Share

Kehangatan Keluarga

Ibu Kurnia hamil anak pertamanya, saat aku berusia 9 Tahun, aku yang tengah tinggal selama 2 tahun dengan keluarga baruku itu.

 

Aku bahagia sekali memiliki seorang adik, akhirnya keluarga kami pun terlihat sangat lengkap. anak pertama mereka adalah Putri Intan Pramesti. Adik yang selalu membuatku bangga karena prestasi yang sering ia raih. Kini Putri telah tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik, bahkan menurutku dia lebih cantik dariku.

Usia Putri saat ini menginjak usia 18 tahun, yang saat ini tengah melanjutkan pendidikannya Di SMAN 29 Jakarta. Dia tumbuh menjadi remaja yang sangat pandai dan mulai suka dandan, ya memang karena dia itu cantik. Namun, kecantikan itu tak membuatnya menjadi gadis yang sombong.

Saat Putri berusia 3 tahun, Ibu Kurnia Hamil lagi anak ke duanya, yang diberi nama Faizal Nauval Rahardi, Faizal yang memang hanya terpaut 3 tahun dengan Putri, kini seperti mereka ini sepantaran.

Faizal menginjak pendidikan SMP, dia memilih SMP Negeri 30 Jakarta untuk menjadikan tempatnya dalam menuntut ilmu. Itu semua  karena Faizal terlihat lebih tinggi juga lebih dewasa, bahkan saat mereka jalan berdua pun banyak orang yang mengira kalau mereka itu pacaran, padahal mereka adalah kakak beradik, hal itulah yang sering membuat Faizal malu untuk jalan bareng kakaknya.

Dan anak ragil mereka adalah si mungil Ayu Nania Nanda Pramesti. Dia juga cantik, dan anggun, yang kini masih duduk di bangku Madrasah Ibtidaiah Nurul Islam Jakarta Selatan, yang juga Mondok Di Pondok Pesantren Islam Al - Azhar yang terletak Di Jakarta Selatan juga. Dialah yang mengikuti jejakku untuk memperdalam ilmu agama dan juga anak ayah yang paling dekat denganku.

Mereka semua memang sangat dekat denganku, tapi yang lebih ingin selalu aku manja adalah Ayu, terlebih karakternya juga mirip denganku, jadi kami selalu merasa cocok.

Pak Rahardi 'ayah angkatku.' Beliau bekerja di perkebunan milik pribadi warisan dari kedua orang tuanya yang beliau kelola dengan adik beliau, aku memanggilnya Paman Sam. Namanya adalah Sampurnawan Adji Wijaya, panggilan akrabnya adalah Paman Sam.

Paman Sam juga sangat menyayangiku, beliau menganggapku seperti anaknya sendiri, setiap pagi Paman Sam selalu membawakanku bubur ayam buatan Bibi Murni, bubur itu sangatlah lezat, yang nantinya bubur itu pasti akan sangat kurindukan.

Sedangkan Ibu Kurnia 'ibu angkatku' beliau seorang ibu rumah tangga yang pandai memasak, masakannya selalu enak, rasanya itu seperti masakan di restoran terkenal yang ada di Jakarta, yang harganya bahkan bisa menguras isi dompetku sampai habis, tapi tidak demikian, karena aku lebih suka masak sendiri. Lebih hemat dan pastinya sangatlah menggugah selera.

Diriku sendiri, aku adalah Alumni Mahasiswi S2 Di Universitas Paramadina jurusan Magister Ilmu Agama Islam yang terletak di Jakarta selatan juga, aku memutuskan untuk kuliah di situ karena ingin memantau pergaulan Ayu, aku merasa kasihan jika Ayu tinggal di luar kota seorang diri, meski tinggal di pondok pesantren yang sudah terjamin keamanannya. Namun, aku masih saja khawatir, ya karena tempat tinggal keluarga kami di Tangerang Selatan, jadi kami dulu pun memutuskan untuk pulang ke rumah dalam sebulan sekali, itu pun sudah sangat menahan rindu.

Itulah sedikit cerita tentang keluargaku. Keluarga yang selalu ingin aku junjung martabatnya dan aku sama sekali tidak ingin mengecewakan mereka yang telah menyayangi dan berusaha menerimaku di keluarga mereka. Karena mencoba untuk menerimaku itu tidak mudah bukan.

 

----------------

 

Pagi ini aku ingin sekali memakan bubur ayam buatan Bibi, aku pun melihat sekeliling jalan barangkali Paman Sam ke sini untuk membawakan bubur ayam kesukaanku itu, ternyata benar, Paman Sam mengendarai mobil sedan berwarna abu pun mulai menyusuri halaman rumah. Aku segera menghampirinya.

"Assalamualaikum Paman Sam,” ucapku sembari mendekati Paman yang masih memarkirkan mobil sedannya itu di halaman rumah.

"Wa'alaikumussalam. Masyaallah pengantin baru, hari ini terlihat sangat ceria, pasti tadi malam kamu diperlakukan dengan sangat lembut ya oleh suamimu, Nak Nando?” ucap Paman Sam yang mulai menggodaku.

"Bicara apa sih Paman ini, Keisya itu ceria dan bahagia seperti ini, karena tengah merindukan bubur ayam buatan bibi. Bukan karena hal semalam, Paman bisa aja menggoda Nandini, " ucapku dengan senyuman agak kesal karena Paman Sam berusaha menggodaku.

"Ya, tidak masalah dong, kalau Paman menggoda pengantin baru, Paman juga pernah merasakan menjadi pengantin baru, betapa bahagianya Paman dulu bisa menggoda dan memperlakukan dengan lembut Bibi," ucap Paman Sam sembari tersenyum semringah.

Mungkin Paman Sam pikir aku bahagia dengan pernikahan ini, ya, di satu sisi memang aku bahagia, karena Mas Nando telah memperhatikan aku semalam, tapi di sisi lain juga aku harus kuat jika melihat Mas Nando bersama pacarnya Alesha.

"Loh kok malah murung sih, kenapa Nandini?" tanya Paman Sam, yang melihatku murung, mendengar candanya tadi.

"Enggak apa-apa kok, Paman Sam pasti ke sini membawakanku bubur ayam yang super lezat itu 'kan?" ucapku dengan senyum semringah, seperti anak kecil yang senang diberi ice cream.

"Iya, ini tadi Paman bawa bubur ayamnya agak banyak, ya sekarang kan ada orang baru di rumah, biar bisa ikut menikmati bubur buatan Bibi  ini juga, Nak Nando juga suka bubur ayam 'kan?" ujar Paman Sam sembari memberikan dua rantang bubur ayam.

Aku yang tidak tahu apa-apa tentang makanan yang disukai oleh Mas Nando pun hanya bisa tersenyum. Aku sebagai seorang istri harus mencoba mencari tahu apa pun yang berhubungan dengan suamiku, termasuk makanan favoritnya. Meski sepertinya Mas Nando tidak akan menyetujui hal itu, karena sebentar lagi kami akan terlihat seperti orang asing yang tidak saling kenal.

"Kok malah bengong, ya sudah, ayo kita masuk ke dalam rumah, pasti kamu juga sudah tidak sabar 'kan untuk segera memakan bubur ayam kesukaanmu ini," ujar Paman sembari mengajakku masuk ke rumah. Aku pun mempersiapkan sarapan untuk suami dan keluargaku

"Ini apa?" tanya Mas Nando saat melihat makanan yang tersuguh di meja makan.

"Oh ini,  bubur ayam buatan Bibi Murni, istrinya Paman Sam. Mas Nando cobain ya, enak loh buburnya, ini adalah makanan favoritku di pagi hari, Paman Sam selalu membawakannya untukku," jawabku dengan lembut dan senyum yang manis.

"Oh begitu, kelihatannya memang enak ya, bolehlah dicoba, tapi sedikit saja, karena saya tidak terbiasa makan makanan yang mengandung banyak karbo di pagi hari," ucapnya dengan senyuman yang sangat manis menurutku.

Ya, aku paham itu, pasti Mas Nando ingin menjaga agar tubuhnya tetap terbentuk sempurna, jadi sebisa mungkin ia hindari makanan yang mengandung banyak karbo di pagi hari, sangat beda denganku yang minus dalam menjaga penampilan. Aku lebih suka diriku terlihat apa adanya, dengan penuh kesederhanaan ini, aku sadar aku pasti sangat jauh di bawah Alesha pacar Mas Nando.

"Apakah mungkin suamiku bisa mencintai kesederhanaanku ini?" Kata-kata itulah yang saat ini terlintas di pikiranku.

"Baiklah,” ucapku dengan singkat sembari menaruh sedikit bubur di dalam mangkuk kecil yang langsung aku berikan ke tangan Mas Nando.

"Terima kasih," ucapnya dengan lembut sembari melempar senyum ke arahku, kuperhatikan senyuman itu semakin manis.

"Nak Nando, kok makan buburnya hanya sedikit?" tanya Paman Sam yang mendekati kami berdua.

"Nandini tambah lagi gih buburnya, masa cuma sedikit begitu, buburnya juga masih banyak, kalau kurang nanti Paman ambilkan lagi, tenang saja Bibi hari ini masak buburnya lebih banyak," ujar Paman yang menyuruhku menambahkan bubur ayam lagi ke mangkuk yang sedang dipegang Mas Nando.

"Tidak usah, Paman, nanti kalau saya menginginkannya lagi saya bisa ambil sendiri kok, khawatir kekenyangan, makanya saya hanya meminta buburnya sedikit," sahut Mas Nando sembari melempar senyum ke arah Paman Sam yang berdiri di dekatnya.

"Ya sudah kalau begitu, Nak Nando jangan merasa sungkan ya, anggap saja rumah ini seperti rumah Nak Nando sendiri, Karena Nak Nando sudah menjadi bagian dari keluarga kami, jadi jangan merasa sungkan, kalau ada masalah bisa langsung minta tolong ke Paman, Paman siap membantu," ujar Paman sembari menepuk pundak Mas Nando

"Iya, Paman, terima kasih banyak," ucap Mas Nando sambil memulai menyendok bubur Ayamnya.

"Iya sama - sama. Makan yang banyak Nak Nando, kalau perlu nambah lagi gak apa-apa, tidak  perlu sungkan,  itu buburnya juga masih banyak," ucap Paman sembari melangkah ke belakang rumah untuk menemui ayah yang sedang asyik mengurus tanaman yang ada di belakang rumah.

"Baik, Paman, nanti kalau masih lapar bisa nambah lagi," ucap Mas Nando sembari tersenyum tipis.

"Gimana Mas, enak buburnya?" tanyaku sembari melepaskan rasa canggung.

"Iya, lumayan enak kok, jadi kamu setiap pagi makan bubur ini?"

"Iya Mas," jawabku dengan singkat.

"Kamu tidak takut gemuk?" tanya Mas Nando menatapku heran. Mungkin ia pikir aku yang setiap pagi selalu makan banyak Karbo, tapi badanku tetap saja terlihat langsing.

"Kenapa harus takut Mas, asalkan rajin olahraga juga tidak akan gemuk kok," ucapku sembari menatapnya lembut.

"Iya, juga sih, tapi biasanya 'kan wanita itu selalu ribet soal urusan berat badan, dan cenderung ingin diet, seperti halnya Alesha, padahal menurut saya tubuhnya itu bagus, dia tinggi dengan tubuh yang cukup langsing. Namun, sedikit berisi."

"Menurut saya tubuhnya itu pas banget dengan tinggi badan yang dia miliki, tapi entah kenapa selalu saja dia ribet dengan postur tubuhnya dan seperti tidak percaya diri gitu, enggak seperti kamu gini yang selalu terlihat percaya diri, padahal menurut saya makanan yang kamu makan cukup banyak juga, tapi kok malah kamu sendiri tidak ribet dengan berat badan," ujar Mas Nando yang kata-katanya itu tiba-tiba membuat nafsu makanku hilang.

Padahal bubur ayam buatan Bibi yang sedari tadi ingin aku makan. Namun, kini nafsu makanku terasa hilang begitu saja, karena Mas Nando menyebut nama Alesha, wanita yang membuatku penasaran seperti apakah wanita yang dicintai oleh Mas Nando.

"Ya, bedalah, Mas, mungkin Mbak Alesha ingin selalu terlihat cantik dan menawan di hadapan semua orang, terutama kamu, Mas. Nah, sedangkan aku 'kan memang orangnya sederhana, aku hanya mencoba untuk selalu bersyukur dengan anugerah yang Allah berikan kepadaku, fisik yang bagus itu 'kan juga anugerah Mas," ucapku dengan mencoba tetap terlihat tenang, meski perkataan Mas Nando barusan cukup membuat hatiku merasa sedikit nyeri.

"Iya juga sih, kamu benar," ucap Mas Nando singkat sambil memperhatikanku. Aku pun tertunduk malu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status