benih yang hidup di dalam rahimnya juga terasa membunuhnya secara perlahan karena terus mengingatkannya dnegan kejadian pahit itu. Hingga suatu waktu saat kehamilannya masih muda, Thana sedang bersusah payah untuk mencari tempat tinggal termurah dengan sisa uang yang dia miliki karena seluruh kartu yang diberikan orangtuanya dulu dibekukan. Saat sedang berjalan, Thana melihat seorang wanita paruh baya yang hendak menyebrang dan hampir tertabrak. Thana tanpa pikir panjang menyelamatkannya hingga hampir keguguran. Wanita itu adalah Wati, orang yang sudah dia anggap ibunya sendiri, yang memberikan Thana tempat tinggal dan hidup bersama selama hampir 7 tahun ini. Bu Wati kehilangan anak cucu dan menantunya dalam sebuah kecelakaan pesawat dan hidup dengan penuh kesedihan hingga akhirnya sepakat menolong Thana. Jika kembali mengingat kejadian itu rasanya Thana tidak percaya dirinya bisa bertahan sampai sejauh ini. Tentunya karena Elio dan Enzo, harapan hidupnya. Setelah memastikan kedua putraya memasuki kelas mereka, Thana masuk segera ke dalam mobil dan melaju dengan cepat ke arah sebuah perusahaan pakaian dan perhiasan paling tersohor di negeri, Andreson Corporation, tempatnya melakukan interview kerja. Hari ini menjadi langkah baru bagi Thana. Selama beberapa tahun terakhir, ia bekerja di perusahaan peninggalan putra Bu Wati. Namun, posisi itu tak pernah benar-benar memberinya ruang untuk berdiri dengan kakinya sendiri. Meski punya kemampuan, Thana selalu dipandang remeh. Banyak karyawan menganggapnya hanya menumpang hidup berkat kebaikan Bu Wati, bukan karena keahliannya. Thana tak ingin hidup di bawah bayang-bayang Bu Wati. Ia tidak ingin setiap pencapaiannya selalu dikaitkan dengan nama besar wanita itu. Karena itulah, meskipun Bu Wati berulang kali memintanya untuk bertahan, Thana mantap memilih keluar. Ia ingin membuktikan diri di tempat lain, membangun jalan kariernya sendiri, jauh dari keraguan orang-orang yang selama ini menutup matanya pada kemampuan yang ia miliki. “Aduh….cepet dong hijaunya 10 menit legi interviewnya udah mulai,” gumam Thana sembari mengetukkan jarinya distir mobil. Dia sedang berhenti di sebuah perempatan besar dan secara kebetulan semua videotron disana menyiarkan berita yang sama. Dani Danendra, gubernur baru yang terpilih sekaligus menjadi yang termuda. Thana terdiam dan hanya bisa menahan gemuruh didadanya. “Hhh bisa jadi apa dia tanpa dukungan keluargaku?” sinis Thana lalu langsung melajukan mobilnya secepat kilat menuju ke perusahaan. Gedungnya sangat tinggi menjulang, modern dan dilengkapi dengan interior mahal yang bercahaya. Sebuah pemandangan baru bagi Thana. Dengan sigap wanita itu langsung merapikan pakaiannya dan makeup tipis yang ia pakai. Namun, saat melihat jam, sekitar 3 menit lagi dia akan terlambat sementara tempat interviewnya ada di lantai 7. Segera, Thana berlarian ke arah lift dan ketika sampai, ia berlari dengan ceroboh menuju ke arah antrian interview hingga secara tiba-tiba, heels yang dia pakai patah. Thana membelalak terkejut. “Atas nama Thana Anabella!” teriak seseorang dan Thana terpaksa berjalan berjinjit dengan satu heelsnya patah. Ia berusaha tersenyum dan menarik napasnya dalam-dalam. Tidak boleh ada kesalahan kali ini. Lalu, pintu yang menjulang tinggi itu terbuka lebar, Thana masuk dengan anggun, bahkan tidak ada yang menyadari kalau salah satu heelsnya patah, kecuali seorang pria yang duduk dengan penuh dibawa di tengah-tengah penguji itu. “Silahkan perkenalkan diri anda terlebih dahulu,” ujar pria tampan dengan setelan jas rapi itu. Thana tersenyum kecil lalu menatap tepat kearah depan, ke deretan komisaris, CEO dan petinggi perusahaan. Namun, tubuhnya membeku secara tiba-tiba ketika dia bertatapan langsung dengan mata seorang pria disana. Pria yang sangat mirip dengan kedua putra kembarnya, pria malam itu, tidak salah lagi. Thana terdiam, bibirnya kelu. Bagaimana bisa? Ketika Thana melihat papan nama didepannya, tertulis. Sergio Andreson, CEO. Deg! Dia CEO-nya?“Elio inget ya rencana kita, ini kesempatan kita untuk membahagiakan mommy jangan sampai kita buat kesalahan,” ujar Enzo, mewanti-wanti kembarannya itu. Elio mengangguk paham, “Iya, aku paham kau tenang saja. Kita pastikan kali ini mommy bisa bahagia.” Enzo mengangguk dan tersenyum kearah Elio. Tetapi anak laki-laki itu malah termenung membuat enzo bertanya-tanya. “Ada apa?” tanya anak laki-laki itu, walau lebih pendiam tetapi Enzo sangat peka dan sensitif. Elio benar-benar terlihat sedih. “Jadi benar ya kata Daniel, sepertinya papa memang sudah berpisah dengan mommy dan tidak menginginkan kita lagi? Dan mommy juga bisa mencari pasangan lain?” Enzo ikut termenung juga, dia paham betul perasaan kembarannya itu. Walau sedih, Enzo berusaha menjadi kakak bagi Elio dengan merangkul pundaknya. “Kita harus yakin dengan keputusan mommy, Elio. Jika memang papa dan mommy sudah bercerai maka mungkin itu yang terbaik untuk kita semua,”
Thana mencuci wajahnya dengan kasar. Dia menatap kearah cermin di toilet itu dengan khawatir.Dia benar-benar berada dijalan buntu sekarang. Besar kemungkinan Enzo akan mendapatkan juara dan sebagai seorang Ibu, bukannya merasa bahagia tetapi Thana malah khawatir.Khawatir semuanya akan menyorotnya dan Sergio melihatnya ada disana. Thana tidak pernah menyangka akan ada kemungkinan seperti ini.Sergio benar-benar ada dimana-mana.“Halo, Ibu, ini Thana.”Suara ibunya terdengar bersemangat. “Gimana hasil lomba Enzo? Dapet juara dia Than?” tanya ibunya tetapi bukan itu masalah utama sekarang.“Baru aja selesai Bu sesi lombanya masih nunggu pengumuman sekarang,” jawab Thana seadanya.Dia bergerak mondar mandir di toilet itu. “Ibu daritadi gak tenang makan gara-gara kepikiran enzo terus, nanti kabarin Ibu ya, Than hasilnya gimana.”Thana mengiyakan. “Bu, aku sebenarnya ingin membi
“Mom? Kenapa sih dari tadi kayak gak nyaman gitu? Jangan-jangan mommy juga sama kayak Enzo tegang mikir hasilnya?” tanya Elio keheranan ketika keduanya sudah duduk di area makan didekat gedung acara itu.Thana sengaja mengajak putranya untuk keluar membeli es krim sementara dia merenungkan nasib hidupnya.Sergio Andreson, ah kenapa pria itu ada dimana-mana? Pertama di acara pembukaan taman bermain yang ternyata adalah milik pamannya dan sekarang apa keluarga Andreson juga memiliki hubungan dengan pemilik acara lomba ini?Thana dengan gerakan secepat kilat langsung membuka ponselnya dan berusaha mencari bisnis apa saja yang sebenarnya dilakukan oleh keluarga Andreson. Dan fakta mengejutkan dia dapatkan, bukan hanya donatur utama dari kegiatan ini tetapi lebih parahnya lagi adalah Keluarga Andreson yang ternyata menjadi pemilik Alexandria Internasional School atau AIS.Sekolah tempat Elio dan Enzo sekolah. Sekujur tubuhnya melemas, semua hal mem
“Enzo kenapa rotimu tidak habis kau makan?” tanya Elio sembari menatap kembarannya itu dengan raut wajah keheranan. “Kalau tidak habis, sini biar aku saja yang makan aku masih lapar.”Seperti biasa, tanpa menunggu jawaban dari Enzo, Elio sudah langsung mencomot roti di kotak bekal milik kakaknya itu dengan gerakan cepat.Enzo diam, dia mengalah walau dia tidak memakannya bukan karena tidak lapar, melainkan hal lain.Hari ini, Elio, Enzo, dan Thana ada di sebuah aula tempat lomba olimpiade matematika untuk tingkat nasional diadakan. Thana sengaja menyempatkan dirinya mengambil izin untuk menemani Enzo sesuai janjinya.Akan tetapi pagi-pagi seperti ini keduanya sudah ribut-ribut saja, memang selalu ada tingkahnya. Apalagi jika ada Elio.“Enak gini buatan mommy malah gak dihabisin.” Elio ngedumel sendiri sembari mengunyah roti lapis itu dengan rakus.Thana menyadari Enzo lebih diam dari biasanya dan beralih d
“Twinkle…..twinkle little star….up above the world so high,” gumam Thana sembari mengusap puncuk kepala Elio dan Enzo bergiliran. Wanita itu menyanyikan lagu tidur dan melihat kedua putranya terlelap dengan wajah lelah seharian sekolah dan les membuatnya juga ikut mengantuk.Namun ketukan dari pintu luar yang setengah terbuka itu membuat Thana menoleh. Ibunya berdiri diambang pintu dengan wajah yang sendu.Thana bergerak secara perlahan agar tidak membangunkan kedua putranya dan berjalan mendekatinya ibunya. “Nak, Ibu tidak bisa tidur, kita berbicara sebentar dibawah,” ajak Bu Wati dibalas anggukan oleh Thana.Bu Wati menyodorkan teh hangat yang dia buat dan beralih menatap putrinya itu dengan penuh kekhawatiran diwajahnya. Thana tahu apa yang sedang ibunya pikirkan dan diapun juga memikirkan hal yang sama.“Nak….masalah dengan Sergio, bagaimana kamu akan menghadapinya sekarang?” lirih Bu Wati. Tengah malam, suasana hening dan lampu yang temaram, benar-benar membuat Thana merasakan pe
Thana duduk dengan tidak nyaman disalah satu kursi di ruangan konferensi. Ada seluruh direktur, dan kepala manager dari berbagai macam divisi berkumpul untuk rapat evaluasi di kuarter ketiga tahun 2025 ini.Perutnya masih sakit ditambah Sergio yang duduk meja utama, menatapnya dengan tatapan tajam.Sergio sudah memberikan perintah agar Thana mengambil cuti tetapi wanita itu mau tidak mau harus hadir karena tidak tega meninggalkan Meira sendiri untuk mempresentasikan semua hasil kinerja divisi kreatif yang begitu banyak itu.Thana berusaha mengabaikan tatapan dan pesan Sergio, dia akan menjelaskannya pada pria itu nanti tetapi sekarang sudah segera giliran divisinya untuk presentasi.“Jadi seluruh dananya tidak tereliasasi sesuai plan sebelumnya? Apa yang timmu kerjakan kalau begitu selama 3 bulan ini?” sinis Sergio sembari mengetuk-ngetukkan jemarinya diatas meja.Terhitung sudah hampir 3 jam Sergio mengeluarkan kata-kata tajam itu karena dia selalu bisa saja menemukan kelalaian dari






Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen