Di distrik lampu merah yang gelap, sebuah tangan terulur menyelamatkan Ann dari jurang kehancuran. Namun di baliknya tersembunyi luka lama dan niat yang tak sepenuhnya murni. Ann, seorang gadis yang kehilangan ingatan setelah menyaksikan ledakan mobil yang menewaskan orang tuanya, diculik dan dijual ke dunia kelam itu. Ia dibeli oleh Mikhael, pria brutal dari arena bawah tanah yang mengaku mengenalnya. Tapi Mikhael bukan lagi pria lembut dari masa lalunya. Ia kini dingin, penuh kemarahan, dan dihantui dendam. Di tempat ini, tak ada keselamatan tanpa sesuatu yang harus dikorbankan. Saat Ann mencoba kabur dari jerat Mikhael, ia justru terperangkap lebih dalam dalam jaringan gelap perdagangan manusia, narkoba, dan misi rahasia militer di kawasan dunia bawah tanah. Di antara kebencian, ketakutan, dan harapan yang samar, tumbuh perasaan yang tak bisa mereka tolak. -cinta yang lahir di tempat paling kelam.
view moreMikhael tidak pernah percaya pada takdir. Hingga hari ia bertemu dengannya lagi—seperti benang merah yang tak pernah benar-benar putus.
"Kamu milikku sekarang. Dan selama kamu milikku… dunia ini tidak bisa menyentuhmu."
Kalimat itu diucapkan berulang kali dan menjeratnya dengan paksa.
Kalimat yang seharusnya menjadi perlindungan, tapi terasa seperti kutukan.Di antara batas kepemilikan dan perlindungan, kebencian dan kerinduan, mereka terjebak. Mikhael ingin menyelamatkannya… dengan cara yang paling brutal. Dan Ann ingin membencinya…dengan cara yang paling menyakiti Mikhael.
...Ann tak pernah menyangka hidupnya akan berubah dalam satu hari. Hari itu, ia baru saja lulus SMA—tertawa bersama teman, memimpikan kuliah dan dunia baru yang menanti, kemudian pulang dengan taksi yang ia pesan. Tapi begitu pintu tertutup, bau menyengat menusuk hidungnya. Seseorang membekapnya. Lalu gelap.
Satu satunya hal yang telah ia sadari adalah dirinya sedang diculik. Tangannya terikat kuat dan lakban menutup mulutnya. Mengunci semua akses untuk keluar dari mobil ini.
Siapa yang menculiknya, akan dibawa kemana dirinya, dia sama sekali tidak tahu tentang masa depan seperti apa yang menantinya.
Ann panik. Kepalanya berdenyut. Dua gadis lain bersamanya—satu sudah terjaga dan menatap Ann dengan mata ketakutan, satu lagi masih tertidur karena obat.Mobil terus melaju dari jalan sepi ke jalan ramai yang asing. Hingga rem berderit cukup nyaring, mobil itu berhenti. Ann sedikit mengintip ke luar. Lampu neon berwarna merah muda dan biru berkedip di sepanjang jalan sempit. Asap rokok menggantung di udara, bau alkohol menusuk hidung. Musik keras berdentum dari klub malam. Wanita-wanita bergaun minim berdiri di depan bar, tersenyum pada pria-pria mabuk yang lalu-lalang.
Setidaknya yang ia tahu adalah tempat ini tidak aman dan seharusnya tak akan pernah berada dalam jangkauannya—jika saja ia tidak diculik untuk sampai ke sini.
Pintu mobil dibuka. Seorang Pria bertato naga yang menjalar di sepanjang tangannya dengan kaos putih tanpa lengan itu mengulurkan tangan ke arahnya. Menarik hingga ia terhuyung-huyung hampir jatuh jika bukan karena cengkeraman kuat pria itu.
Salah satu wanita mencoba kabur. Tapi hanya butuh hitungan detik bagi pria lain menyeretnya kembali. Semua menjadi saksi bahwa melawan hanya akan berujung luka. Pria lain menyumpah dalam bahasa asing—terdengar kasar, beraksen keras ketika mendapati wanita dalam gengamannya mencoba kabur. pintu mobil yang semula terbuka dibanting dengan keras.
Ann, bersama kedua wanita lainnya dibawa masuk ke sebuah tempat yang dengan papan bertuliskan bahasa asing yang diterangi lampu merah redup. Lorong sempit, suara rintihan, bau alkohol serta asap rokok menemani mereka sepanjang jalan. Lengket, panas, yang makin membuatnya tak nyaman.
Mereka melewati berbagai lorong dan ruang, dibawa lebih dalam, dan lebih dalam lagi. Setiap belokan memperlihatkan sisi lain dari dunia yang tak pernah dia bayangkan benar-benar ada.
Pria dan wanita bercinta dimana saja. Semua kabur dalam kabut tipis yang melayang dari puntung-puntung ganja dan serbuk putih yang berpindah tangan tanpa sembunyi.
Ini tempat yang menelan batas—antara moral dan dosa, antara nyata dan khayal, antara hidup dan mati.
Langkah kaki bergaung saat seorang wanita muncul dari balik tirai manik-manik.
“Tak menawarkan mereka padaku, Pichai?”
Ia mengenakan cheongsam hitam ketat dengan bordir peony merah. Rambutnya disanggul rapi dengan tusuk konde giok, senyumnya sensual meski wajahnya menunjukkan usia. Tetap anggun dan memikat.
“Madam Lin, kami harus menawarkan mereka ke area bawah tanah. Pertandingan tinju menarik orang penting—mereka pasti membayar lebih tinggi, jauh darimu,” jawab pria bertato naga yang mencengkeram Ann.
"Jika mereka tak terjual kau bisa melemparnya kesini," wanita itu berkata dengan sinis lalu pergi dengan dua orang berperawakann besar dibelakangnya.
Ann dan dua orang lainnya kembali didorong ke depan. Menyusuri lorong demi lorong. Di dinding, lampu-lampu neon yang tadinya berkilau kini tinggal redup berkedip. Musik yang sebelumnya berdentum kini hanya gema jauh yang terdengar seperti suara rintih. Semakin mereka berjalan, semakin samar suara dunia luar. Dan semakin dekat… suara jeritan dan juga sorakan.
"Mikhael! Mikhael! Mikhael!’’
Nama itu berulang-ulang diteriakkan, seperti mantra pemanggil iblis dalam udara yang lengket oleh keringat, darah, dan kegilaan. Sorak-sorai menggema di arena tinju ilegal yang lebih mirip kandang hewan buas sedang menampilkan dua orang petinju yang bertarung hidup atau mati.
Menang dan dapatkan uangnya, maka kau akan dihujani uang—judi besar, nama besar, pesta semalam suntuk atau kalah, dan tubuhmu akan diseret ke lorong belakang. Tak ada upacara. Tak ada belas kasihan.
Mayat akan dilempar ke kawanan anjing, atau ke kandang serigala hitam yang menjaga tempat ini dari gangguan luar.
Para penculik tertawa di depan arena. Seolah menyaksikan tontonan komedi—bukan pertarungan hidup dan mati yang membuat tulang-tulang remuk dan darah membanjiri tanah.
“Saatnya bertaruh lagi,” ujar salah satu sambil mengisap cerutu, matanya berbinar seperti penjudi, bukan manusia.
Di tempat ini, Orang-orang bukan hanya terbiasa dengan kekejaman—mereka mencintainya. Mereka memujanya. Mereka bertaruh di atasnya.
Di tengah hiruk pikuk, Mikhael berdiri tegak di bawah sorotan cahaya. Tubuhnya berkeringat, berotot, penuh luka—tapi matanya penuh amarah, dingin yang menusuk seperti hewan buas yang tak ingin diganggu siapapun setelah menumbangkan mangsanya.
Tangannya diangkat sebagai pemenang pertarungan brutal malam itu. Sorak sorai pun meledak liar, merayakan kemenangan yang berdarah.
Sang juara tak terkalahkan.
Ann gemetar ketakutan, bahkan jauh lebih takut ketika dia menyadari dirinya diculik.
...
Setelah makan, Ann dengan sigap membantu Mikhael membereskan piring-piring di meja. Mungkin karena ia terbiasa mengurus rumah, gerakannya lincah dan teratur ketimbang gerakan Mikhael yang tampak canggung. “Tidak perlu buru-buru. Sisanya serahkan padaku. Duduk saja di sana.” Mikhael memberi perintah dengan menunjuk sebuah sofa yang tak jauh dari tempat mereka makan. "Tidak apa-apa, kamu berjanji akan meminjamkanku telepon, jadi ini tidak masalah," Ann tersenyum sedikit gembira, tanpa tahu wajah Mikhael yang sudah berubah gelap di sampingnya. Gadis ini… selalu saja menemukan cara untuk mengucapkan kalimat yang membuatnya jengkel. Walaupun Mikhael tahu dia sendiri yang menjanjikannya, tetapi mengucapkan selalu lebih mudah daripada menepatinya. Dan dia sama sekali tidak berniat meminjamkan telepon sialan yang diharap-harapkan gadis itu. “Kamu benar-benar tak sabar menelepon polisi agar mereka segera menjemputmu, ya?" Kata-katanya sarat akan sarkasme. Dingin. Menyesakkan. Mikhael meny
Ann terbangun perlahan. Kelopak matanya terasa berat, seperti baru saja menyeberangi mimpi buruk yang terlalu panjang. Ia menggeliat pelan, dan baru sadar bahwa dirinya kini tidak lagi berada di dalam mobil. Tubuhnya didekap erat dan ditutupi oleh jaket hitam yang hangat. "Sudah bangun?" Suara berat Mikhael membawanya kembali ke kenyataan. Mikahel menggendong Ann, mereka menaiki tangga yang cukup panjang. Menuju bagian atas rumah yang tersembunyi ini.Mereka masuk ke kamar dengan pintu besi tebal, seperti sel penjara. Dindingnya dipenuhi senjata—senapan, pistol, peluru. Semua yang selama ini Ann hanya lihat di film.Mikhael meletakkannya di kasur sebelah kanan, lembut tapi berdebu, kasur lembut yang sedikit berdebu karena sudah lama pemiliknya tidak kembali ke sini setelah melakukan pertandingan di area bawah tanah."Ada banyak orang yang ingin membunuhku." Dia melanjutkan "kau tahu? harga kepalaku sangat mahal, kau bisa mencoba membunuhku lalu menjualnya, maka kau bisa mendapatka
Kendaraan Jeep itu melaju cepat di jalanan yang mana aktivitas ilegal bukan lagi rahasia, melainkan rutinitas harian. Mereka melaju menembus malam, Deretan bangunan tua, lampu neon kelap-kelip, dan suara bising pasar gelap menjadi latar yang perlahan tertinggal di belakang, tergilas kecepatan. "Menunduk!" Mikhael dengan cepat membanting stirnya ke kanan, gang sempit yang setidaknya cukup untuk mobil jeep ini meneruskan pelarian dari kejaran. Suara tembakan terdengar dari belakang, semakin dekat dengan mereka seiring mobil melaju. Tembakan-tembakan itu terus meyebabkan dentuman logam menghantam bodi mobil— juga dinding-dinding yang tak bersalah.Dia menerobos taman, memaksa pejalan kaki melompat menghindar. Orang-orang berteriak, berlarian, dan beberapa jatuh terguling. Terutama para pemabuk yang baru menginjakkan kaki keluar dari kasino, Mikhael hanya bisa menyalahkan atas ketidakberuntungan mereka sendiri. Gas dipacu untuk berlari lebih laju, Mikhael mencengkeram setir seperti itu
Lampu kristal berkerlap-kerlip di langit-langit, memantulkan cahaya emas ke meja-meja judi yang dipenuhi chip dan rokok. Musik jazz tua mengalun di latar belakang, berpadu dengan suara dentingan mesin slot dan sorak rendah para penjudi. Di tengah keglamoran kotor itu, suasana terasa berat—karena semua orang di sini membawa senjata, atau membawa dosa yang cukup untuk mengubur hidup mereka sendiri. Mikhael duduk di meja VIP pojok, jauh dari keramaian. Ia menyandarkan tubuh ke sofa kulit hitam dengan malas sambil tangannya memegang kartu-kartu yang menentukan menang—kalahnya. Dengan tangan kiri yang masih memiliki perban, Mikhael melempar dua kartu ke tengah meja. “Flush. Sekop.” ucapnya sedikit bersemangat. Pria di sebelah kirinya mendecak, melempar kartunya ke meja. “Bajingan…” "Aku akan pergi dan kembali lagi ketika pertarungan minggu depan," Mikahel berbicara dengan seorang pria di sebelahnya. "Kamu membelinya? apa yang terjadi tiba-tiba?" "Tidak ada, hanya bosan.""Atau mula
Pichai dan orang-orangnya segera pergi setelah menerima gulungan uang yang hampir memenuhi tas hitam mereka. Langkah kaki mereka mulai meninggalkan ruang gelap ini bersama dengan gadis yang tersisa seorang diri. Menghilang di balik pintu besi yang menutup dengan dentuman berat. Ann mengkhawatirkan gadis itu, tanpa ia tahu bagaimana nasib dirinya sendiri. Mikhael masih berdiri tegak, bayangannya membungkus tubuh Ann yang sedang gemetar. Pria di depannya terlihat agung dan kasar, tingginya menjulang seperti tiang, dan Ann tidak lebih dari dadanya, bahkan sedikit kurang. Ia mengangkat dagu gadis itu dengan sentuhan dari balik tangannya yang kasar, kontras dengan kulit lembut gadis di depannya. “Lihat aku,” ucapnya—suara itu rendah, serak, dan berat. Ada rasa lelah diujungnya yang masih dapat dirasakan. Ann ragu. Matanya masih dipenuhi sisa air mata, kelopak matanya gemetar seperti daun di ujung angin Wajah pria di depannya tampak buram. Ann menyeka air matanya dengan cepat, hin
Ann dan dua wanita lain didorong masuk ke sebuah ruangan yang tampak terpencil dari arena pertarungan. Dindingnya berlapis besi dengan pintu tebal yang berderit saat dibuka, mirip seperti penjara. Aroma tembakau mahal, alkohol tua, dan keringat bercampur menjadi satu. Ruangan itu cukup luas, Lampu kuning tua menggantung di langit-langit, berayun pelan seolah kelelahan, memancarkan cahaya redup yang hidup segan, mati pun enggan. Berusaha menerangi orang-orang di bawahnya yang sedang bermain kartu dengan santai. Asap cerutu yang menari-nari menutupi wajah sang pemenang hari ini, Mikhael. Dirinya bertelanjang dada, masih ada darah lawannya yang membuat dirinya tampak lebih berbahaya. Ada satu tas hitam besar di sampingnya, terbuka lebar tepat di samping kaki Mikhael, tergeletak begitu saja di lantai semen yang dingin, seolah isinya bukan sesuatu yang perlu dilindungi. Tumpukan uang dolar mengisi isi tas hingga penuh, diikat rapi dalam bundelan-bundelan tebal—beberapa masih segar, ke
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Mga Comments