Share

Mimpi

Sore itu setelah menghabiskan waktu dengan Mas Hanif, aku langsung masuk ke kamar dan mulai membereskan barang-barang yang kubawa saat datang ke rumah kakek. Aku harus segera kembali ke ibu kota karena ada pekerjaan penting yang tidak bisa dialihkan ke orang lain. Tidak terasa ternyata waktu sudah menunjukkan waktu magrib. Aku segera membawa badanku ini ke kamar mandi untuk mengambil wudhu. Aku memang bukan seorang yang ahli beribadah, tapi setidaknya aku selalu usahakan agar tidak menunda-nunda melaksanakan kewajibanku sebagai umat beragama.

Selesai berwudhu aku lalu sholat di dalam kamar dan setelahnya aku langsung keluar kamar untuk menuju ruang makan karena sebentar lagi makan malam akan dimulai. Tak kulihat kakek di rumah karena seperti biasa beliau ada di masjid untuk sholat berjamaah. Sementara nenek kulihat sedang asyik menonton layar televisi. Nenekku termasuk orang yang susah jika disuruh untuk melaksanakan perintah agama. Ada hal aneh yang baru ku ketahui setelah beberapa hari aku menginap di sini, nenekku suka sekali melempar sesuatu di pojokkan rumah sambil mulutnya komat-kamit seperti membaca mantra.

Pernah aku bertanya ke kakek apa yang sedang dilakukan oleh nenek, tapi kakek hanya tersenyum dan bilang untuk jangan diikuti. Pernah juga aku bertanya ke Mas Hanif dan jawabannya hampir sama dengan kakek. Menurutku ini sungguh aneh, dan semakin membuatku tidak nyaman jika berdekatan dengan nenekku sendiri.

Aku memang dibilang jarang mengunjungi kakek dan nenek di desa. Selain karena pekerjaanku yang padat, juga karena diriku yang lumayan susah untuk tidur malam jika bukan di rumah sendiri. Maka dari itu, hampir setiap ada acara keluarga yang mengharuskan untuk datang ke rumah kakek dan nenek, pasti aku tidak ikut karena harus menginap selama beberapa hari di sana. Hanya saat hari raya agama saja aku menyempatkan diri untuk berkunjung ke kediaman mereka di desa. Aku juga bingung sendiri, kenapa tiba-tiba saja saat ini aku dengan rela hati mau berlibur di rumah kakek walaupun hanya untuk beberapa hari. Ternyata, ada suatu kejadian yang membuatku menjadi sangat penasaran dibuatnya.

Tiba waktunya untuk makan malam. Tidak ada rasa canggung di diri kami berempat yang sudah duduk di ruang makan. Nenek pun kulihat tak menunjukkan keanehan lainnya. Begitupun dengan kakek yang terlihat lahap memakan masakan buatan Si Mbok.

"Kamu besok jalan jam berapa dek?" Tanya Mas Hanif.

"Jam 9 pagi aja mas, biar ga kesorean juga sampai rumah. Jadi aku masih bisa istirahat sampai besoknya." Jawabku.

"Kok dadakan pulangnya sih nduk? Kakek masih kangen padahal." Kata kakekku menimpali.

"Iya kek, Sarah ada tugas dadakan dari kantor keluar kota. Ga bisa diwakilin kata atasan Sarah."

"Alah, itu kantormu emang ga bisa lihat orang lagi seneng nduk, baru juga liburan udah disuruh kerja lagi aja." Kata nenekku ikut menimpali obrolanku dan kakek.

"Ya gak apa-apa nek, namanya Sarah kerja disana, harus selalu siap kalau dikasih tugas dadakan. Sarah juga seneng kok sama pekerjaannya."

"Emang kamu kerja dimana dan jadi apa dek?" Tanya Mas Hanif.

"Manager Pemasaran di perusahaan real estate mas." Jawabku.

"Yowes kalau itu sudah tanggung jawab kamu maka segera dilakukan, sudah sekarang habiskan makanannya terus istirahat." Kata kakek menengahi.

Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam. Setelah selesai makan malam tadi, aku langsung masuk ke dalam kamar untuk merebahkan tubuhku, sementara Mas Hanif pamit pergi karena ada keperluan sebentar. Akupun akhirnya tertidur karena merasa badan ini sangat lelah. Aku bermimpi, di alam bawah sadarku, aku melihat seorang gadis sedang duduk sendirian di tepi sungai sambil menekuk kedua lututnya dan menangis. Ku hampiri dia dan aku tepuk pundaknya, seketika dia menengok dan tiba-tiba dia berucap "tolong aku. Tolong balaskan dendamku!"

Aku terbangun tepat saat dia meminta dibalaskan dendamnya. Aku bingung, siapa gadis itu? Dan apa hubungannya denganku? Aku mendudukkan diriku di kasur, kulihat jam telah menunjukkan pukul 2 malam. Lagi dan lagi aku terbangun di tengah malam seperti ini. Aku pun beranjak ke arah meja di dalam kamar untuk mengambil air minum. Namun kulihat ternyata gelas tidak terisi air. Ah sial, aku lupa mengisinya tadi sebelum aku masuk ke kamar.

Dengan sedikit perasaan was-was, aku beranjak keluar dari kamar menuju dapur untuk mengambil minum. Sambil komat-kamit membaca doa yang ku bisa, aku berjalan menuju dapur dengan pelan-pelan, persis seperti maling yang beraksi di malam hari. Lagi-lagi aku merasa takut malam ini, aku takut mendengar suara itu lagi. Entah mengapa, perasaan itu selalu muncul saat tengah malam berbarengan dengan aku yang terbangun dari tidur.

Ruang tengah sudah gelap karena semua lampu dimatikan, cahaya satu-satunya hanya berasal dari dapur, itupun berasal dari bohlam lampu warna kuning yang tidak terlalu besar watt nya. Sesampainya di dapur, aku segera membuka kulkas dan mengambil botol air minum lalu segera kembali ke kamar.

Ketika melewati ruang tengah, tiba-tiba aku mendengar suara tangisan perempuan. Suara itu seolah-olah ada di dekatku. Aku lalu berhenti berjalan untuk menajamkan pendengaranku. Seketika aku merasa seluruh tubuhku merinding. Ada rasa takut yang muncul dalam diriku. Seorang Sarah yang pemberani tiba-tiba lenyap dalam sekejap karena mendengar suara perempuan menangis di malam hari. Aku mengambil nafas dan menghembuskannya pelan-pelan. Sambil berdoa, aku segera mencari sumber suara itu. Tapi tak juga kutemukan sumbernya di mana seolah-olah suara itu memang sudah memenuhi seluruh ruang tengah ini. Aku masih mencoba berfikir positif bahwa suara tangisan itu hanyalah khayalanku saja. Namun, suara itu terus ada di sekitarku, bahkan isakkannya terdengar sangat menyayat hati.

Saat sedang fokus mencari sumber suara tangisan itu, tiba-tiba terdengar kembali suara perempuan yang berbisik di kupingku. Aku sangat terkejut karena tiba-tiba suara itu berucap "balaskan dendamku kepada Kemala!"

           ******

SMA Damai, 1958.

"Awwww!!!" Terdengar rintihan kesakitan dari seorang siswa perempuan di sekolah itu.

Dedi dan seluruh siswa siswi yang sedang berada di sekitar taman pun menengok ke arah sumber suara. Ternyata suara tersebut berasal dari seorang gadis berparas manis dan cantik yang sedang berjongkok sambil mengelus lututnya yang terlihat mengeluarkan sedikit darah.

Dedi yang berada terdekat dari gadis itu langsung berlari menghampirinya.

"Kamu gak apa-apa?" Tanya Dedi sambil membantu membereskan buku-buku gadis itu yang telah jatuh berantakan.

"Lututku sakit, berdarah sedikit." Jawab gadis tersebut dengan suaranya yang lirih karena menahan sakit.

"Duduk dulu di situ." Ajak Dedi sambil membantunya berdiri dan mendudukannya di bangku taman sekolah.

"Terimakasih."

Swittt swiitttt…

Ciyee ciyeee,,.ekhem ajakin kenalan Di!

Terdengar teriakan ledekan dari gerombolan teman-teman Dedi di pojokan taman. Dedi pun hanya bisa tersenyum dan menggaruk tengkuknya yang tidak terasa gatal sama sekali. Baru kali ini dia merasa malu dengan ledekan teman-temannya karena secara otomatis semua mata para siswa dan beberapa guru yang lewat di taman langsung melihat ke arah dirinya.

"Ehm, masih sakit?" Tanya Dedi kembali berbasa-basi demi menutupi rasa gugupnya.

"Ga kok, makasih ya." Jawab gadis itu sambil tersenyum manis.

"Sama-sama, ini bukunya. Ngomong-ngomong nama kamu siapa? Kok aku ga pernah lihat sebelumnya?" Tanya Dedi kembali 

"Namaku Asih." Jawabnya sambil tersenyum.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status