Share

Bab 13

Melihat Javier yang tampaknya benar-benar marah, Imelda sadar bahwa tidak ada keuntungan baginya menyinggung pria itu.

Dia menggertakkan gigi dan membungkuk pada kedua anak itu. "Maaf, Adik Kecil. Ini semua salah Tante, kalian maafkan Tante ya."

Imelda membatin, 'Sialan, nggak boleh lengah sebelum semuanya jelas.'

Kalau mereka benar-benar anak Claire si berengsek itu, anak-anak ini tidak boleh ada di sini!

Setelah Imelda pergi, Javier menatap Jessie. Raut wajah Jessie menjadi cemberut, dia menarik tangan Jerry dan berkata, "Maaf, Paman. Kami nggak ingin makan lagi, kami mau pulang."

Javier agak tertegun. Namun, mengingat kejadian barusan, kedua anak ini mungkin kaget. "Oke, aku antar kalian pulang."

"Nggak usah, kami pulang sendiri saja," ujar Jessie sambil menarik tangan Jerry untuk pergi.

Roger terlihat bingung. "Tuan Javier, kenapa sikap kedua anak ini cepat sekali berubah ...."

Javier tidak berkata-kata, dia hanya melihat sosok kedua anak itu dari belakang. Entah apa yang sedang dipikirkan mereka.

Setelah berjalan keluar dari hotel, Jerry tidak lagi menangis, dia malah berkata sambil tersenyum, "Gimana? Aktingku bagus, 'kan?"

Namun, Jessie malah tidak bisa tertawa sama sekali. Melihat pipi adiknya yang agak membengkak, Jerry berkata dengan kesal, "Sialan, berani-beraninya nenek itu memukulmu. Kalau ketemu lagi lain kali, pasti nggak akan kubiarkan!"

"Kak, wanita tadi itu ibunya Kayla. Apa Ayah benar-benar nggak mau kita lagi?"

Mata Jessie memerah, dia tidak merasa sakit karena dipukul. Namun, ayahnya hanya menyuruh wanita itu minta maaf dan tidak memperpanjang masalah ini lagi. Jelas sekali, itu karena ayahnya masih mengingat wanita itu adalah ibu Kayla.

Oleh karena itu, Jessie merasa bahwa ayahnya tidak menginginkan mereka lagi.

Dia merasa kecewa terhadap ayah seperti ini.

Jerry mengelus pipi Jessie sambil menghiburnya, "Tenang saja, Ayah cuma dibohongi sama wanita itu kok. Tunggu saja, begitu saatnya tiba, ayah kita pasti akan kembali."

Saat ini, mereka tidak boleh sembarangan mengakui Javier sebagai ayah. Jika ayahnya benar-benar menyukai Kayla, kemungkinan malah dia akan merebut ketiga anak ini dari ibu mereka.

Dengan kekuasaan ayah mereka di Negara Makronesia ini, ibu mereka pasti akan kalah kalau masalah ini sampai diajukan ke persidangan.

Mereka masih harus menunggu untuk sementara waktu.

Jika Javier masih saja melindungi Kayla, mereka juga tidak butuh ayah seperti ini.

Lagi pula, mereka bisa melindungi ibu mereka sendiri! Mereka juga tidak kekurangan uang untuk menghidupi ibu mereka!

Jessie mengangguk dan menjawab, "Baiklah!"

Di Perusahaan Vienna.

Diperlakukan demikian oleh Javier, Imelda merasa makin kesal. Dia mendatangi Perusahaan Vienna untuk mencari Claire.

"Claire, wanita sialan, keluar kamu!" Sebelum Imelda berjalan masuk ke ruangan, Claire sudah bisa menebak pemilik suara ini.

Claire sedang duduk di meja kerjanya untuk memeriksa data pembelian batu mentah. Tanpa menoleh sama sekali, dia berkata, "Nyonya Imelda, bisa nggak kamu jangan terus-terusan menggunakan kata merendahkan seperti itu? Etikamu benar-benar luar biasa ya."

Imelda berjalan ke hadapan Claire dan memelototinya dengan kejam. "Hebat sekali trikmu. Setelah pergi selama 6 tahun, sekarang malah pulang dengan membawa anak haram?"

Anak haram?

Claire menutup dokumennya, lalu mendongakkan kepalanya menatap Imelda. "Apa maksudmu?"

"Apa maksudku?" Imelda tertawa kecil sambil berkata, "Hari ini aku melihat kedua anak itu di restoran. Jujur saja, apa mereka itu anakmu?"

"Anak apaan? Aku nggak ngerti apa yang kamu bicarakan," ujar Claire sembari meletakkan dokumennya. Melihat mereka di restoran? Apakah Candice membawa mereka makan di restoran?

Claire tidak berencana untuk membiarkan orang-orang di Keluarga Adhitama tahu bahwa dia membawa ketiga anak itu pulang. Sebab, Claire tidak ingin orang lain menggunakan anaknya untuk mengancamnya.

"Kamu benar-benar nggak tahu?" tanya Imelda dengan ragu-ragu.

"Kenapa kamu bisa langsung menyimpulkan itu anakku? Aku saja nggak tahu, tapi kamu malah seolah-olah pernah bertemu dengan mereka."

Imelda merasa ragu, apakah bocah-bocah itu benar-benar bukan anak Claire?

"Nyonya Imelda, baru ketemu dua anak kecil saja kamu langsung datang menginterogasiku. Apa kamu takut kalau mereka itu anak-anakku? Kalaupun memang anakku, lalu apa hubungannya denganmu?"

Melihat Imelda yang terdiam. Claire berkata sambil tertawa, "Kamu bicara seolah-olah aku melahirkan anak untukmu saja. Daripada mengkhawatirkanku, sebaiknya kamu lebih memperhatikan putrimu sendiri saja."

"Kamu ...." Saking kesalnya, Imelda sampai tidak bisa berkata-kata.

"Aku apanya? Ayahku menyerahkan Vienna kepada putrimu selama ini, sekarang malah muncul kejadian batu mentah yang dipalsukan. Kalau ayahku sampai tahu, apa dia masih mau membiarkan putrimu mengelola perusahaan ini?"

Raut wajah Imelda berubah drastis ketika berkata, "Batu mentah palsu apanya? Jangan mengada-ngada!"

Sialan, sudah 6 tahun berlalu, tapi mulut wanita ini masih saja setajam ini?

"Benar juga, Anda sekarang hidup dalam kemewahan dan tahunya hanya berfoya-foya. Mana mungkin mau peduli dengan perusahaan?"

Claire bersandar ke belakang kursinya sambil berkata, "Kalau otakmu bodoh, sebaiknya kamu belajar sama putrimu untuk menambah wawasan. Jangan tahunya cuma berdandan seperti orang kaya baru saja."

Imelda dipermalukan hingga wajahnya memerah. Namun, ketika berpikir sejenak, dia tersenyum bangga dan berkata, "Kamu memang dibesarkan di Keluarga Adhitama sejak kecil. Tapi, kalau bukan karena ayahmu menikahi Vina, aku sudah jadi Nyonya Adhitama sejak dulu."

"Lalu, kenapa ayahku nggak mau menikahimu dulu?" tanya Claire sambil tersenyum licik. Senyumnya ini membuat orang kesal setengah mati.

Imelda mengepalkan tangannya dan menggertakkan gigi. "Karena pria memang akan memilih wanita yang bisa membantu kariernya. Sejujurnya saja, kasihan juga ibumu. Meskipun memang istri sah, ayahmu tetap saja selingkuh."

Melihat tatapan dingin Claire, Imelda kembali berkata dengan bangga, "Ada beberapa orang yang memang dilahirkan kaya, tetapi nasibnya kurang beruntung. Contohnya seperti kamu dan ibumu. Kalau saat itu ibumu bukan seorang desainer, memangnya ayahmu akan menikahinya? Lalu, setelah menikahinya 3 tahun, malah selingkuh denganku?"

"Pria nggak suka dengan wanita yang terlalu hebat, mereka lebih suka wanita yang lemah. Aku sangat mengerti kesukaan ayahmu dan pandai mengambil hatinya. Sementara ibumu itu hanya fokus pada karier. Semua pria pasti akan bosan dengan wanita seperti itu."

Mendengar Imelda menceritakan pandangannya sebagai seorang pelakor dengan bangganya, Claire tertawa terbahak-bahak.

"Memang benar katamu, asalkan cukup tebal muka, semua bisa didapatkan. Seandainya saja dulu ibuku bermuka tebal sepertimu, mana mungkin kamu bisa punya kesempatan?"

"Kamu ...." Imelda terdiam mendengar ejekannya.

Claire melambaikan tangannya dengan tidak sabaran dan berkata, "Kalau Nyonya Imelda nggak ada urusan lain lagi, aku nggak akan meladenimu lagi ya. Bagaimanapun, perusahaan ini sudah dibuat berantakan oleh putrimu itu. Bisa bertahan sampai sekarang saja sudah cukup hebat."

Imelda melipat kedua tangannya dengan wajah acuh tak acuh, "Jangan menganggap dirimu hebat hanya karena kamu ini adalah desainer perhiasan internasional yang terkenal ya. Kalau dibandingkan dengan Tuan Javier, kamu itu nggak ada apa-apanya."

"Aku ingatkan sekali lagi, sebaiknya kamu nggak usah punya pikiran macam-macam dengan Tuan Javier. Kayla adalah pacarnya, kamu nggak akan bisa merebutnya."

Setelah melontarkan perkataan itu, Imelda langsung berbalik dan berjalan keluar dari kantor.

Senyuman di bibir Claire perlahan-lahan menghilang. Dia tidak tertarik dengan pacar Kayla. Namun, kalau memang mau merebut sesuatu, Claire sudah pasti akan berusaha merebut Perusahaan Vienna.
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Just Rara
ibu nya kayla jd pelakor aja bangga,ya sm lah kelakuan ibu dan anaknya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status