Share

Bab 2

Author: Goldhour
Aku dan pacarku tiba di rumahnya sambil membawa bingkisan Tahun Baru.

Saat melihat Ayah pacarku, aku langsung membeku.

Karena aku baru menyadari, bahwa ayahnya adalah pria yang ranjangnya salah kunaiki di kereta api waktu itu.

Aku tidak percaya bisa ada kebetulan begini di dunia ini. Aku serasa disambar petir dan mematung di tempat.

Bahkan aku lupa mengucapkan, "Halo, Om". Pacarku sampai harus mengingatkanku.

Dia mengulurkan tangan untuk bersalaman denganku. Dengan jantung berdebar, aku pun mengulurkan tangan.

Telapak tangannya yang kasar membungkus tangan kecilku. Dia menggenggam tanganku sebentar sebagai tanda keramahan. Seketika, wajahku memerah.

Memikirkan kekacauan besar yang aku buat semalam, rasanya aku ingin pindah ke planet lain saja.

Untungnya, aku lihat ekspresinya sama sekali tidak ada keanehan. Sepertinya dia tidak mengenaliku.

Di kereta, aku hanya merasa dia tampan, tapi tidak terlalu jelas melihat wajahnya. Sekarang, setelah aku perhatikan baik-baik, ketampanannya jauh melebihi pacarku. Ayahnya ini sungguh sangat tampan dan memesona.

Sosoknya tinggi besar, dengan bahu lebar dan pinggang ramping. Setelan jas yang pas di badan, membuatnya terlihat sangat berwibawa dan anggun.

Meskipun sudah berusia di atas empat puluh tahun, dia pasti sangat disiplin karena tubuhnya tetap terjaga dengan baik.

Seluruh tubuhnya memancarkan pesona dan aura pria dewasa yang matang.

Semakin aku melihatnya, pikiranku mulai tidak karuan lagi.

Aku menampar diriku sendiri dalam hati, ‘Dasar gadis nakal, beraninya memikirkan macam-macam, ini ‘kan Ayah pacarku!’

Tak lama kemudian, tibalah waktu makan malam. Aku dan pacarku duduk bersebelahan, dan ayahnya duduk di seberang kami.

Di meja makan, aku menunduk seperti burung puyuh yang fokus makan. Dari luar, aku terlihat bersikap biasa saja, tapi di dalam, hatiku sangat gelisah.

Aku takut jika dia mengingat sesuatu.

Syukurlah, dia hanya menanyakan hal-hal biasa seperti apakah orang tuaku sehat dan apa pekerjaan mereka.

Aku baru saja merasa lega, tapi saat itu juga, dia mendorong segelas susu kedelai dan sosis ke arahku.

"Kamu pasti suka ini. Kali ini, makanlah sepuasnya."

Apa maksudnya ini?

Seketika, suasana menjadi agak canggung.

Jangan-jangan, dia sudah mengenaliku?

Aku diam-diam mengangkat pandanganku dan melihatnya. Ternyata dia juga sedang menatapku, dengan senyum penuh arti di sudut bibirnya.

Aku langsung menundukkan kepala karena ketakutan. Aku mencoba meyakinkan diri, pasti itu hanya ekspresi biasa. Lagi pula, waktu itu gelap sekali, dia pasti tidak bisa melihat dengan jelas.

Namun, beberapa saat kemudian, aku langsung kena batunya.

Di bawah meja, aku merasakan sebuah kaki menggesek-gesek lembut pergelangan kakiku yang mulus.

Aku menarik rokku ke bawah, tapi dia malah menggunakan kakinya untuk menyingkap rokku dan melanjutkan kenakalannya.

Aku mengangkat kepala dan mendapati tatapan agresifnya tertuju padaku, tanpa sedikit pun menghindar.

Aku mencoba memperingatkannya lewat tatapan mata. Namun bukannya berhenti, dia malah makin berani. Dia langsung menjepit ujung rokku dan mulai menariknya sedikit demi sedikit.

Aku memakai baju atasan bahu terbuka. Setiap kali dia menarik rokku, tali bahu bajuku melorot sedikit.

Bagian dadaku yang bulat bergetar seiring gerakan pakaian.

Aku sangat tegang, merasa pakaianku bisa lepas kapan saja.

Untungnya, aksi isengnya berhenti di saat genting.

Tepat ketika aku menghela napas lega, kakinya langsung menyentuh bagian sensitifku.

Aku tersentak hebat, refleks menjepit kedua kaki. Bahkan karena terlalu sensitif, tanpa sadar aku mengerang pelan.

Pacarku menyadari eranganku dan menatapku dengan cemas.

Wajahku merah, aku berkata sambil bergetar, "Nggak apa-apa."

Kakinya terus bergerak liar di tempat tersembunyi itu. Rasa geli yang tak tertahankan menyerangku.

Aku mencengkeram kaki meja erat-erat dan berusaha keras menahan diri. Namun, seluruh tubuhku tetap gemetar. Akhirnya, aku benar-benar hilang kendali.

Aku berdiri dengan panik. Berdalih ingin ke toilet, lalu melarikan diri dengan perasaan malu.

Di dalam toilet, aku melepas celana dalamku yang basah. Tepat saat aku hendak mencucinya, pintu didorong terbuka.

Aku menoleh dengan terkejut. Ternyata itu adalah Ayah pacarku.

Belum sempat aku bereaksi, tiba-tiba kedua kakiku terangkat. Aku sudah didudukkan di atas wastafel olehnya.

Dia menopang kedua tangannya di sisi kiri dan kanan tubuhku, menatapku lurus-lurus.

Tatapan itu membuatku agak takut.

"Om, Om ... mau apa?"

"Mau apa?" Pria itu semakin mendekat. Dia berkata sambil tersenyum nakal, "Bukannya kamu yang menggoda Om?"

Aku menggeleng. "A-aku nggak menggoda Om."

"Nggak menggoda?" Dia mengulang perkataanku, "Di kereta api, kamu juga sengaja, ‘kan?"

Ternyata dia sudah mengenaliku sejak awal.

"Nggak ...." Baru saja aku hendak menjelaskan, bibirnya sudah berada di dekat mulutku.

Aku takut, dan berusaha mendorongnya menjauh. Lalu berkata, "Jangan, aku ini pacar anakmu, bahkan mungkin calon menantumu."

"Aku tahu." Suaranya serak. "Pria di sini punya tradisi. Sebelum menikah, calon menantu wanita harus melewati ujian dari Ayah Mertua dulu."

Kedua kelopak mataku melebar karena ketakutan. Suaraku bahkan terdengar seperti ingin menangis saat berkata, "Om, kumohon. Benaran nggak boleh, kumohon lepaskan aku ...."

Namun, pria itu mengabaikan permohonanku. Dia dengan kuat menekanku ke cermin agar aku tidak bisa bergerak.

Lalu, dia menggunakan lututnya untuk memisahkan kedua kakiku secara paksa.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kenangan Gila di Kereta Api   Bab 9

    Aku berlari dengan terengah-engah sampai ke kantor polisi. Orang-orang di sana berbicara Bahasa Negara Marba. Untungnya, aku sering menonton drama Negara Marba, jadi aku bisa bicara sedikit.Aku langsung melapor bahwa aku diculik.Namun, saat aku sedang panik menceritakan bahaya yang kualami, aku melihat Harvey. Kepala kantor polisi bersikap sangat hormat padanya, bahkan sampai membungkuk. Polisi yang tadi mendengarkan laporanku langsung pergi.Jantungku terasa seperti dipukul palu raksasa. Sepertinya aku terlalu naif. Mereka pasti punya latar belakang yang tidak aku ketahui, kekuasaan mereka jauh lebih besar dari yang kubayangkan.Mereka punya koneksi di mana-mana. Aku merasa sangat mustahil untuk melarikan diri.Saat aku hanya bisa pasrah dan berjalan gontai sambil ditarik oleh Harvey meninggalkan lobi kantor polisi, seorang polwan berpapasan denganku dan menyelipkan sebuah USB kecil padaku.Aku langsung tersadar.Aku segera menyembunyikannya.Setelah kembali, aku membukanya.Ternyat

  • Kenangan Gila di Kereta Api   Bab 8

    Sinar matahari pagi menyinari dari luar jendela. Seperti hari-hari damai biasanya, tapi hatiku terasa mati.Aku sangat berharap kejadian tadi malam hanyalah mimpi buruk.Meskipun aku memang sangat mencintai pacarku, pada saat yang sama, aku juga punya hasrat seksual pada kakaknya.Kenikmatan yang berlipat ganda, tentu saja membuat seseorang makin ketagihan.Namun, aku punya moral dan harga diri. Aku adalah manusia.Aku tidak bisa tenggelam dalam hal ini atau hidupku akan menjadi tidak berarti.Hubungan yang menyakiti perasaan seperti ini, hanya kenikmatan binatang betapa pun menyenangkannya.Cepat atau lambat, aku akan hancur.Maka dari itu, aku memutuskan untuk kabur. Meskipun dijaga ketat, aku harus melarikan diri bagaimanapun caranya.Namun, tuntutan serakah mereka, siang dan malam tanpa henti, membuatku sama sekali tidak punya kesempatan.Aku merasa kehidupanku setiap hari seperti seekor anjing.Sampai pada akhirnya, suatu hari, aku tidak tahan lagi. Aku memecahkan gelas kaca, lalu

  • Kenangan Gila di Kereta Api   Bab 7

    Herry menyentuh puncak kepalaku dan tersenyum. "Sayang, aku nggak akan menggodamu lagi. Sebenarnya dia bukan ayahku.""Kak, sapa pacarku secara resmi."Harvey menggandeng tanganku dan mengecupnya lembut. Dia berkata, "Halo sayangku, namaku Harvey John, kakak kandung Herry."Aku merasa otakku berhenti bekerja, situasi apa ini sebenarnya?"Jadi, kalian terus-terusan membohongiku."Mereka berdua dengan jujur mengakui bahwa semuanya sudah direncanakan sejak kejadian di kereta api.Mereka sengaja bertukar tempat hingga membuatku salah menaiki ranjang.Aku marah sekaligus terkejut. Seharusnya aku sudah curiga. Harvey sama sekali tidak terlihat seperti Ayah Herry. Dia terlihat seperti orang berusia sekitar 30 tahunan. Selain itu, Harvey John dan Herry John, jelas adalah nama dua orang bersaudara. Ditambah lagi dengan foto yang dipotong setengah itu.Saat itu, Harvey juga menjelaskan tentang wanita yang dia bawa tempo hari. Katanya, wanita itu hanya aktris bayaran. Semua itu dilakukan untuk me

  • Kenangan Gila di Kereta Api   Bab 6

    Aku tidak tahu siapa yang menang dan siapa yang kalah. Aku juga tidak tahu apakah hari sudah terang, sudah gelap, atau sudah berganti hari kedua?Yang aku tahu, hanyalah pada akhirnya, tubuhku sudah nyaris remuk. Rasanya seperti ditabrak lima truk tronton, mungkin seperti ini juga rasanya.Aku kelelahan sampai lemas dan tertidur entah berapa hari dan malam.Saat terbangun, di luar sedang hujan deras disertai petir dan kilat.Aku menunduk dan menyadari bahwa pakaian yang aku kenakan sebelum tidur entah sejak kapan sudah diganti. Pakaian itu digantikan oleh kemeja pria yang beraroma tembakau.Kedua mataku ditutup dengan kain tipis, sekujur tubuhku terasa sangat pegal, dan kepalaku terasa pusing.Aku mencoba mengangkat tangan. Terdengar suara "krek-krek" yang sangat menyeramkan dalam kesunyian malam.Berkat cahaya rembulan yang samar dari luar jendela, aku baru sadar bahwa kedua kakiku terbuka lebar. Aku diikat di sebuah kursi gantung dengan posisi yang sangat memalukan.Aku langsung ters

  • Kenangan Gila di Kereta Api   Bab 5

    Keesokan harinya, cuaca sangat cerah. Pacarku dan teman-teman masa kecilnya berencana pergi bermain ski.Aku tidak mau ikut. Matahari musim dingin adalah yang paling ganas dan paling mudah membuat flek hitam di kulit. Aku tidak ingin kulitku rusak, aku ingin tetap cantik.Lagi pula, aku juga tidak bisa bermain ski. Akhirnya, aku memutuskan untuk tetap di rumah dan menonton drama. Karena ayah Herry sedang keluar untuk urusan proyek, dia tidak akan pulang seharian.Jadi, aku tidak perlu khawatir dia akan berbuat macam-macam lagi padaku.Namun, tanpa kusangka, pada sore hari dia sudah kembali.Melalui jendela, aku juga melihat ada seorang wanita turun dari mobilnya.Aku tidak berani keluar untuk menyapa mereka. Aku mengunci pintu dan bersembunyi di dalam kamar.Tapi tak lama kemudian, aku tidak bisa berpura-pura lagi.Karena dari luar terdengar suara-suara yang tak bisa kugambarkan, suara itu begitu liar dan kasar.Ada suara pria yang menghina dengan kasar dan suara wanita yang melengking

  • Kenangan Gila di Kereta Api   Bab 4

    Namun, pria yang terlihat berwibawa dan terpelajar ini, justru melontarkan kata-kata yang begitu tidak senonoh.Bahkan buruh tani yang memanen jagung di ladang pun tidak akan mengucapkan kata-kata sekasar itu.Ternyata semua itu hanyalah kedoknya. Aku sudah tertipu karena mengira dia tampan dan berkarisma. Dia benar-benar iblis yang tidak tahu malu.Tepat ketika aku berpikir, bahwa hari ini aku benar-benar tidak bisa lari dari nasib buruk ini, di luar pintu terdengar suara pacarku sedang memanggil namaku.Harvey juga terlihat agak kaget. Aku memanfaatkan kesempatan itu untuk mendorongnya, cepat-cepat merapikan pakaianku, dan berlari keluar.Pacarku bertanya kenapa aku lama sekali di dalam kamar mandi. Aku mencari alasan apa adanya untuk mengelak. Siapa sangka, dia malah bertanya apakah aku melihat ayahnya."A-aku terus di kamar mandi, mana aku tahu," jawabku.Aku berusaha bersikap tenang, takut pacarku melihat ada keanehan.Tak disangka, dia benar-benar menangkap sesuatu yang mencuriga

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status