Home / Romansa / Kepemilikan / Meninggalkan Distrik Lampu Merah

Share

Meninggalkan Distrik Lampu Merah

Author: Yiyuan chi
last update Last Updated: 2025-07-22 16:35:32

Kendaraan Jeep itu melaju cepat di jalanan yang mana aktivitas ilegal bukan lagi rahasia, melainkan rutinitas harian. Mereka melaju menembus malam, Deretan bangunan tua, lampu neon kelap-kelip, dan suara bising pasar gelap menjadi latar yang perlahan tertinggal di belakang, tergilas kecepatan.

"Menunduk!" Mikhael dengan cepat membanting stirnya ke kanan, gang sempit yang setidaknya cukup untuk mobil jeep ini meneruskan pelarian dari kejaran. Suara tembakan terdengar dari belakang, semakin dekat dengan mereka seiring mobil melaju.

Tembakan-tembakan itu terus meyebabkan dentuman logam menghantam bodi mobil— juga dinding-dinding yang tak bersalah.

Dia menerobos taman, memaksa pejalan kaki melompat menghindar. Orang-orang berteriak, berlarian, dan beberapa jatuh terguling. Terutama para pemabuk yang baru menginjakkan kaki keluar dari kasino, Mikhael hanya bisa menyalahkan atas ketidakberuntungan mereka sendiri.

Gas dipacu untuk berlari lebih laju, Mikhael mencengkeram setir seperti itu satu-satunya hal yang bisa membuatnya tetap hidup dari pengejaran brutal di belakang. Ranting-ranting mencakar pintu mobil seperti kuku yang menggores serta menabrak pagar kayu yang roboh

Ann menjerit ketakutan, tubuhnya menghantam keras pintu mobil ketika mereka berbelok ke gang kecil. Suara ban yang mencicit dan dentuman dari tumpukan sampah yang terhantam membuat segalanya terasa seperti mimpi buruk yang bergerak terlalu cepat. Dia yang baru pertama kali mengalami situasi seperti ini mau tidak mau kembali menangis dan menggigil ketakutan.

Apakah dia akan berakhir seperti ini?

"A-apa yang terjadi? Kenapa mereka menembaki kita? Siapa mereka?" suaranya nyaris tidak terdengar, tenggelam dalam suara mesin dan detak jantungnya sendiri.

Mikhael tidak menjawab pertanyaan Ann atau dia tidak mendengar suara kecil yang dibuat wanita itu. Tangannya terus menginjak gas dan melaju, sambil sesekali mengawasi kaca spion yang menampilkan mobil hitam di belakangnya.

Dia sedikit tersenyum kesal, kemudian memperhatikan Ann yang masih gemetar ketakutakan dan dengan patuh menunduk.

"Ini mobil anti peluru. Tapi tetaplah menunduk."

"Mereka tidak akan berhenti sampai berhasil menangkapku." Mikhael tersenyum sinis, tangannya mencengkeram stir dengan kekuatan penuh.

Mobil jeep itu terus melaju, dari jalan luas ke jalan sempit, hingga lorong-lorong tersembunyi. Setiap putaran roda membawa mereka lebih jauh dari jantung kota. Mobil itu memilih jalan brutal untuk menghindari kejaran, menabrak pagar kayu sampai roboh, menyusup diantara rimbunnya hutan hingga mobil hitam di belakang mulai goyah. Lampu depannya terpental-pental tak stabil, berusaha meniru lintasan Jeep namun kesulitan menyesuaikan diri dengan medan liar.

Ban melaju lebih dalam ke wilayah yang tak terjamah dan penuh bahaya. Menggilas tanah berlumpur yang mengotori sebagian besar bodi mobil. Tempat di mana sinyal ponsel lenyap dan GPS hanya berputar-putar kebingungan. Pilihan yang hanya bisa dipilih bagi orang-orang yang tidak punya jalan lain.

Mikhael melihat ke arah kaca, kemudian senyum kemenangan mulai menghiasi wajahnya. Mobil yang mengikuti mereka jelas memilih putar balik daripada harus melanjutkan pengejaran gila di medan yang berbahaya ini.

"Mereka tidak akan bisa mengejar lagi."

Mikhael menggenggam setir dengan satu tangan, sementara tangan lainnya menggenggam sebatang rokok yang menyala di antara jari-jarinya. Asapnya naik lambat, mengisi ruang sempit mobil dengan aroma tajam dan menyengat.

Ann duduk diam di kursi penumpang, tubuhnya meringkuk, mata menerawang ke luar jendela. Dia menutup mulutnya dengan satu tangan, mencoba menahan batuk yang sudah dari tadi berdesakan di tenggorokannya. Namun, semakin dia menahan, semakin matanya berair, dadanya sesak.

Akhirnya, batuk kecil itu pecah.

“Uhuk... uhuk...”

Ia menunduk, menahan suaranya agar tidak terlalu keras, takut mengganggu dan menyinggung pria kasar di sampingnya.

Mikhael menghela napas panjang. Perlahan, ia menurunkan kaca jendela sisi pengemudi, lalu menjentikkan rokok dan membuangnya keluar tanpa berkata sepatah kata pun.

“Kau bisa tahan ditarik dari kehidupanmu, dijual, diculik… tapi asap rokok membuatmu tidak tahan?” katanya datar, nadanya mengandung sarkasme dingin. Ia melirik ke arah penumpang di sebelahnya—Ann—yang sejak tadi masih menegang, seolah tubuhnya tetap bersiap untuk berlari meski sudah duduk.

"Kau bisa tidur, ini akan menjadi perjalanan yang panjang," ucapnya lembut, lebih terdengar seperti permintaan maaf karena telah ikut membawanya ke jurang berbahaya.

Ann mengangguk lemah.

Untuk pertama kalinya sejak hari sial itu, tubuhnya terasa berat. Lelah, mental maupun fisik, seolah membanjiri sekaligus. Dia bergerak sedikit mencari postur yang nyaman di mobil yang bergejolak kemudian bersandar ke jendela. Menutup mata kemudian tertidur.

Mikhael masih fokus mengemudi.

Tidak ada lagi suara isak tangis yang membuatnya frustasi, hanya nafas kecil yang naik turun terdengar dengan lembut di telinganya. Mikhael menoleh, menatap gadis di sampingnya yang tertidur dengan tenang. Kedua tangannya memeluk erat tubuhnya seolah sedang melindungi diri dari marabahaya walau ia tahu itu tidak berarti apa-apa.

Mikhael berhenti sebentar, di tengah-tengah hutan yang gelap dan rimbun. Dia melepas jaket yang dipakainya, meninggalkan kaos hitam yang masih terpasang di tubuhnya. Jaket itu tebal dan berat, cukup untuk melindungi tubuh mungil yang sedang meringkuk kedinginan.

"Aku tidak tahu apa yang kulakukan, mengambilmu seperti ini,” gumamnya sendiri, hampir seperti bicara pada malam.

"Aku tidak pernah peracaya pada takdir kecuali saat ini, Ann."

Lampu depannya seperti sepasang mata iblis, tak pernah lepas menembus ke dalam hutan, melintasi batang pohon tua dan semak liar. Kabut mulai turun pelan, membungkus malam dengan dingin yang mencekam.

Lalu dia kembali menginjak pedal gas—perlahan, mobil itu bergerak lagi, menembus hutan dan malam.

Meninggalkan perbatasan.

..

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kepemilikan   Kembali ke rumah

    "Kita akan kembali ke rumah,""Rumah?""Rumahku," jawab Mikhael, sambil memasukkan beberapa barang ke dalam tasnya. Rumah di tengah hutan itu terasa semakin jauh—semakin jauh mereka pergi, semakin kecil kemungkinan Ann bisa meninggalkannya."Aku…" gumam Ann, suaranya serak dan ragu. Jari-jarinya saling meremas, tubuhnya menegang, alisnya berkerut bingung, seolah mencoba menemukan kata-kata yang tepat namun semuanya lenyap dalam ketakutan yang menekan dadanya.Ann terdiam, menatap Mikhael yang sedang memasukkan beberapa barang ke dalam tasnya. Rumah di tengah hutan itu terasa semakin jauh, kemungkinan untuk pergi dari Mikhael terasa kian mengecil.Mikhael menoleh, mata gelapnya menembus kebingungan itu. Ia tahu—Ann tidak ingin ikut dengannya.Dengan cepat, ia melempar tas ke ranjang. Tangan kekarnya berkecak di pinggang, menandai kemarahan yang membara, menatap gadis di depannya yang membeku.Tiba-tiba, lengan halus Ann terjepit oleh dua tangan besar. Tubuhnya terseret maju dengan keku

  • Kepemilikan   "Apakah kamu mencintaiku?"

    Pintu berderit terbuka, menampilkan seorang pria bertelanjang dada yang berjalan dengan sempoyongan. Tangannya membawa dua tas hitam besar.Ann tertegun, matanya membesar. Tanpa pikir panjang, ia turun dari kasur, berlari menahan tubuh Mikhael yang hampir terjatuh. Tubuh mereka bertemu dalam benturan berat — perbedaan tinggi dan berat di antara keduanya hampir saja membuat Ann ikut terseret jatuh.Mikhael melemparkan kedua tas itu ke lantai dengan bunyi berat, lalu bersandar lemah pada bahu Ann. Hela napasnya hangat di kulitnya, berbau darah dan keringat.“Tahukah kamu berapa yang aku hasilkan hari ini?” suara Mikhael parau, namun di ujungnya masih tersisa senyum tipis.“Aku tidak ingin tahu,” jawab Ann, suaranya bergetar halus. Ia menuntun Mikhael ke tepi kasur, membiarkannya jatuh duduk.“Jia, bisakah kau mengambil air dan kotak obat di lemari?” Ann berkata lembut. sejak mikhael datang, dia telah berlari ke belakang sofa, bersembunyi sambil sesekali mengintip ke arah mereka.Pandang

  • Kepemilikan   Sebuah Kenyataan

    Akhir-akhir ini, Mikhael selalu pergi pagi buta dan pulang larut malam. Ann tidak tahu ke mana dia pergi — dan, sejujurnya, dia juga tidak ingin tahu. Kadang pria itu kembali dengan luka di wajah, perban di lengan, atau noda darah di kemejanya. Ia tidak menjelaskan apa pun, dan Ann pun tidak pernah bertanya.Apa lagi yang bisa dilakukan seorang pria seperti Mikhael di tempat seperti ini? Bertarung, memukul orang, hidup layaknya gladiator di neraka bawah tanah.Mikhael selalu menugaskan seorang pengawal untuknya. Pria tinggi besar yang mengikutinya ke mana pun, seperti bayangan yang tak bisa diusir. Kesempatan untuk melarikan diri? Tidak ada. Ia hanya bisa berputar-putar dalam neraka yang sama, setiap hari, setiap jam.Satu-satunya hiburan yang bisa ia lihat dari jauh hanyalah pertunjukan teater di lantai dua. Ann sering berhenti di depan balkon lantai dua, menatap pertunjukan itu dari jauh.Bukan karena ia tertarik, tapi karena itu satu-satunya hal yang bisa membuatnya bersyukur d

  • Kepemilikan   Tekad

    “Tidak ada satu pun kamera yang menangkap mereka. Tidak ada jejak, tidak ada petunjuk..."Suara Liu pecah di tengah ruangan yang pengap, menggema di antara tumpukan map dan kertas laporan yang berserakan. Ia menghantam meja dengan map berisi daftar orang hilang, hingga kertas-kertas beterbangan seperti serpihan amarahnya sendiri.Matanya merah. Sudah berjam-jam ia menatap layar monitor, memutar ulang rekaman CCTV yang sama, berharap menemukan sesuatu—apa pun—yang bisa memecahkan misteri ini. Tapi yang ada hanya kekosongan. Seolah orang-orang itu menghilang ke udara.“Terlalu rapi,” gumam seorang polisi di sudut ruangan. Ia menyesap kopi yang sudah dingin, lalu melanjutkan, “Tidak mungkin semua itu bisa terjadi tanpa perlindungan dari kalangan atas, sudah pasti mereka menyuap beberapa pejabat untuk membuka jalan atau melindungi mereka ketika melewati perbatasan.”“Pernah dengar nama Braga?” suara Joe memecah keheningan. Ia meletakkan map kusam di meja, wajahnya tenggelam dalam cahaya l

  • Kepemilikan   Tinggalkan Anak Itu

    "Jadi, apa maksudnya ini?" Mikhael meletakkan satu tangannya di pinggang. Alis tebalnya terangkat, sementara telunjuknya mengarah pada gadis kecil yang sedang tidur, setengah memeluk Ann."Bisakah kita membawanya? Jika kita meninggalkannya di sini, dia pasti akan jatuh ke tangan orang jahat lainnya," suara Ann sedikit bergetar, nadanya penuh permohonan samar."Apakah kamu masih belum mengerti situasi kita? Membawanya hanya akan menjadi beban."“Tapi… bukankah menambah satu orang dalam perlindunganmu tidak masalah? Kamu kuat, kamu berkuasa. Apa artinya membawa satu anak kecil? Aku akan merawatnya, aku akan pastikan dia tidak mengganggu.”Mikhael mendengus pendek. “Sayang, tahukah kamu terlihat bagaimana sekarang? Malaikat yang membawa setiap anak malang yang ditemuinya… sampai-sampai kau berubah jadi panti asuhan berjalan.”Ann menatapnya dengan mata yang berkaca, suaranya lirih namun penuh tekad. “Aku mohon… aku tidak akan kabur, aku akan mengikutimu. Siapa lagi yang bisa dia andalkan

  • Kepemilikan   "Jangan...Kumohon..."

    Mikhael yang selalu dikenal pemarah, ketika ada api kecil yang menyulutnya, api itu akan membesar.Dan kali ini, Ann, gadis yang ia cintai melewati garis kesabarannya.Tanpa peringatan, Mikhael membungkuk, mengangkat Ann ke bahunya seperti mengangkut karung beras.“Tidak! Lepaskan aku! Turunkan, Mikhael!” Ann memukul punggungnya, tapi itu hanya seperti sentuhan ringan di kulitnya.Ia melangkah cepat ke kamar, menendang pintu hingga terbuka lebar, lalu membantingnya kembali dengan keras. Kemudian melemparkan Ann ke tempat tidur.Kepala Ann berdenyut, pandangannya berputar. Begitu kesadarannya pulih, ia melihat Mikhael sudah naik ke ranjang, mendekat seperti hewan buas, menindih tubuh mungilnya."Tahukah kamu bagaimana para pria disini memperlakukan para pelacur?"Suara Mikhael rendah, berat, dan membuat bulu kuduknya berdiri. Jari-jari kasarnya menyibak rambut yang menutupi wajah Ann.Tatapannya menelusuri wajah Ann, lalu turun ke leher, berhenti di dada yang naik-turun cepat. Matanya m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status