Share

4. Meminta Jatah

Belum resmi menikah, sudah seperti ini sifatnya Gio kepada Dara. Dia tidak mendapatkan respons baik dari pria yang dia pertahankan selama ini. Gio memang pria yang sangat dia sayangi lebih dari apa pun. Meski banyak yang berusaha untuk mendekati dia di perusahaan Arga. Tapi perasaan Dara hanya tertuju pada Gio semata.

Robi beberapa kali mengatakan juga bahwa seharusnya Dara mencari pria lain saja dibandingkan dengan Gio yang seperti anak kecil. Memutuskan hubungan sepihak, kadang membuat Dara menangis seperti orang bodoh.

Ah, itu memang tidak seharusnya dilakukan oleh seorang pria yang akan menjadi calon pemimpin rumah tangga. Tapi bagi Robi, sifat kekanakan Gio memang tidak akan pernah bisa bersikap dewasa sebentar saja pada Dara.

Buktinya sekarang, buru-buru dia mengantarkan sepupunya ini.

Tapi begitu Dara memberitahu bahwa Gio telah membatalkan janji temu mereka. Rasanya itu sakit sekali.

“Kapan putus sama, Gio?”

Dara menoleh menghapus pesan yang baru saja dikirimkan oleh Gio rasanya tidak penting sekali dia telah bersiap-siap tapi pria itu selalu saja begini. Bersabar harus berapa kali lagi kalau terus saja seperti ini. Setiap orang juga memiliki batas kesabaran yang harus dia pikirkan juga, kan?

Tak ingin memperpanjang masalah. “Ayo kita pergi ngopi. Aku juga butuh donat, Rob.”

Pria itu mengangguk. Karena dia akan jadi pelariannya Dara setiap kali dia sakit hati. Ya, namanya juga Dara. Ke mana dia akan pergi selain pada Robi atau ayahnya Robi. Kalau mengandalkan Leta, mereka tidak akur sama sekali. Bahkan dengan orangtuanya pun Dara tidak akur sama sekali karena akan selalu ada di pihaknya Leta.

Mereka berada di dalam mobil, Dara seperti orang gila juga kelihatannya. Kalau sudah bersama dengan Robi, mungkin sifat polos yang diperlihatkan oleh Dara ini akan berbeda sekali jika sudah dengannya.

Pria ini mampu menghibur sepupunya kala dia sedang dalam keadaan kalut.

“Kita ke kafe mana?”

“Terserah kakak saja, aku kan ikut kakak. Aku pengin mabuk rasanya.”

Robi menoyor kepala gadis ini dengan tangan kirinya sampai Dara mengaduh kesakitan dengan cukup keras dia menoyornya. “Apaan sih. Aku kan cuman bilang pengen mabuk aja rasanya.”

“Emangnya kalau kamu mabuk semua masalah akan selesai? Yang ada kamu akan dapat masalah baru lagi. Aku juga bakalan bilang ke Papa aku kalau kamu mabuk.”

“Sekali doang, Kak. Pengin. Capek tahu nggak jalani hubungan sama dia.”

Dia menarik napas dalam dengan pemikiran yang cukup singkat dengan memikirkan kalau mabuk adalah jalan terbaik dari semua masalah yang telah dia hadapi ini. Memang benar kalau pikirannya Dara itu sudah lelah sekali dengan tingkahnya Gio. Selama ini pria itu memang sudah sangat menyebalkan.

“Kamu putusin kek. Jangan dilanjutin, dari pacaran aja sudah lihat kan kelakuan dia. Masa kamu mau lanjutin?”

Maka dari itu sekarang dia harus berpikir lagi bagaimana dia harus bisa mengubah pikirannya Gio agar jadi pria yang jatuh cinta padanya. Mengejar Dara dan tidak mau kehilangan Dara. Mereka akan menikah sebentar lagi. Tidak akan lucu rasanya pacaran bertahun-tahun tapi sikap Gio yang membuat semuanya hancur.

Namun, untuk sekarang ini yang Dara rasakan. Adalah dia harus bertahan dulu dengan Gio sampai pria itu yang memutuskan hubungan. “Yakin kamu mau bertahan sama dia? Sudah kelihatan boroknya gitu.”

Dara mengangguk, menaikkan kakinya di dashboard. “Bangke, kaki diturutin kek.”

Pasalnya wanita itu menaikkan kakinya di dasboard sampai Robi menarik kakinya sampai jatuh. Memang siapa lagi yang punya kelakuan aneh selain Dara. Akan tetapi hanya pada Robi—hanya pada pria itu dia bisa perlihatkan dirinya yang minus dalam kelakuan itu. Sementara pada orang lain, ia memiliki nilai plus. Bahkan pada pria lain pun akan meliriknya sebagai wanita sempurna tanpa ada kekurangan apa pun.

Dara memang pandai sekali memperlihatkan sisi baiknya pada siapa pun itu. Tapi, memang benar juga kalau dia adalah wanita baik-baik.

Mereka berdua telah tiba di salah satu tempat tongkrongan. “Kak, ini kan tempat santai biasa?”

“Nggak ada tempat mabuk segala, Dara. Kamu jangan aneh-aneh. Kamu tahu dampak dari mabuk itu adalah rusak. Selain otak rusak, kamu juga bakalan rusak. Gimana pas kamu mabuk sama pria lain misal, kamu disentuh mereka. Kamu hamil, punya anak tanpa nikah. Lalu anak kamu tanya Maaa, Papa aku mana? Bisa nggak jawabnya? Sementara Mamanya dulu adalah wanita yang liar.”

Dara menjitak kepalanya sendiri. “Nggak usah bodoh, Dara. Kamu bukan wanita murahan. Kamu wanita baik-baik.”

“Baik-baik maka jodohnya juga harus baik-baik. Bukan belangsak kayak si Gio.”

“Aku ke apartemen kamu nanti, tunggu saja.”

Dara membaca pesan dari Gio kalau pria itu akan datang ke tempatnya. “Siapa?” tanya Robi curiga kalau sepupunya akan bertemu lagi dengan manusia jahanam seperti Gio. Sebenarnya sudah lama sekali dia berharap kalau sepupunya putus dengan pria itu. “Jangan bilang itu si bajingan?”

Dara meletakkan ponselnya. “Mau makan aja. Bodo amat sama dia.”

Robi mengangkat jempolnya. “Ini baru si sialan, nggak usah direspons dong. Kamu gimana sih, banyak kok yang mau sama kamu. Teman-teman aku juga banyak yang mau.”

“Kakak kan teman-temannya sultan semua. Mana mungkin manusia burik begini dapat cowok ganteng, kaya tujuh turunan.”

Saat sedang ada di kafe yang dituju oleh Robi tadi. Sebenarnya dia ingin ajak Dara ke tempat lain. Tapi karena gadis ini sedang patah hati, tidak baik kalau diajak ke tempat yang mengerikan. Alias dunia malam yang kadang Robi datangi dengan teman-temannya.

Dia memang tidak peduli soal pergaulan, asal bisa jaga diri. Tapi kalau dengan Dara, dia tidak mungkin menjerumuskan sepupu tersayangnya ini. “Dara, kamu sehat mental, kan?”

Dara makan seperti orang sedang kerasukan. Benar-benar seperti orang yang tidak peduli lagi dengan bentuk tubuhnya. Yang penting dia makan, yang penting dia harus bisa untuk kenyang malam ini karena sudah siap-siap tadi. Tapi rencananya dibatalkan begitu saja oleh Gio.

Menyebalkan adalah ketika sudah berjanji, tapi malah dibatalkan lagi oleh orang yang sudah membuat janji.

Malamnya berakhir dengan Robi, kesalnya masih belum terobati. Tapi Gio mengatakan akan mampir ke tempatnya. Itu menjadi nilai baik baginya harus bermanja dengan calon suaminya yang saat ini sedang berjuang untuknya.

Dara sudah selesai mandi malam itu dan sudah memakai setelan tidurnya. Suara pintu apartemennya diketuk usai dia sedang menggunakan skincare malam.

Segera dia keluar untuk menemui pria itu.

Membuka pintu, Gio membawa sebuah paper bag untuknya. “Ini apa?”

“Apalagi? Itu skincare kamu.”

Ah sialnya marahnya Dara hilang seketika waktu calon suaminya mengerti dengan kebutuhannya. “Pasti tinggal sedikit, kan?”

Dara mengangguk lalu memeluk Gio. Pelukannya dibalas oleh pria itu.

“Mau minum apa?”

Pelukan itu dilepaskan. Lalu Gio menatap matanya. “Hmm, jus jeruk barangkali.”

“Sudah malam.”

“Oke, kalau gitu aku butuh susu hangat.”

“Tunggu, ya.”

Dara pergi ke dapur meninggalkan Gio sendirian. Di dapur ketika dia sedang sibuk mengaduk susu yang baru saja dia tuangkan air panas. Tiba-tiba dirinya dipeluk dari belakang.

Aroma tengkuknya Dara menguar sekali, Gio menginginkan lebih. Mereka telah pacaran cukup lama sekali tapi tidak mendapatkan apa pun dari Dara. Sementara dia juga pria normal dan ingin melakukan itu pada hubungannya. Lagi pula dia akan menikah dengan Dara.

Diciumnya tengkuk itu, lalu pelukannya ke perut Dara. Deru napasnya memburu seolah dia ingin melakukan itu malam ini. “Sayang, ayo ke kamar.”

Dara tidak menolak ketika dirinya berbalik, malah Gio menggendongnya ke sana. Tubuhnya diletakkan di atas tempat tidur. Ia ditindih oleh Gio dan terjadi ciuman yang lembut sehingga ia memejamkan mata. Sialnya meskipun tidak disentuh pada area tertentu, akan tetapi Dara merasakan kalau di daerah kewanitaannya cukup terasa rangsangan itu.

Waktu Gio membuka kancing baju tidurnya, dia menahan tangan pria itu. “Belum waktunya.”

“Nggak akan hamil, Dara.”

“Sekalipun, aku nggak mau menodai hubungan dengan nafsu semata. Kita sama-sama dewasa. Aku tahu soal itu. Tapi untuk seks di luar nikah. Aku adalah wanita yang akan menolak itu.”

“Aku tahu kamu perawan, aku bakalan belajar nggak hamili kamu.”

“Gio, please. Kamu pernah bilang kalau hubungan kita ini sehat, kan?”

Pria itu bangun dari atas tubuhnya Dara dan mengangguk. “Baiklah, terserah kamu. Aku pulang dulu.”

Dara benar-benar dibuat meradang oleh pria ini. Hanya menginginkan seks. Beberapa kali dia harus menahan diri ketika mereka melakukan pemanasan. Dara juga akui kalau dirinya menginginkan itu. Tapi masih tidak berani melakukannya karena dia akan rugi sekali jika disentuh di luar pernikahan.

Robi pernah mengatakan juga kepadanya bahwa seks di luar nikah akan berdampak buruk pada hubungan. Kemungkinan besarnya akan ditinggalkan ketika sudah tidak puas lagi. Maka itu yang tidak diinginkan oleh Dara dan masih menjadi perawan sampai saat ini meski hubungannya dengan Gio sudah cukup lama.

Andai saja mereka telah menikah, sudah bisa dipastikan kalau Dara akan bertelanjang bulat di depan suaminya untuk memancing hubungan itu. Dia tidak akan malu lagi. Tapi saat ini dia dan Gio masih dalam rencana pernikahan yang tidak seharusnya mereka lakukan hubungan badan yang bisa membuat Dara depresi kalau dirinya ditinggalkan. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status