Aku sudah berada di mal tepat pukul empat sore lebih tiga puluh menit. Sambil menunggu Bang Ramon sampai dari tempat kerjanya, aku mampir ke sebuah toko emas. Hasil uang sewa kontrakan bulan ini masih kusimpan rapi dan ingin kubelikan cincin saja, hitung-hitung menabung.
Sebuah cincin cantik berhasil melingkar indah di jari manisku. Jari jemariku yang lentik dengan dua deret cincin di kanan dan kiri pun aku potret, lalu aku kirimkan pada Bang Ramon.
Uang kontrakan Puspa belikan cincin ya, Bang.
Send
Pesan itu masih centang abu-abu, pasti Bang Ramon saat ini sedang dalam perjalanan. Aku memutuskan untuk naik lebih dulu ke bioskop untuk memesan tiket.
"Mbak Puspa." Aku terdiam di tempatku begitu menyadari suara yang begitu familiar di telinga ini.
"Ayu." Aku pun berbalik dan menatap Ayu dengan tidak percaya. Dia di sini juga? Dari sekian banyak mal di Jakarta Selatan ini, kenapa harus mal ini yang aku kunjungi sama seperti Ayu?
"Mbak sendirian? Suaminya gak diajak?" begitu ia menanyakan suamiku, di situ firasat kewanitaanku meronta. Apakah Ayu calon pelakor? Sepertinya aku harus waspada.
"Eh, ada kok, nanti juga datang," jawabku kikuk.
"Ayu, kita makan dulu yuk!" Seorang lelaki yang tadi menjemput Ayu, menghampiri wanita itu sambil tersenyum ramah kepadanya dan juga kepadaku. Tampan dan sangat muda. Pasti seumuran dengan Ayu, pikirku.
"Mbak, saya tinggal dulu ya." Ayu tersenyum, lalu pamit bersama lelaki itu. Aku menghela napas, aku berharap ia tidak menonton film yang sama denganku. Anak muda seperti Ayu pasti senang dengan film romantis, aku yakin ia nonton film itu dan sialnya lagi, aku pun ingin menonton film yang sama.
"Mbak, jadi pesan tiketnya?" tegur petugas karcis padaku.
"Eh, jadi, Mbak, saya ganti film, gak jadi film romansa, film itu aja, Makmum 2." Aku suka horor, sedangkan Bang Ramon tidak terlalu suka, tetapi aku yakin bila Bang Ramon tahu ada Ayu di bioskop ini, maka ia pun pasti lebih memilih film horor, agar tidak satu studio.
Setelah menentukan kami akan duduk di mana, aku pun menunggu Bang Ramon sambil bermain ponsel.
Abang sudah di parkiran
Aku tersenyum membaca pesannya. Masih ada waktu dua puluh menit lagi film akan tayang, syukurlah suamiku tidak terlambat.
Sepuluh menit kemudian, Bang Ramon pun sudah duduk di sampingku sambil memegang pop corn dan teh leci hangat, sedangkan aku lebih memilih pop corn paket hemat yang sudah dengan minuman bersoda hanya tiga puluh lima ribu saja. Wanita itu selalu penuh perhitungan, walau di dompetnya lembaran merah masih berjejer dengan rapi.
"Kenapa film Makmum? Itu horor, Sayang, katanya mau nonton film romantis?" tanya Bang Ramon padaku dengan wajah nelangsa.
"Bang, tadi Puspa ketemu Ayu di sini, sama cowoknya. Mereka pasti ingin menonton film romantis, jadi Puspa gan.... "
"Ayu bersama pacarnya? Kamu yakin? Gak mungkinlah! Eh, maksud Abang... Kamu tahu darimana kalau itu pacar Ayu?" Bagi Ramon sedikit gugup, aku tidak merasa heran, ini pasti karena film pilihanku yang membuatnya seperti ini.
"Ya, namanya juga masih muda, naik mobil pula. Waktu jemput Ayu, Puspa lihat, Bang. Kayaknya anak orang kaya deh. "
"Mau anak orang kaya, mau anak orang miskin, sama saja! Udahlah, kita di sini mau senang-senang, malah ngobrolin tetangga. Yuk, masuk saja, studio tiganya sudah dibuka!" Bang Ramon menggandeng tanganku. Kami masuk dan langsung mencari deretan kursi F6 dan F7.
Film belum berlangsung, layar bioskop masih menampilkan spoiler film-film mancanegara dan juga film lokal yang tidak kalah bagus. Pilihanku pun pasti tepat, ibu-ibu arisan membicarakan film horor yang lagi Hits diperankan artis T**i Kamal ini.
Lampu sorot utama padam. Keadaan ruangan gelap, hanya lampu sorot yang ada di belakang pada bagian paling ujung dan sinar pada layar yang menerangi dalam studio.
Lima belas menit berlalu. Bang Ramon sibuk menutupi wajahnya dengan jaket, sedangkan aku hanya bisa terkekeh geli dengan kelakuan suamiku yang ketakutan. Sepasang kekasih lewat di depan kami, lalu duduk persis di samping Bang Ramon, F5 dan F4.
Film masih berlangsung seru. Kuacungkan dua jempol tanganku untuk akting kece semua artis yang membintangi film itu.
Jreng!
"Huuuaaa!" Bang Ramon berteriak kaget dan bersembunyi di balik tubuh penonton sebelah kanannya. Aku menutup wajahku untuk menahan tawa sambil menggelengkan kepala.
"Mas, Mbak Puspa di sebelah kiri, ini saya, Ayu!" Aku menoleh kaget saat mendengar suara gadis itu lagi dari sebelah kanan suamiku.
Bersambung
"Maafkan Abang, Puspa, Abang gak tahu kalau di samping Abang itu, Ayu. Lagian kamu kenapa milih nonton film horor? Sudah tahu Abang takut." Bang Ramon masih saja membela diri. Padahal aku lihat sendiri dengan jelas suamiku bersembunyi di balik tubuh Ayu. Entah sengaja atau tidak, pokoknya aku tidak terima.Aku masih saja melipat kedua tangan di dada dengan kesal. Kupalingkan wajah tak ingin menatap Bang Ramon yang duduk persis di depanku."Puspa, kamu kalau mau marah, lebih baik kita pulang saja, daripada pesan makanan, bukan makanannya yang kamu telan, tapi sendoknya." Aku tahu Bang Ramon sedang mencoba membuat lelucon agar rasa marahku berkurang, tetapi aku terlanjur kesal dengan suamiku."Aku lapar, Bang," rengekku."Ya sudah kalau mau makan, wajah kamu jangan cemberut terus. Lagian, sudah bagus memilih film romantis, malah film horor yang kamu pesan. Ayu itu sukanya film horor." Kali
"Ha? Kenal Ayu sebelumnya? Maksud kamu?" Ramon menatap wajah istrinya dengan penuh tanda tanya."Yah, aneh aja sih, kayaknya dia sengaja ngikutin kita gitu. Lagian, di mana ada Abang, pasti dia ada. Aku curiga, apa jangan-jangan Abang dan Ayu adalah selingkuhan?""Sayang, kalau sudah mengantuk, mending kita pulang yuk! Mandi air hangat sampai di rumah, dibersihkan kepala sampai jempol kaki, lalu salat isya, biar bisikan setan itu tidak menempel terus di kepala istri Abang ini. Ayo, lekas habiskan makanannya, kita pulang!""Tapi aku belum beli baju, Bang," rengekku pada Bang Ramon. Aku tidak mau bajuku besok sama lagi dengan baju Ayu. Benar-benar memalukan jika diketahui oleh ibu-ibu tetangga."Jangan beli di mal ini, nanti Ayu lihat, baju kamu dia contek lagi, belinya besok saja di mal yang lain. Masih ada waktu." Aku pun mengantuk setuju. Ucapan suamiku ada benarnya. Ia tidak mungkin ju
"Maafin Abang, Puspa, Abang kaget!" Rengek Bang Ramon sambil memeluk tubuhku yang menegang kaku. Aku masih terisak, tidak bisa menjawab ucapan maafnya. Semua terlalu mengejutkan bagiku. Suamiku yang terkenal manis, walau tidak terlalu romantis, selalu memperlakukanku dengan baik, belum pernah sama sekali bersikap seperti orang lain yang tidak aku kenali."Kenapa harus kaget? Bukankah di rumah ini hanya ada aku dan Abang. Memangnya Abang kira, siapa yang memeluk Abang?" cecarku dengan diiringi is akan pedih."Apa yang sedang apa pikirkan? Bukannya baru saja dapat bonus? Tetapi Abang seperti tertekan, sehingga memperlakukanku seperti orang lain," tanyaku lagi. Bang Ramon mendesah berat, ia mengurai pelukannya, lalu berbalik badan untuk meneruskan memakai pakaiannya."Aku hanya kaget saja, kamu tidak perlu terlalu berlebihan. Kurangi membaca novel online tentang perselingkuhan, karena hal-hal seperti itu yang a
Mobil Pak Wahyu melaju cukup kencang menuju klinik terdekat. Di dalamnya ada Bang Ramon yang membawa Ayu yang tengah pingsan, serta ada satu ibu-ibu tetangga lainnya yang menemani. Semua panik, termasuk pun aku.Tas yang sudah kubawa tadi, ku lemparkan begitu saja masuk ke dalam rumah melalui jendela depan yang memang belum dipasang teralis besi. Kunci motor ada di saku celanaku, tentu saja hal ini membuatku memutuskan untuk mengejar suamiku sampai di klinik. Semoga aku tidak kehilangan jejaknya.Mobil Toyota milik Pak Wahyu berada di parkiran klinik dua puluh empat jam yang cukup luas. Aku pun ikut memarkirkan motorku di area parkir khusus motor. Dengan berlari aku masuk ke dalam klinik untuk bertanya keberadaan suamiku."Maaf, Sus, pasien wanita yang dibawa dengan mobil di depan itu, ada di mana ya?" tanyaku pada petugas yang berjaga di meja pendaftaran."Oh, sedang diperiksa di dalam,
"Katakan Ayu, kenapa malah diam? Ada hubungan apa kamu dengan suamiku? Apa kalian berselingkuh di belakangku? Sudah berapa lama? Apa kalian punya anak dari perselingkuhan ini? Katakan!" Aku tak sanggup berdiri tegak, tubuhku limbung begitu saja karena terlalu emosi pada suami dan juga gadis bernama Ayu. Bu Rika menahan tubuhku, lalu membisikkan kalimat sabar."Sayang, kamu salah paham! Bukan seperti itu." Bang Ramon masih mencoba membela diri. Namun aku tidak percaya begitu saja, aku tidak mau diselingkuhi. Pantang bagiku berbagi ranjang dengan wanita lain."Di mana letak salah pahamnya? Kalian ini saling kenal dan aku mendengar apa yang kamu katakan pada Ayu. Kamu mengkhawatirkan gadis ini, Bang, kamu menyukainya, kalian berselingkuh! Aku membencimu! Aku membenci kalian berdua!" Teriakku dengan sekuat tenaga hingga membuat Ayu semakin menangis sampai sesegukan. Aku tidak peduli, jika bisa kucakar, maka akan kucakar wajah drama
"Sayang, ya ampun, syukurlah kamu sudah sadar," samar kudengar suara Bang Ramon ada di dekatku, tepat mataku terbuka dengan pelan. Lelaki itu menggenggam tanganku dengan erat, seolah-olah tak rela jika aku menghempaskan kembali tangannya, seperti waktu itu. Bagaimana aku bisa melakukannya, untuk bangun saja tubuhku benar-benar tidak bertenaga."Ini di mana?" tanyaku dengan suara parau."Kamu ada di klinik, Sayang." Aku terdiam sesaat, lalu tertawa pedih kemudian. Licik sekali suamiku yang membawaku ke klinik terdekat dari rumah kami, semua ini pasti karena ia ingin berdekatan dengan Ayu. Pasti itu, tidak salah lagi."Klinik yang sama dengan Ayu? Iya? Kalau begitu, aku ingin pulang saja. Aku tidak mau berdekatan dengan pelakor, ah... salah, jika kamu menikah dengan gadis itu terlebih dahulu, maka aku yang disebut pelakor ya, ha ha ha.... ""Sayang, sudahlah, Abang membawamu ke sini, karen
Aku sudah berada di rumah. Menurut penjelasan dokter kandungan tadi siang, kondisiku baik, begitu juga dengan janin yang kukandung, sehingga Bang Ramon memutuskan untuk membawaku langsung pulang ke rumah. Aku pun juga tidak ingin berlama-lama di klinik yang ada Ayu juga di dalamnya.Suamiku tengah di dapur, saat pulang tadi aku tiba-tiba menginginkan jus jambu merah, sehingga ia memutuskan untuk membuatkan jus untukku. Katanya biar lebih sehat.CklekPintu kamar terbuka."Halo bumil, ini jusnya," kata Bang Ramon dengan senyuman manisnya; masuk ke dalam kamar sambil membawa satu gelas jus jambu biji."Apa Abang pernah tersenyum semanis ini pada Ayu?" tanyaku penasaran. Aku tidak mau begitu saja mempercayai semua ucapan Bang Ramon, bisa saja kisah yang ia ceritakan hanya bualan belakang agar aku tidak mengamuk dan minta berpisah. Bagaimana mau berpisah? Saat ini aku te
POV Ayu"Aku sudah bilang sama kamu, sampai kamu tertutup tanah pun, suami tua kamu itu tidak akan pernah melihatmu. Sadar Ayu, kamu masih muda, baru ulang tahun ke-20 dan kamu mengharap suami kamu mau melirik ke arahmu? Tidak akan!" Aku hanya bisa menghela napas mendengar ocehan Wisnu. Hati ini milikku, Bang Ramon juga suamiku walau aku tidak dianggap ada. Bodo amat!"Ya biarin aja aku gak dilihat, yang penting aku bisa lihat. Biarin aku gak dianggap, yang penting aku masih menganggap Mas Ramon suami aku." Wajahku yang masih sangat pucat menjadi sedikit kemerahan karena kesal. Wisnu selalu saja membenci Mas Ramon, padahal aku dan mama tidak seperti itu."Terus sekarang, setelah Mbak Puspa tahu kamu istri pertama Mas Ramon, apa kamu yakin wanita itu tidak akan membenci kamu?" tanya Wisnu lagi padaku. Aku mengangkat bahu tidak yakin. Bisa iya benci, bisa iya tidak."Yang pasti Mbak Puspa gak suka aku tinggal di dekat rumahnya, tapi bodo a