Home / Romansa / Kepemilikan / "Pernikahan?"

Share

"Pernikahan?"

Author: Yiyuan chi
last update Last Updated: 2025-07-22 16:36:07

Ann terbangun perlahan. Kelopak matanya terasa berat, seperti baru saja menyeberangi mimpi buruk yang terlalu panjang. Ia menggeliat pelan, dan baru sadar bahwa dirinya kini tidak lagi berada di dalam mobil.

Tubuhnya didekap erat dan ditutupi oleh jaket hitam yang hangat.

"Sudah bangun?"

Suara berat Mikhael membawanya kembali ke kenyataan. Mikahel menggendong Ann, mereka menaiki tangga yang cukup panjang. Menuju bagian atas rumah yang tersembunyi ini.

Mereka masuk ke kamar dengan pintu besi tebal, seperti sel penjara. Dindingnya dipenuhi senjata—senapan, pistol, peluru. Semua yang selama ini Ann hanya lihat di film.

Mikhael meletakkannya di kasur sebelah kanan, lembut tapi berdebu, kasur lembut yang sedikit berdebu karena sudah lama pemiliknya tidak kembali ke sini setelah melakukan pertandingan di area bawah tanah.

"Ada banyak orang yang ingin membunuhku."

Dia melanjutkan "kau tahu? harga kepalaku sangat mahal, kau bisa mencoba membunuhku lalu menjualnya, maka kau bisa mendapatkan banyak uang dan pergi dari sini."

Pria itu mengatakannya begitu mudah, seolah tahu bahwa Ann tidak akan bisa melakukannya, bahkan jika dia sangat mengingkan kebebasan sekalipun.

Mikhael menarik kaosnya ke atas dan melepaskannya. Memperlihatkan otot-otot Mikhael terbentuk jelas, kuat seperti pahatan batu, dengan bekas luka menyilang di beberapa tempat. Tubuh itu bukan milik pria yang hidup nyaman—itu milik seorang petarung, seseorang yang selamat dari dunia yang terus-menerus mencoba membunuhnya.

Ann memalingkan wajahnya karena malu, rona pipi di wajah putihnya terlihat sangat lucu di mata Mikhael.

"Jangan khawatir. Aku tidak akan menyentuhmu, bukan karena aku orang baik, tapi kita akan menikah terlebih dahulu."

Kata-katanya seperti bom yang dilempar tepat ke kepalanya. Wajah Ann menegang.

Menikah?

Diculik, dijual, kemudian menikah. Seolah runtutan peristiwa ini selalu menghantam tingkat kewarasannya satu per satu. Tidak ada yang berjalan normal semenjak dia diculik. Seolah-olah nasibnya digulung dan dilemparkan dari satu lingkaran neraka ke lingkaran berikutnya.

"Apa maksudmu menikah? ini ilegal! kamu tidak bisa melakukannya! kembalikan aku dan aku akan membayar uang yang kamu bayarkan!" Ann sedikit histeris, tetapi masih ada sedikit sisa kewarasan dari wajahnya.

Matanya berkaca-kaca lagi, tapi kini bukan karena ketakutan… melainkan karena frustrasi dan kemarahan.

Mikhael berubah menjadi muram. Kakinya maju dua langkah ke arah Ann, namun ia menahan diri, hanya berdiri cukup dekat agar gadis itu merasakan tekanan dari keberadaannya.

"Bayar?" katanya pelan, nyaris berbisik, tapi setiap katanya penuh penekanan dan intimidasi.

"Bahkan jika kamu bekerja seumur hidup, apakah itu jumlah yang bisa kau jangkau dengan mudah?"

"Aku sama sekali tidak peduli apakah kamu akan suka atau tidak!"

"Dan jangan mencoba untuk kabur,"

Mikhael melangkah mundur perlahan, membuka pintu besi yang berat itu. Pintu menutup dengan bunyi klang logam yang berat. Dan Ann hanya bisa duduk membeku di tempatnya—takut, bingung, marah semua perasaan yang bercampur menjadi satu.

...

Di lantai bawah Mikhael sedang berusaha mengobati luka di lengan kirinya. Darah kering dan segar yang menodai kulit perunggunya. Gerakannya kaku dan sulit. Walaupun dia terbiasa mengobati dirinya sendiri, tetap saja mengobati luka di sisi kiri tubuh tanpa bantuan adalah hal yang merepotkan.

Ann berdiri di belakang sofa, tangannya terkepal, bingung. Setiap langkah mendekat, dia kehilangan nyali dan mundur kembali. Dia ingin membantunya meski setelah perdebatan dingin mereka.

"Katakan yang ingin kamu katakan, mungkin aku tidak akan terlalu marah saat ini," ucap Mikhael yang sadar bahwa ada seseorang yang sedang kebingungan di belakangnya.

"A-aku, biarkan aku membantumu," ucap Ann lirih, bahkan hampir tidak terdengar jika bukan karena pendengaran Mikhael yang tajam.

"Kemarilah."

Ann memberanikan diri melangkah ke depan. Dia duduk perlahan di atas sofa panjang yang sama dengan Mikhael. Tangannya mengambil alih kapas yang sudah dituang obat sebelumnya. Lalu mulai membersihkan luka dengan sangat hati-hati.

Mikhael memperhatikan dengan serius gadis di depannya. Dia bahkan tidak keberatan untuk luka lainnya di masa depan jika terus seperti ini. "Kamu cukup terampil," ucapnya.

Ann sedikit tertegun, kemudian menundukkan kepalanya dan kembali fokus mengobati lukanya. Ia ingin mengatakan sesuatu, tetapi mengurungkan niatnya karena tidak ingin membuat pria di depannya marah lagi. Setelah selesai membalutkan perban di lengan Mikhael, Ann baru bisa bernafas lega.

Setelah selesai, Mikhael bangkit dari sofa tanpa berkata apa-apa lagi dan berjalan ke dapur. Suara keran menyala, wajan bergerak, dan aroma bumbu perlahan menyebar.

Ia pandai memasak—bukan karena ia menyukainya, tapi karena ia harus. Bertahun-tahun hidup sendiri, bergelut dengan pertarungan dan luka, membuat kemampuan ini bukan lagi pilihan. Tapi kewajiban untuk bertahan.

Jika mundur ke masa lalu, alasan terbesarnya tidak dapat mempercayai orang lain adalah karena dirinya hampir memakan makanan yang sudah diracun. Hanya keberuntungan yang menyelamatkannya waktu itu.

Ann tetap di sofa, memperhatikan punggungnya yang sibuk di dapur.

Mikhael mematikan kompornya, menaruh masakan yang telah berbau harum ke atas piring di dekatnya. Ann duduk patuh, tetapi masih ada penolakan yang tersisa di wajahnya.

Setelah meletakkan piring-piring itu diatas meja, ia mengangkat tubuh Ann dengan satu gerakan ringan dan meletakkannya di atas pangkuannya. Luka di tubuhnya seperti bukan apa-apa baginya.

Mikhael meraih sendok, menciduk sedikit bubur, lalu meniupnya pelan sebelum mengarahkannya ke mulut Ann. Tetapi bibir mungil itu tetap terkatup, tidak membiarkan makanan itu masuk ke dalam mulutnya.

"Melarikan diri membutuhkan tenaga, setidaknya kamu harus menyantap makanan di didepanmu yang sudah kumasak dengan susah payah."

Ann mengabaikan perkataan Mikhael. dirinya meremas erat pakaiannya di bawah hingga kusut. Matanya menunduk dengan ragu-ragu ingin mengatakan sesuatu dalam pelukan Mikhael yang terasa membelenggu tidak nyaman.

"Bisakah... bisakah kamu meminjamkan ponsel? aku harus menelepon nenekku untuk memberitahunya bahwa aku masih hidup dan baik-baik saja." suaranya lebih seperti bisikan yang mencoba untuk merayunya.

"Kenapa bukan untuk menelepon polisi dan menyuruh mereka untuk menjemputmu kesini sekarang?" Mikhael dengan wajah yang kembali muram dan alis berkerut tidak senang mulai menjawab dengan nada sarkasme.

Ann menunjukkan wajah cemberut, kecewa karena permintaannya kembali ditolak dengan ejekan yang menyebalkan.

"Sayang, jika kamu makan sekarang maka aku akan mempertimbangkannya nanti."

Mata gadis itu berbinar, walau belum pasti, setidaknya masih ada secercah harapan untuknya. Ia melahap suapan demi suapan dengan patuh, layaknya hamster lapar yang tak berhenti mengunyah.

Mikhael menyungging senyum tipis yang tidak dapat dilihat dari sudut pandang Ann.

Mudah untuk berjanji, tetapi terlalu sulit untuk menepatinya. Dan dia sama sekali tidak ingin memberikan ponsel sialan itu untuk gadis dipelukannya.

...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kepemilikan    "Apakah Kamu Tidak Mengenaliku?"

    Setelah makan, Ann dengan sigap membantu Mikhael membereskan piring-piring di meja. Mungkin karena ia terbiasa mengurus rumah, gerakannya lincah dan teratur ketimbang gerakan Mikhael yang tampak canggung. “Tidak perlu buru-buru. Sisanya serahkan padaku. Duduk saja di sana.” Mikhael memberi perintah dengan menunjuk sebuah sofa yang tak jauh dari tempat mereka makan. "Tidak apa-apa, kamu berjanji akan meminjamkanku telepon, jadi ini tidak masalah," Ann tersenyum sedikit gembira, tanpa tahu wajah Mikhael yang sudah berubah gelap di sampingnya. Gadis ini… selalu saja menemukan cara untuk mengucapkan kalimat yang membuatnya jengkel. Walaupun Mikhael tahu dia sendiri yang menjanjikannya, tetapi mengucapkan selalu lebih mudah daripada menepatinya. Dan dia sama sekali tidak berniat meminjamkan telepon sialan yang diharap-harapkan gadis itu. “Kamu benar-benar tak sabar menelepon polisi agar mereka segera menjemputmu, ya?" Kata-katanya sarat akan sarkasme. Dingin. Menyesakkan. Mikhael meny

  • Kepemilikan   "Pernikahan?"

    Ann terbangun perlahan. Kelopak matanya terasa berat, seperti baru saja menyeberangi mimpi buruk yang terlalu panjang. Ia menggeliat pelan, dan baru sadar bahwa dirinya kini tidak lagi berada di dalam mobil. Tubuhnya didekap erat dan ditutupi oleh jaket hitam yang hangat. "Sudah bangun?" Suara berat Mikhael membawanya kembali ke kenyataan. Mikahel menggendong Ann, mereka menaiki tangga yang cukup panjang. Menuju bagian atas rumah yang tersembunyi ini.Mereka masuk ke kamar dengan pintu besi tebal, seperti sel penjara. Dindingnya dipenuhi senjata—senapan, pistol, peluru. Semua yang selama ini Ann hanya lihat di film.Mikhael meletakkannya di kasur sebelah kanan, lembut tapi berdebu, kasur lembut yang sedikit berdebu karena sudah lama pemiliknya tidak kembali ke sini setelah melakukan pertandingan di area bawah tanah."Ada banyak orang yang ingin membunuhku." Dia melanjutkan "kau tahu? harga kepalaku sangat mahal, kau bisa mencoba membunuhku lalu menjualnya, maka kau bisa mendapatka

  • Kepemilikan   Meninggalkan Distrik Lampu Merah

    Kendaraan Jeep itu melaju cepat di jalanan yang mana aktivitas ilegal bukan lagi rahasia, melainkan rutinitas harian. Mereka melaju menembus malam, Deretan bangunan tua, lampu neon kelap-kelip, dan suara bising pasar gelap menjadi latar yang perlahan tertinggal di belakang, tergilas kecepatan. "Menunduk!" Mikhael dengan cepat membanting stirnya ke kanan, gang sempit yang setidaknya cukup untuk mobil jeep ini meneruskan pelarian dari kejaran. Suara tembakan terdengar dari belakang, semakin dekat dengan mereka seiring mobil melaju. Tembakan-tembakan itu terus meyebabkan dentuman logam menghantam bodi mobil— juga dinding-dinding yang tak bersalah.Dia menerobos taman, memaksa pejalan kaki melompat menghindar. Orang-orang berteriak, berlarian, dan beberapa jatuh terguling. Terutama para pemabuk yang baru menginjakkan kaki keluar dari kasino, Mikhael hanya bisa menyalahkan atas ketidakberuntungan mereka sendiri. Gas dipacu untuk berlari lebih laju, Mikhael mencengkeram setir seperti itu

  • Kepemilikan   "Kamu bisa meminta apapun kecuali yang satu itu."

    Lampu kristal berkerlap-kerlip di langit-langit, memantulkan cahaya emas ke meja-meja judi yang dipenuhi chip dan rokok. Musik jazz tua mengalun di latar belakang, berpadu dengan suara dentingan mesin slot dan sorak rendah para penjudi. Di tengah keglamoran kotor itu, suasana terasa berat—karena semua orang di sini membawa senjata, atau membawa dosa yang cukup untuk mengubur hidup mereka sendiri. Mikhael duduk di meja VIP pojok, jauh dari keramaian. Ia menyandarkan tubuh ke sofa kulit hitam dengan malas sambil tangannya memegang kartu-kartu yang menentukan menang—kalahnya. Dengan tangan kiri yang masih memiliki perban, Mikhael melempar dua kartu ke tengah meja. “Flush. Sekop.” ucapnya sedikit bersemangat. Pria di sebelah kirinya mendecak, melempar kartunya ke meja. “Bajingan…” "Aku akan pergi dan kembali lagi ketika pertarungan minggu depan," Mikahel berbicara dengan seorang pria di sebelahnya. "Kamu membelinya? apa yang terjadi tiba-tiba?" "Tidak ada, hanya bosan.""Atau mula

  • Kepemilikan   Kepemilikan

    Pichai dan orang-orangnya segera pergi setelah menerima gulungan uang yang hampir memenuhi tas hitam mereka. Langkah kaki mereka mulai meninggalkan ruang gelap ini bersama dengan gadis yang tersisa seorang diri. Menghilang di balik pintu besi yang menutup dengan dentuman berat. Ann mengkhawatirkan gadis itu, tanpa ia tahu bagaimana nasib dirinya sendiri. Mikhael masih berdiri tegak, bayangannya membungkus tubuh Ann yang sedang gemetar. Pria di depannya terlihat agung dan kasar, tingginya menjulang seperti tiang, dan Ann tidak lebih dari dadanya, bahkan sedikit kurang. Ia mengangkat dagu gadis itu dengan sentuhan dari balik tangannya yang kasar, kontras dengan kulit lembut gadis di depannya. “Lihat aku,” ucapnya—suara itu rendah, serak, dan berat. Ada rasa lelah diujungnya yang masih dapat dirasakan. Ann ragu. Matanya masih dipenuhi sisa air mata, kelopak matanya gemetar seperti daun di ujung angin Wajah pria di depannya tampak buram. Ann menyeka air matanya dengan cepat, hin

  • Kepemilikan   Transaksi

    Ann dan dua wanita lain didorong masuk ke sebuah ruangan yang tampak terpencil dari arena pertarungan. Dindingnya berlapis besi dengan pintu tebal yang berderit saat dibuka, mirip seperti penjara. Aroma tembakau mahal, alkohol tua, dan keringat bercampur menjadi satu. Ruangan itu cukup luas, Lampu kuning tua menggantung di langit-langit, berayun pelan seolah kelelahan, memancarkan cahaya redup yang hidup segan, mati pun enggan. Berusaha menerangi orang-orang di bawahnya yang sedang bermain kartu dengan santai. Asap cerutu yang menari-nari menutupi wajah sang pemenang hari ini, Mikhael. Dirinya bertelanjang dada, masih ada darah lawannya yang membuat dirinya tampak lebih berbahaya. Ada satu tas hitam besar di sampingnya, terbuka lebar tepat di samping kaki Mikhael, tergeletak begitu saja di lantai semen yang dingin, seolah isinya bukan sesuatu yang perlu dilindungi. Tumpukan uang dolar mengisi isi tas hingga penuh, diikat rapi dalam bundelan-bundelan tebal—beberapa masih segar, ke

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status