“Sepertinya aku harus mengubur perasaanku terhadap Presdir Yu. Aku tidak bisa mencintai pria yang hanya menganggapku sebagai rekan. Aku tidak ingin diperlakukan seperti itu seumur hidup.” Bisik Saena dalam hati. Saena menelan ludahnya, sejak tadi dia hanya menatap makan siang di atas wadah tanpa menyuapnya ke dalam mulut.
Yu Silan tahu kenapa Saena berubah seperti sekarang, pria itu sengaja tidak menegurnya. “Maafkan aku Saena, jika saja aku tidak resah seperti ini maka kamu tidak perlu merasa sedih. Harapanku kamu bukan putri dari Abraham.” Gumam pria itu dalam hati. “Saena?” Tegurnya. “Iya Tuan Yu?” “Setelah makan siang kamu boleh kembali ke rumah.” Ucapnya sambil beranjak berdiri dari kursinya lalu pergi meninggalkan Saena seorang diri di kantin. Saena hanya bisa menatap punggung Yu Silan, pria itu sudah berlalu pergi meninggalkannya. “Aku bahkan belum menjawab ucapanmu barusan, Tuan Yu.” Ucap Saena dengan suara pelan. SSampai di kediaman Abraham Yu Silan turun dari dalam mobilnya. Tuan Abraham menyambut kedatangan mereka berdua. Bai Yumei berdiri di sebelah Abraham, wanita itu menggamit lengan kanan Abraham sambil berdiri di ambang pintu ruangan utama. “Presdir Yu! Wah, aku senang sekali Anda datang berkunjung ke sini! Bagaimana kabar Tuan Yu belakangan ini?” Tanyanya seraya mempersilakan Yu Silan masuk ke dalam rumahnya. “Seperti yang Anda lihat, Ailen maju semakin pesat. Sesuai dengan harapan Anda, Tuan.” Ujarnya pada Abraham. Abraham menoleh ke samping, ke arah Saena. Maksud Abraham agar Saena bergegas masuk ke dalam kamarnya. Ada beberapa hal yang ingin dia bahas bersama Yu Silan. Saena dengan patuh segera undur diri dan berjalan masuk ke dalam menuju ke arah kamarnya yang ada di lantai atas. “Silakan duduk, Presdir Yu.” “Saya rasa Tuan Abraham sudah tidak sabar ingin mengetahui perkembanga
“Sepertinya aku harus mengubur perasaanku terhadap Presdir Yu. Aku tidak bisa mencintai pria yang hanya menganggapku sebagai rekan. Aku tidak ingin diperlakukan seperti itu seumur hidup.” Bisik Saena dalam hati. Saena menelan ludahnya, sejak tadi dia hanya menatap makan siang di atas wadah tanpa menyuapnya ke dalam mulut. Yu Silan tahu kenapa Saena berubah seperti sekarang, pria itu sengaja tidak menegurnya. “Maafkan aku Saena, jika saja aku tidak resah seperti ini maka kamu tidak perlu merasa sedih. Harapanku kamu bukan putri dari Abraham.” Gumam pria itu dalam hati. “Saena?” Tegurnya. “Iya Tuan Yu?” “Setelah makan siang kamu boleh kembali ke rumah.” Ucapnya sambil beranjak berdiri dari kursinya lalu pergi meninggalkan Saena seorang diri di kantin. Saena hanya bisa menatap punggung Yu Silan, pria itu sudah berlalu pergi meninggalkannya. “Aku bahkan belum menjawab ucapanmu barusan, Tuan Yu.” Ucap Saena dengan suara pelan. S
Yu Silan batal berdiri dari kursinya, pria itu mengukir senyum sambil menatap genggaman erat kedua tangan Saena pada lengannya. Saena menyadari kesalahan yang ia lakukan, Saena segera melepaskan lengan Yu Silan. Saat Yu Silan mengedikkan dagunya pada berkas di atas meja, barulah Saena mengambil berkas tersebut. Lembaran demi lembaran mulai Saena periksa, tidak satu pun angka di sana yang bisa dia mengerti. Yu Silan menyadari kebingungan yang sedang dialami Saena. Pria itu segera membantu dan menjelaskan lebih detail dari yang ada di sana. “Apa kamu sudah mengerti?” Tanya Yu Silan. Pikirnya Saena tidak akan mengalami kesulitan lagi setelah dia jelaskan panjang lebar. Namun dugaannya salah. Sekali dua kali hingga sepuluh kali dia menjelaskan pada Saena, nampaknya Saena tidak bisa menerima apapun yang dia jabarkan barusan. “Maaf Tuan Yu, aku sangat bingung sekali. Aku tidak bisa mengerti.” Ujarnya pada Yu Silan. Cara Yu Silan mengajarinya sangat jauh berbe
“Dari mimik wajahmu, sepertinya kamu tidak rela kalau aku masuk ke dalam ruangan meeting! Aku akan membuatmu dipecat!” Ujar Meline Sujune dengan senyuman penuh ejekan. Wanita itu bersiap berdiri dari kursinya. Xue Zhang tidak lupa bahwa Meline Sujune sama sekali tidak tahu di mana ruangan pertemuan yang digunakan oleh Yu Silan pagi ini. Ailen terdiri lebih dari dua puluh lantai, setiap lantai memiliki ruangan khusus. Tidak hanya tinggi, tapi juga luas. Jika tidak cemas tungkai kakinya patah silakan saja berkeliling memeriksa seluruh lantai dari lantai satu hingga dua puluh lantai berikutnya. Melihat Xue Zhang sama sekali tidak bergerak, Meline Sujune semakin gemas. Wanita itu memutar badan menghadap Xue Zhang. “Asisten Zhang! Kamu yakin dengan keputusanmu! Aku harap kamu tidak akan pernah menyesalinya!” Lanjut Meline Sujune. Wanita itu merasa kesal sekali karena tidak ada reaksi dari Xue Zhang. Setelah Meline Sujune memutuskan untuk pergi menu
Tidak ada yang salah dengan perasaan Saena, namun sosok Yu Silan memang bukan tipe pria yang mudah didekati oleh sembarang orang. Yu Silan cenderung selalu mengedepankan sikap hati-hati terhadap orang di sekitarnya. Sudah lama pria itu terus dijatuhkan oleh Meline Sujune dan Antonio. Jika Yu Silan kehilangan kewaspadaannya sedikit saja, sudah pasti Ailen akan jatuh ke tangan Antonio. Kevan Yu tidak pernah bisa bersikap tegas, malahan pria itu cenderung lebih banyak memberikan dukungan pada istri barunya dibandingkan membela Yu Silan dari istri pertamanya –Yu Memei. Sepulang dari perusahaan Ailen group, Antonio segera menemui ayahnya di kediaman. Kedatangan Antonio disambut oleh Meline Sujune, wanita itu terlihat sangat senang sekali melihat Antonio datang mengunjunginya. “Sayang, putraku tiba!” Seru wanita itu seraya menggamit lengat Antonio masuk ke dalam kediaman. Kevan Yu sudah mendengar kabar kalau Antonio kembali berulah hari ini. Kevan Y
“Sebenarnya apa yang Tuan Yu pikirkan? Kenapa dia terlihat marah sekali setelah berbicara dengan Presdir Chan Fan? Apanya yang salah? Setahuku Presdir Chan Fan memiliki hubungan baik dengan Presdir Yu.” Gumam Saena dengan suara pelan. Saena berjalan menuju ke sofa lalu duduk di sana. Yu Silan menghela napas panjang sambil berdiri dengan tubuh bersandar pada meja kerjanya. Yu Silan melihat mimik wajah Saena, pada wajah gadis itu terlukis keraguan begitu jelas. Pikir Yu Silan Saena sama sekali tidak yakin dengan apa yang ia katakan barusan. “Kamu murung, kenapa? Tidak yakin aku akan memberikan nilai A?” Kejarnya. Yu Silan bertanya seraya berjalan mendekatinya. Saena yang tadinya menunduk langsung mengangkat wajahnya hingga menengadah menatap wajah Yu Silan yang kini sudah berdiri tegak di hadapannya. “Tuan Yu,” Yu Silan mengurung tubuh Saena dengan kedua tangan bertumpu di sandaran kursi. Ditatapnya wajah Saena dengan tatapan lekat-lek