Pov Ramon
Pusing dengan rumah tangga yang rumit antara aku, Ayu, dan juga Puspa, membuatku memutuskan untuk berkunjung ke rumah Hendro. Lelaki itu adalah teman dekatku sejak kami sama-sama duduk di bangku STM.
Usianya sudah sama sepertiku, dua puluh sembilan tahun, tetapi ia belum juga menikah, masih ingin bersantai katanya. Hendro sedang memandikan kandang burungnya saat aku memarkirkan motor di depan rumahnya.
"Eh, tumben lu, hari minggu main, bisanya kelonan terus sama Puspa," sapanya sambil mencolek bahuku.
"Ya kali gue gak main-main, Hen, bosen juga. Mumpung cuaca cerah, itu, gue bawa baso," kataku pada Hendro sambil menunjukkan bungkusan di motor.
"Wah, teman paling pengertian lu! Tunggu di sini ya, gue ambil mangkuk dulu." Hendro pun masuk ke dalam rumah. Aku memilih duduk sambil memperhatikan empat kandang burung yang sepertinya baru dibe
Pov RamonAku memesan online makanan favorit Ayu yaitu Coto Makassar. Hal itu sengaja kulakukan karena gadis itu terus saja mengunci rapat mulutnya sejak malam panas yang kami lewati bersama. Tepatnya aku saja yang merasa panas. Ayu walaupun tidak memberontak, tetapi ia tampak tidak ikhlas melakukannya bersamaku.Tentu saja ia merasa seperti itu karena selama ini aku selalu berbuat tidak baik padanya. Bingung harus bagaimana, kuputuskan hari ini tidak berangkat. Aku khawatir Ayu nekat dan melakukan hal buruk karena kecewa denganku."Bukannya ini makanan favorit kamu? Kenapa daritadi hanya diaduk-aduk saja nasinya?" tanyaku dengan suara lembut. Ayu mau menunduk tanpa mau menyahut. Tangannya masih sibuk memutar-mutar kuah soto dengan sesekali menarik air hidungnya."Aku suapi ya?" tanyaku lagi."Kenapa masih di sini?" tanya Ayu pelan."Saya sedang
"Ma, makanya kalau makan itu jangan sembarangan lagi. Namanya udah umur, pasti lambungnya tidak kuat kalau terlalu pedas. Mama harus jaga kesehatan ya, Ma. Puspa kan lagi hamil, gak bisa sering bolak-balik ke rumah. Bang Ramon juga lagi sibuk-sibuknya," nasihatku pada mama yang hari ini sudah kembali ke rumah. Untunglah hanya empat hari saja sejak dirawat dan aku masih sempat mengurus beliau."Iya, Mama gak akan makan sembarangan lagi. Jadi kamu pulang hari ini?" tanya mamaku seakan tidak rela aku buru-buru pulang."Iya, Ma, nanti naik taksi online saja.""Sudah kamu beritahu, Ramon?""Belum, biar kejutan saja. Terakhir saya bilang masih tiga hari lagi baru pulang, pasti Bang Ramon kaget saya pulang tiba-tiba. Lagian, bayinya ingin manja sama papanya, Mas." Mamaku tersenyum mafhum. Ia mengangguk, kemudian memelukku dengan erat.Setelah membantu Bude Yati memasak sarapan, aku pun bersiap-siap kembali ke rumah. Tas pakaian sudah dib
"Maaf, kamar ini adalah tempat pribadi saya!" Dengan cepat Ayu menahan tubuhku persis di depan kamarnya. Wajah ayunya mendadak serius dengan sorot mata seakan tidak mau mengalah. Baru kali ini kulihat ekspresi Ayu yang lain dari biasanya, kenapa ia bisa berani seperti ini menantang mataku?"Tidak perlu berlebihan pada saya dan Mas Ramon, Mbak gak perlu khawatir karena sampai kapan pun Mas Ramon itu suami Mbak Puspa. Udah, Mbak, saya mau istirahat, capek sekali hari ini. Saya minta Mbak pulang saja ya, balik lagi nanti kalau saya udah hilang lelahnya." Dengan langkah berat aku meninggalkan rumah Ayu. Gadis itu menutup pintu, lalu menguncinya.Pasti gadis itu menyembunyikan sesuatu di kamarnya, sehingga aku tidak boleh masuk dan pasti semua itu ada hubungannya dengan Bang Ramon. Apa ponsel yang rusak juga bagian dari akal-akalan suamiku saja?Memikirkan semua ini membuat kepalaku semakin panas. Saat pulang ke
"Ayu, buka!" Teriakku sambil menggedor rumah Ayu dengan tidak sabar.Tok! Tok?!"Ayu, buka! Aku tahu suamiku ada di dalam sini, buka!" Suaraku yang menggelegar mengundang para tetangga keluar dari rumah mereka dan menontonku dengan terheran-heran. Namun aku tidak peduli, kesabaranku sudah habis, sikap mengalahku dipermainkan oleh Ayu dan juga Bang Ramon dan itu sangat melukai hatiku.Cklek!"Ya, Mbak, ada apa?" Ayu menatapku dengan tatapan terheran. Di tangannya memegang piring yang nasinya belum lagi habis. Ayu tengah makan dengan wajah terlihat menahan pedas."Mana Bang Ramon? Mana suamiku?""Gak tahu, memangnya ke mana?""Kamu jangan belaga bodoh Ayu, aku tahu suamiku bersembunyi di rumah kamu. Kalian pasti diam-diam berselingkuh di belakangku, kalian memang keterlaluan!""Puspa, ada apa ini?" Bang Ram
"Kenapa Abang diam? Kamu juga Ayu, puas kamu telah merebut hati suamiku? Apa ini sebenarnya yang kamu inginkan?! Merusak rumah tangga orang lain? Huh, kalian pintar sekali bersandiwara di depanku, padahal kalian berdua sudah saling jatuh cinta, iya'kan? Kamu egois, Bang! Kamu juga Ayu! Sampai kapanpun aku tidak akan mau dipoligami! Pilih aku atau Ayu, sekarang!" Suaraku yang melengking tinggi hingga membuat kami bertiga menjadi pusat perhatian."Maaf, ada apa ini, Bu, Pak?" tegur seorang lelaki yang mungkin adalah manager restoran."Jangan ikut campur! Lelaki ini dan wanita muda ini, kalian.... "Kepalaku terasa berputar, perutku juga terasa sakit, hingga tubuh ini harus bertumpu pada meja kosong yang ada di belakangku."Puspa, sudah, k-kamu gak papa?"Puk!Saat pandangan itu gelap, aku merasa tubuh ini melayang turun, tetapi ditahan oleh seseora
Pov Ramon"Jadi, apakah pesan dari mama Ayu yang membuat Abang banyak diam beberapa hari ini? Kenapa Abang tidak jawab? Mereka pasti khawatir. Paling tidak Abang sekalian menegaskan bahwa Abang dan Ayu sudah tidak memiliki hubungan apapun. Mama dari Ayu pasti mengerti. Begini saja, kalau Abang tidak berani mengatakan yang sebenarnya, biar Puspa yang menelepon mama Ayu.""Jangan!" Kutahan tangan Puspa yang hendak merebut ponsel dari tanganku."Please, Sayang, masalah ini biar Abang yang selesaikan. Mau kamu sudah kesampaian'kan? Sekarang biar Abang yang mengurus masalah Ayu. Abang akan cari Ayu dan memulangkannya ke rumah orang tuanya. Abang menikahinya baik-baik, Abang juga akan memulangkannya dengan cara baik. Tolong pahami ini dan jangan cemburu. Jangan bikin Abang tambah semakin bersalah ya, kamu paham'kan, Puspa?" istriku tidak menjawab. Ia hanya membuang pandangan dengan raut wajah kesal.
"Ayu, ayo!""Lepas! Gak mau! Pergi! Jangan ganggu saya! Bang Aldi, tolong.... " Terpaksa kubekap mulut Ayu saat gadis itu mencoba berteriak meminta pertolongan."Aku gak akan kasar kalau kamu nurut! Aku akan buat keributan di sini kalau kamu berani pergi!" Ancamku pada Ayu. Gadis itu terdiam. Ia membuang muka dengan marah ke arah Jerry."Kalian selesaikan dulu masalah kalian ya, gue mau ke depan sebentar." Jerry bangun dari duduknya, lalu pergi meninggalkan aku dan Ayu. Gadis itu masih membuang muka dengan tangan yang melipat di dada. Pahanya yang putih diumbar. Aku tidak suka dan sangat sedih melihat Ayu seperti ini.Kubuka baju kaus sweater yang aku pinjam dari Jerry, lalu segera aku tutupi kedua paha Ayu.Hap!Hampir saja kain itu dilemparkan oleh Ayu, untunglah aku dapat menahannya, lalu menutupkannya kembali ke paha Ayu.
Pov PuspaAlarm ponselku berbunyi tepat pukul satu dini hari. Hal itu sengaja aku lakukan agar aku terbangun dan mengecek keberadaan Bang Ramon. Pukul delapan tadi aku sangat mengantuk, maka dari itu aku putuskan untuk tidur dan memasang alarm jam satu.Aku berbalik badan, berharap suamiku sudah pulang dan tengah tertidur di sampingku, ternyata aku salah, Bang Ramon belum pulang. Lekas kuraih kembali ponsel dan mencoba menelepon suamiku. Namun ponsel itu tidak juga diangkat, padahal nadanya tersambung.Tidak hanya satu dua kali, tetapi ratusan kali aku menelepon suamiku. Besok bukannya ia masuk, kenapa pulangnya terlalu malam? Pikirku kesal.Sebuah pesan kukirimkan pada Nadia, teman kerja suamiku untuk menanyakan nomor ponsel Jerry, karena aku memang tidak tahu nomor ponsel lelaki itu. Ingin sekali aku langsung menelepon, tetapi sungkan karena ini sudah sangat larut.