"Jika Abang memilih keluar membantu Ayu, maka saya pun akan keluar dari rumah ini sekarang juga!" Teriakku di depan wajah Bang Ramon. Suamiku terdiam beberapa saat, lalu kembali mendekatkan wajahnya di depan wajahku.
"Istriku menjadi sangat cantik jika marah seperti ini. Biarkan pawang ular yang menangkapnya. Abang mana berani menangkap ular, geli! Lebih baik Abang peluk istri saja, malah dapat pahala." Aku tersenyum menang dalam hati. Syukurlah Bang Ramon menurut. Suamiku kembali melanjutkan aktivitas panas yang sempat berhenti beberapa saat.
Diantara gelombang cinta sahdu yang diberikan Bang Ramon, sayup-sayup kumasih mendengar teriakan Ayu yang meminta tolong dan juga ada beberapa suara warga yang datang ingin membantu. Berarti malam ini aku bisa tidur nyenyak bersama suamiku tanpa memedulikan Ayu. Lihat saja nanti, aku akan mempertahankan pernikahanku dengan Bang Ramon dan Ayu tidak akan pernah masuk dalam kehidupan kami.
Tok! Tok!"Ayu, buka!" Teriakku di depan rumah Ayu. Suara langkah kaki mendekat. Lalu gadis bernama Ayu muncul dengan kemeja kotak-kotak berwarna ungu dan juga celana jeans hitam. Tampilannya begitu trendi, pasti tidak akan ada yang menyangka dia sudah bersuami dan tengah mengganggu rumah tangga orang lain."Ya, Mbak," jawabnya sambil tersenyum tipis. Aku masuk begitu saja ke dalam rumah Ayu dengan wajah merah menahan emosi."Apa maksud kamu kirim pesan ke suami saya?" gadis itu menghela napa berat, lalu melipat kedua tangannya di dada."Apa Mbak lupa, saya juga istrinya? Saya hanya mengirimkan pesan, bukan mengajak Mas Ramon tidur bersama saya. Ayolah, Mbak, dua tahu tidak akan lama'kan? Masa hanya berkirim pesan juga gak boleh? Lagian bukan pesan mesum, hanya pesan ucapan semangat saja," ujar Ayu membela diri.Wajah polosnya yang cantik, kini sudah tak sedap dipand
"Katakan cepat! Apa password HP yang baru? Abang mau ponsel ini yang hancur atau wajah Abang yang saya cabik-cabik? Heh!?" Teriakku dengan sekuat tenaga. Rasanya aku sudah tidak memedulikan apa kata orang di luar sana. Malam-malam aku berteriak bagai orang kesetanan."I-itu, Puspa, passwordnya, dua istri.""Apa? katakan sekali lagi?" Aku melotot mendengar jawaban Bang Ramon."Dua istri." Bang Ramon menunduk. Di tengah rasa emosiku yang memuncak, harus kupastikan jawaban dari suamiku adalah benar.Dua istriClingLayar utama terbuka."Abang beneran mau poligami? Hah? satu saja Abang tidak becus mengurusnya, gimana dua istri? Abang jangan bercanda ya, Bang, ini gak lucu!"Bugh!Kudorong kuat tubuhnya agar menjauh. Bang Ramon tidak menghindar. Ia pasrah saja saat aku bersikap sedikit kasar padanya. Layar ponsel yang sudah terbuka membuatku tak sabar untuk membaca pesan yang masuk di ponsel Bang Ramon
Aku ingin sekali bertanya pada Bang Ramon, kenapa ia harus membohongiku dengan mengatakan bahwa nasi goreng tadi adalah pemberian Bu Husni? Kenapa tidak jujur saja bahwa Ayu yang memberikannya? Meskipun aku tidak yakin, karena anak muda jaman sekarang jarang sekali yang suka main di dapur. Mereka pasti lebih suka di kamar sambil bermain gadget. Apa iya, Ayu bisa memasak?Karena rasa penasaran ini begitu tinggi, aku menguatkan diri keluar rumah. Berjalan santai sambil membiarkan sinar matahari mengenai tubuhku yang masih lemas ini. Tujuanku adalah pergi ke warung sayur. Setiap pagi Ayu berbelanja di sana, apakah memang Ayu jago memasak?"Eh, Mbak Puspa, baru kelihatan lagi. Masih mabok?" tanya Pak Rahmat, suami pemilik warung yang kebetulan sedang berjaga. Jika pagi menjelang jelang siang seperti ini, memang giliran Pak Rahmat yang menjaga warung, kalau subuh dan pagi, pasti sang Istri yang melayani pembeli.
Awalnya aku menolak ide Bang Ramon untuk berdiskusi dengan Ayu. Mana ada istri pertama dan kedua duduk satu meja tanpa rasa sakit hati. Pasti aku adalah orang yang paling terzolimi, ditambah aku saat ini sedang hamil. Bang Ramon benar-benar membuatku menguras emosi.Tak ku pedulikan dia yang sibuk di dapat membuatkan teh untuk tamunya. Seperti yang akan datang tamu jauh saja. Sebal bukan main rasa hati ini."Kenapa harus dibuatkan teh? Rumahnya di sebelah kita, kalau dia haus, dia tinggal pulang ke rumahnya. Perlakuan Abang manis sekali, aku saja jarang Abang buatkan minum," omelku dengan hati yang panas. Ingin sekali au mencakar wajah tampan suamiku, tetapi nanti tampannya luntur. Aku tidak mau juga melakukan KDRT pada lelaki yang aku cintai."Ya, gak baik juga, Puspa. Dia kemari karena akan berbincang dengan kita, kalau nanti dia tersedak saat tengah bicara, masa harus pulang dulu ambil minum. Lagian hanya
Aku, Bang Ramon, dan beberapa orang tetangga hanya bisa diam saja saat Ayu dibawa dengan ambulan. Gadis itu tidak mau ada siapapun yang ikut menemaninya ke rumah sakit. Ia berkata bahwa ia akan baik-baik saja. Ada sedikit rasa iba di hati ini, gadis semuda Ayu sakit parah dan datang ke Jakarta hanya untuk bisa melihat Bang Ramon."Bang Ramon, bukannya Bang Ramon suami Ayu? Gosip itu sudah menyebar, Bang, semua orang sini juga sudah tahu. Saya bukannya ingin ikut campur, saya cuma mau tanya saja, apa Bang Ramon mengerti hukum poligami? Harusnya jangan berat sebelah. Jika ingin menikah lagi tanpa masa lalu ikut di dalamnya, seharusnya selesaikan dulu masa lalu, baru mulai hubungan baru, jika sudah begini, dua wanita yang jadi korban. Lelaki itu memang makhluk paling egois di dunia." Kalimat yang dilontarkan Bu Nur membuatku dan Bang Ramon bungkam. Kami berdua tidak bisa menyahut.Tetangga kasak-kusuk di belakang kami karena seolah
"Aku rasa Abang lagi gak sehat. Apa maksud Abang mau beneran poligami?!" Aku berteriak di depan wajah Bang Ramon. Tak kupedulikan lengkingan suara ini terdengar oleh orang sekampung. Habis sudah kesabaran ini atas keputusan suamiku. Tidak, aku tidak bisa dipoligami."Sayang, dengar dulu!" Bang Ramon menarik lembut lenganku untuk duduk di sofa ruang tamu, tapi dengan kasar kuhempaskan tangan Bang Ramon. Aku harus menunjukkan bahwa saat ini aku benar-benar marah."Jangan pegang!" Teriakku lagi dengan air mata yang siap tumpah. Bang Ramon akhirnya memilih duduk sendiri di sofa, sedangkan aku berdiri sambil berkacak pinggang di depannya."Kamu lagi hamil, Puspa, gak baik teriak-teriak seperti ini. Aku gak mau loh, nanti anak kita jadi roker.""Gak lucu!" Lelucon yang sangat unfaedah bagiku."Oke, sekarang kamu mau bagaimana? Aku gak poligami? Ya tidak bisa, Sayang, ini j
Dua hari berlalu sejak Ayu pulang dari rumah sakit. Sesuai kesepakatan yang telah aku buat bersama suamiku, bahwa nanti malam yaitu setiap malam senin, Bang Ramon akan menginap di rumah Ayu. Jatah Ayu hanya satu malam saja, itu pun hanya sampai jam enam subuh. Untunglah anak kecil itu menyetujuinya saat ini dan semoga ia terus setuju sampai dua tahun yang akan datang.Tok! Tok!"Duh, kaget!" Aku mengusap dada saat ketukan di pintu membuyarkan lamunanku.Tok! Tok!"Iya, tunggu!" Aku turun dari tempat tidur, lalu berjalan keluar kamar untuk melihat siapa tamu siang hari seperti ini. Sengaja aku tidak langsung membuka pintu, melainkan melihat dulu dari jendela ruang tamu. Ayu? Mau apa dia? Sepertinya baru saja kembali dari tempat jauh."Mbak, buka dulu, saya mau bicara," kata Ayu dengan gerakan bibirnya. Dengan malas aku pun membukakan pintu."Ada a
Selama kami menikah, aku tidak pernah sendirian malam hari di rumah. Selalu ada Bang Ramon yang menemani, walau terkadang ia tidur di depan TV karena asik menonton siaran bola atau film laga favoritnya.Namun malam ini, aku dengan begitu berat hati terpaksa tidur sendirian di rumah. Memang Bang Ramon tidak pergi jauh, tetapi saat suami menginap di rumah wanita lain, pasti hati ini akan sangat gundah. Apalagi lampu rumah Ayu sudah padam sejak sepuluh menit yang lalu.Bang, sudah tidur?SendAku mengirimkan pesan pada suamiku, tetapi hanya ceklis satu. Baru kusadari ponsel Bang Ramon sedang di-charger di kamar. Padahal janjinya, suamiku akan mengirimkan video saat dia tidur di sofa ruang tamu.Ya, aku rasa, aku harus menelepon Ayu. Pasti gadis itu belum tidur.["Halo, Ayu, mana Bang Ramon?"]["Di depan, Mbak, tidur di ruang tam