Dara selalu berusaha untuk menghindar dari Gio, berulang kali pria itu mencoba mendekati Dara dengan caranya sendiri. Tapi selalu kena tolak oleh Dara.
Wajahnya sangat muram sekali mendengar penolakan dari Dara beberapa kali. Walaupun sebenarnya Gio ingin menyentuh Dara, dia bertanggung jawab sekali, kan? Dia sudah pacaran sangat lama dengan Dara tapi merasa rugi kalau tidak bisa menyentuh Dara sama sekali. Lagi pula dia akan menikah dengan gadis itu sebentar lagi.
Untuk apa juga Dara sudah lama dengannya tapi masih berlagak sangat mahal di depannya. Berciuman, itu sudah sering mereka lakukan. Tapi Dara tidak mau melakukan hal lebih dengannya layaknya orang yang tidak pernah tersentuh sama sekali. Padahal kalau urusan ciuman, bibirnya sudah sering digigit pula oleh Dara dengan nafsu yang kian menjadi.
Namun untuk satu hal yang berkaitan dengan ranjang, Dara akan menolak. Berkali-kali akan berusaha untuk menolak Gio dengan berbagai alasan. Salah satunya adalah tentang Gio yang ditolak lantaran mengatakan kalau Gio harus menahan diri sampai mereka menikah.
Keduanya sama-sama sedang menabung biaya untuk pernikahan. Belum ada yang tercapai.
Kalau saja Dara agak terbuka dengannya, mungkin dia lebih mampu bicara dengan kedua otangtua untuk menikah saja terlebih dahulu tanpa ada acara resepsi, tapi dilihat lagi soal Arga. Pria itu mana mau kalau tanpa ada acara apa pun. Sementara orangtuanya Dara pasti mengerti kalau menikah lebih dulu lebih baik dibandingkan harus pacaran terus menerus. Yang menjadi tekanan berat Gio hanyalah Arga.
Keadaan keluarganya Dara tidak sebaik yang dipikirkan oleh orang lain. Dilihat juga dari kedekatan Dara dengan orangtuanya yang terlihat agak renggang.
Jadi Gio sudah tahu banyak sekali soal itu. Dara yang kurang mendapatkan kasih sayang dari orangtuanya sehingga dia memilih untuk menikahi gadis ini saja. Arga memang tidak salah memberikan perasaan lebih kepada Dara sebagai seorang keponakan yang harus dijaga. Akan tetapi Gio tidak suka perilaku Arga yang kadang mengatur lebih banyak dibandingkan orangtuanya Dara.
Yang meminta untuk menabung juga sudah pasti dari Arga. Tidak mungkin Dara juga akan keras kepala seperti ini kalau bukan dari didikan pria itu. Sungguh dia tidak bisa bayangkan bagaimana menyebalkannya pria tua itu sehingga dia tidak bisa mendapatkan Dara dengan utuh.
Sembari menikmati kopinya di sebuah kafe tempat dia nongkrong. Jelas dia adalah seorang pria normal, setiap kali bertemu dengan Dara. Dia punya daya tarik tersendiri setiap kali bertemu dengan Dara. Ada saja yang ingin dia lakukan, tapi selalu terhalang.
Hari ini dia akan menunggu Leta di kafe itu untuk nongkrong. Ya, dia selalu menjadikan Leta sebagai teman curhat. Yang katanya Arga tidak pernah suka terhadap Leta.
Sekitar dua puluh dua menit kemudian Leta datang dengan rok selututnya dengan baju kaus yang sesuai juga dengan bawahannya. Dilihatnya gadis ini juga begitu menggoda. Hubungannya dengan Leta juga baik sekali. Setiap kali dia bertengkar dengan Dara, pasti yang akan jadi pelarian untuk memohon agar dibantu balikan sudah pasti lari ke Leta.
Menurut kabar yang dia dengar juga sebenarnya Leta adalah seorang gadis yang belum memiliki pasangan. Gio sampai berusaha untuk mencarikan Leta pasangan tapi gadis ini selalu menolak.
Leta baru saja meletakkan tas selempangnya di atas meja, dengan jus jeruk yang sudah dipesankan oleh Gio waktu dia mengetahui kalau Leta sebentar lagi sampai. “Kamu berantem lagi sama, Dara?”
Gio meletakkan ponselnya waktu dia baru saja membalas pesan dari kekasihnya. “Nggak sih, cuman gimana, ya. Itu si Robi emang naksir apa gimana sih sama Dara? Aneh lho dia. Masa iya mereka sepupu tapi dekat sekali.”
“Kamu cemburu.”
“Gimana nggak cemburu, aku kan sama Dara juga mau nikah. Tapi masa dia keluar terus sama Robi. Aku mana terima coba.”
“Kamu aneh-aneh aja sih. Masa iya sama sepupu cemburu gitu.”
Leta lebih berpikir soal perasaannya Gio dibandingkan dengan Dara yang selalu berpikir bahwa ini tidak berarti apa-apa. “Kalau seandainya kamu di posisi, Dara. Apa yang akan kamu lakukan kalau aku cemburu sama Robi?”
Leta malah menertawakan dia yang sedang cemburu kepada Robi. Kalau itu sudah jelas, mereka sudah sering sekali batal kencan kalau Dara sudah ada janji dengan Robi. “Aku calon suaminya,” tukas Gio mengklaim dirinya sebagai calon suami yang akan menikahi Dara.
Terkadang juga dia merasa bahwa dirinya itu egois sekali kalau soal mengekang Dara. Tapi harus dia lakukan itu kalau dirinya mau selamat dari rasa cemburu yang selalu dibuat oleh Dara tanpa ampun. Mana pernah gadis itu juga memikirkan hatinya yang sudah berulang kali patah oleh Robi.Jadi sekarang dia rasanya ingin sekali balas dendam pada pria itu.Leta melirik ke arahnya Gio yang sepertinya sedang menyimpan dendam kesumat terhadap Robi. “Kamu marah sama, Robi?”
Lirikan mata Gio tepat sekali ke arahnya Leta sekarang dan kemudian dia menganggukkan kepalanya. “Siapa yang tidak dendam karena dia mengusai kekasihku.”
Kesempatan baik untuk Leta ketika mendengar ucapannya Gio. “Barangkali Om Arga mau jodohin Dara sama Robi. Walaupun sepupu kan emang boleh nikah. Kayaknya sih. Lihat aja ketertarikannya Dara ke Robi. Mereka itu mustahil deh nggak libatkan perasaan.”
Leta malah membuat Gio jadi lebih panas lagi dengan penjelasan yang tidak masuk akal itu. Kalau dengan cara begini lebih baik dia yang menikah dengan Gio dibandingkan dengan Dara yang selalu cuek juga kepada Gio. Sudah berulang kali juga ia mendengar keduanya itu putus nyambung berulang kali karena keegoisannya Dara.
“Terus sekarang mau kamu apa, Gio?”
Pria itu tidak tahu lagi harus berkata apa. “Entah, kamu mau melakukan sesuatu? Aku bosan hari ini. Tadinya aku nungguin Dara di sini karena ada janji. Aku juga sudah beli tiket nonton. Kalau kamu mau kita bisa pergi berdua.”
Wah dengan senang hati dia akan melakukan itu. “Tapi bagaimana dengan, Dara.”
Padahal besar keinginan Leta melihat adiknya itu putus dengan Gio lantaran Gio adalah pria idaman mulai dari penampilan, tampangnya yang cukup tampan juga. Ya bisa dibilang juga Gio ini pekerja keras. Itu tipe yang diinginkan oleh Leta. Berkali-kali juga dia memberikan kode kepada Gio agar pria itu juga menjauh dari adiknya.
Memangnya apa juga yang jadi kelebihannya Dara?
Sama sekali tidak ada yang bisa dibanggakan dari gadis itu.Mereka pergi ke bioskop untuk menonton film yang mungkin diminta oleh Dara itu.
Mereka sedang menunggu giliran. Ponselnya Gio berbunyi beberapa kali. Tapi pria itu tidak terlihat ingin menjawabnya.
“Kenapa nggak diangkat? Barangkali dari Dara.”
“Biarin aja, dia lama sekali.”
Leta tersenyum tapi ke arah lain. Dia bisa melakukan apa pun yang dia mau. Jangankan untuk menyingkirkan Dara. Membuat orangtuanya berpikiran buruk pada Dara pun dia mampu.
Gio yang akhirnya membuka pesan itu dan melihat pesan dari Dara. “Aku nungguin kamu di kafe, kamu belum sampai?”
Gio dengan cepat membalas pesan itu. “Kamu pergi saja, Dara. Kamu bisa pergi sama Robi. Aku nggak minat nonton lagi.”
Dia berkata seperti itu padahal dirinya sedang bersama dengan Leta sekarang di bioskop. Balasan dari Dara pun akhirnya membuat dia mengerti. “Maaf kalau aku selalu salah di mata kamu soal, Robi.”
Tapi sarapan sekaligus makan siang malah justru kali ini nasi goreng. “Kamu kenapa sekarang suka banget makanan beginian?” “Gimana nggak suka, Sayang? Kamu dari kita pacaran ya sudah disediakan aku nasi goreng, kadang nasi uduk. Sejak sama kamu lho aku udah nggak sarapan sama roti.” Dara menyadari itu, dia menyediakan nasi yang setiap hari kalau Arvin mampir ke apartemennya untuk sarapan. “Sayang, apa aku ini pengacau di hidup kamu?” “Nggaklah, justru aku bahagia ya sejak kamu punya pemikiran terbuka. Sekarang jadi istriku, semuanya serba berbeda sekali rasanya, Dara.” “Semoga sehat terus, ya, Mas. Biar nanti bisa sama-sama. Kita punya anak terus bisa main bareng, awasi mereka. Pasti nanti kamu juga ngerasain gimana enaknya sama-sama dari awal.” Dari awal memang itu tujuan Arvin untuk bersama dengan istrinya. Sekarang malah wanita itu yang mengatakan kalau dia pasti akan bahagia hidup dari nol bersama sang istri. Usai makan siang, Arvin mengajak sang istri jalan-jalan di sekitar
Pagi-pagi Dara sudah bangun dan mendapati suaminya masih dalam keadaan tidur. Waktu dia melihat suaminya yang tertidur sangat lelap sekali di dekatnya, Dara mengusap pipi Arvin yang bahkan begadang semalam lantaran teman-temannya yang datang dan mengajak mengobrol sampai larut. “Ayo tidur, ngapain coba?” Arvin malah terbangun tapi malah Dara yang tersenyum karena suaminya. Arvin ikut bangun dari tidurnya. “Mas, bangun!” “Aku bangun nggak mau lepasin kamu ntar. Lanjut tidur aja.” Dara tidak mau tidur lagi tapi malah mengganggu suaminya, dia menarik hidung Arvin. Sampai pria itu benar-benar membuka matanya dan menarik Dara ke dalam pelukan. “Sayang, ayo tidur! Aku ngantuk lho.” Dara melepaskan pelukan dan mengambil ponselnya, sudah jam sebelas. “Mas ini jam sebelas lho.” “Masih pagi.” “Pagi apanya, kita yang tidurnya kelamaan. Itu juga gorden nggak dibuka ya kita mikirnya pagi.” “Tidur kenapa sih?” Dara tidak mau tapi Arvin malah terus memeluknya. “Jalan-jalan yuk!” “Eh nanti
Pengantin baru dengan gaun yang sangat indah di desain sendiri oleh Iriana yang dikhususkan untuk Dara. Tampak begitu cantik dengan balutan gaun indah serta make up yang sangat disukai oleh Dara.Apalagi ketika melihat penampilan Arvin mengenakan kemeja yang serasi dengannya. Pria itu sangat tampan, Dara tersenyum melihat suaminya yang juga sudah siap untuk keluar dari tempat make up mereka.Menikah, dulu pernah diinginkan dengan sangat oleh Dara. Begitu terwujud pun sekarang justru di luar nalarnya kalau ia akan jadi secantik ini di hari pernikahannya. Berterima kasih kepada sang mama yang telah mendesain gaun secantik ini.Dijadikan ratu oleh mertua sendiri di hari bahagianya. Dara berpikir ini akan jadi pesta yang paling bahagia seumur hidupnya. Tidak pernah dibahagiakan dengan cara seperti ini pada waktu yang lalu. Namun khusus untuk hari ini dia merasa sangat bahagia sekali.Arvin menatap istrinya sangat bahagia sekali di hari yang indah ini. “Apa hutangku sudah lunas, sayang?”“
Arvin malah gugup malam harinya pasalnya besok malam adalah acara untuk pesta mereka. Menikah? Berkali-kali kamus di dalam hidupnya berusaha dibuka oleh Arvin untuk mencari itu. Namun tetap tidak ada. Akan tetapi setelah bertemu dengan Dara. Semua itu berbeda sekali dengan apa yang telah direncanakan oleh Arvin.Sewaktu ada di dalam kamar bersama sang istri. Wanita ini malah membaca novel yang ada di kamarnya Arvin. “Apa aku sedang diselingkuhi sama buku?”Dara menoleh ke arahnya. “Kenapa bilang begitu?”“Aku dari tadi ngomong sendirian.”Tapi wanita itu malah kembali fokus lagi terhadap bacaannya. Benar-benar mengabaikan apa yang sudah dikatakan oleh Arvin. Jujur saja kalau Dara terlihat malah makin dewasa setelah menikah. “Sayang, kapan ulang tahun?”Arvin tidur di paha istrinya lalu menyingkirkan buku itu karena tidak terima ditinggalkan oleh istrinya yang hanya fokus pada buku. “Kasih aku hadiah kalau aku ulang tahun.”Pria itu menaruh tangan istrinya di atas kepalanya sendiri. “Y
Tidak meleset yang dikatakan oleh Arvin mengenai acara malam ini. Beberapa karyawan meminta untuk foto bersama. Selesai itu akan langsung makan-makan dan salah seorang mengambil mikrofon setelah ada instrumen musik yang diputar.Pria itu berjoget di depan Arvin sampai Dara tertawa lepas bahkan Khadafi yang tertawa melihat kelakuan anak buahnya.Lagu dangdut sambil berjoget sampai Arvin malah tertawa melihat kelakuan orang yang menyanyikan lagu untuknya. Tidak sedikit juga yang datang untuk menyawer si pria sampai Arvin juga malah merasa lucu dengan pernikahannya.Arvin mau menyangkal kalau ini bukan konsep yang diinginkan, tapi inilah yang terjadi. Pernikahan dengan segala keseruan dari orang kantornya. Khadafi malah ikut mendekat dan ikut berjoget di sana. Jatuh sudah wibawa seorang bos besar yang malah berjoget di depan banyaknya karyawan yang lain sambil mengeluarkan uangnya dan berjoget di sana.“Papa malah ikutan juga,” kata Arvin yang terus tertawa melihat beberapa orang yang ma
Dara sudah mendengar keputusan dari Sabrina, bahwa ia positif tidak diperbolehkan bekerja oleh mertuanya. Meskipun keinginan itu sangat besar, tapi benar-benar diperlakukan seperti anak kandung. “Itu muka kenapa cemberut, sih?” Arvin menghampiri sembari mengunyah makanan.Dara menatap suaminya yang terus makan. “Kamu kenapa sih makan terus?”“Namanya juga lapar. Kamu datang bulan? Emosian amat sih,”Arvin menyindirnya dan pria itu duduk di sofa menaikkan sebelah kakinya. “Mama nggak bolehin aku kerja.”“Ya nggak masalah kalau nggak dibolehin.”Dara malah tidak dibela oleh suaminya. “Kamu setuju aku nggak kerja?”“Ya gimana, kalau Mama sudah bilang begitu aku nggak bisa komentar. Aku sudah pernah bilang kalau ada pilihan antara kamu sama Mama. Aku nggak bakalan pilih keduanya.”“Jadi, aku nggak boleh kerja?”Arvin masih mengunyah makanannya. “Emang Mama bilang apa sama kamu?” tanya Arvin masih santai menanggapi istrinya.Dara masih sedikit kesal lalu kemudian menjawab. “Mama bilang kal