Home / Romansa / Kepemilikan / "Apakah Kamu Tidak Mengenaliku?"

Share

"Apakah Kamu Tidak Mengenaliku?"

Author: Yiyuan chi
last update Last Updated: 2025-07-22 16:40:34

Setelah makan, Ann dengan sigap membantu Mikhael membereskan piring-piring di meja. Mungkin karena ia terbiasa mengurus rumah, gerakannya lincah dan teratur ketimbang gerakan Mikhael yang tampak canggung.

“Tidak perlu buru-buru. Sisanya serahkan padaku. Duduk saja di sana.” Mikhael memberi perintah dengan menunjuk sebuah sofa yang tak jauh dari tempat mereka makan.

"Tidak apa-apa, kamu berjanji akan meminjamkanku telepon, jadi ini tidak masalah," Ann tersenyum sedikit gembira, tanpa tahu wajah Mikhael yang sudah berubah gelap di sampingnya.

Gadis ini… selalu saja menemukan cara untuk mengucapkan kalimat yang membuatnya jengkel. Walaupun Mikhael tahu dia sendiri yang menjanjikannya, tetapi mengucapkan selalu lebih mudah daripada menepatinya. Dan dia sama sekali tidak berniat meminjamkan telepon sialan yang diharap-harapkan gadis itu.

“Kamu benar-benar tak sabar menelepon polisi agar mereka segera menjemputmu, ya?" Kata-katanya sarat akan sarkasme. Dingin. Menyesakkan.

Mikhael menyandarkan tubung jangkungnya di lemari belakang, kedua tangannya dilipat di dada. Kombinasi wajah dan tubuhnya membuat aura mengintimidasinya sangat kuat . Ann, yang masih berdiri di depan wastafel, bisa merasakannya menusuk punggung.

Ya, tidak ada hari yang akan benar-benar aman jika ia terus berada di dekat pria ini.

"Apa maksudmu? aku hanya akan menelepon nenek, kamu bahkan bisa mengawasinya di samping ku. Lagipula lebih baik kamu segera memulangkan aku, jika ketahuan, kamu tidak hanya dipenjara, tapi juga akan dikenai denda, kemudian namamu akan buruk karena memiliki catatan kriminal," Ann segera menjelaskan panjang lebar, Ia berusaha masuk akal, walau kata-katanya diselimuti rasa takut.

Mikhael menyipitkan matanya.

Ketika gadis yang sedang ketakutan di sampingnya sedang mengoceh panjang lebar tentang perbuatan 'kriminalnya'. Itu lucu bagaimana gadis itu menggarisbawahi kata 'kriminal' pada seorang petinju bawah tanah ilegal di kawasan distrik lampu merah.

Apakah ia sedang bicara soal moral di hadapannya?.

Ia ingin menghapus kepolosan itu. Ia hanya ingin segera menodai kepolosannya dan membawanya masuk ke dunia yang sebenarnya. Membuat Ann berhenti percaya bahwa logika dan hukum bisa menyelamatkannya di tempat seperti ini.

Mikhael memeluk pinggang kecil Ann. Pinggang ramping yang bisa ia lingkari dengan tangannya. Tubuh mereka sangat dekat, tidak berjarak bahkan satu inci pun. Ann memalingkan wajahnya, menghindari nafas Mikhael yang membuatnya panas.

Dia tidak pernah memiliki kedekatan seperti ini dengan lawan jenis, dan dia tidak pernah menyukainya. Apalagi dengan orang asing yang baru saja merenggut kebebasannya, rasa ingin melarikan diri semakin mengakar kuat dalam dirinya.

"Mulai sekarang, tempatmu adalah aku. Aku adalah rumahmu, kamu tidak akan pernah pergi." Sebuah kalimat seperti bisikan yang merayap langsung ke dalam tulang.

Dingin.

Tuhan tahu betapa dia membenci laki-laki ini sekarang.

Tuhan juga tahu... betapa kalimat itu menakutinya.

Ann berusaha sedikit memberontak. Tangannya mendorong dada Mikhael, berusaha menciptakan jarak diantara tubuh mereka sekaligus melepaskan pingganya dari tangan kuat pria itu. Tetapi usahanya sia-sia. Bagaimana bisa kekuatan lembut seorang gadis seperti dirinya menandingi seorang petarung bawah tanah—pria yang hidup dari pertempuran, dari kekerasan, dari dunia gelap yang bahkan tidak ingin ia lihat?

Genggaman pria itu tidak goyah sedikit pun, malah semakin erat pada tubuhnya.

“Kalau kamu ingin melakukan hal-hal seperti ini... kenapa tidak menyewa seseorang saja? Seseorang yang memang menjual dirinya untuk disentuh. Aku bukan mereka,” suaranya bergetar, namun tetap tajam.

“Tahukah kamu... aku semakin membencimu setiap hari? Aku mencoba bernegosiasi, aku menawarkan jalan keluar, tapi kamu menginjak semuanya.” Ann berusaha mengangkat kepalanya. Matanya berusaha mencari celah diantara mata dingin Mikhael yang menusuk.

Dia sangat tidak menyukai mata yang tidak pernah bersahabat itu. Tidak akan pernah.

Ann menahan napas, suaranya pecah pelan.

“Kamu tidak hanya mengurungku... kamu sedang menghancurkanku.”

Ann kembali menatap mata Mikhael dengan wajah yang sedih. Bahkan jika dia tidak bisa meluluhkan pria di depannya, dia ingin pria itu tahu bahwa dia sedang tidak bahagia.

Terutama dibawah kekuasaannya.

Mikhael mengalihkan pandangannya, mengerutkan bibir tipisnya menjadi garis dingin dan tegas, lalu mulai berbicara dengan suara yang berat.

"Apakah kamu benar-benar tidak mengingatku? di panti asuhan yang sering kamu datangi, bukankah kamu berteman dengan salah satu anak laki-laki disana?"

Ann mengerutkan kening, bingung. Sorot matanya menyimpan keraguan, bahkan sedikit ketakutan. Dia sama sekali tidak pernah memahami Mikhael, tetapi kali ini dia lebih mempertanyakan kejiwaan pria itu yang tampak sedang bernostalgia dengannya. Seperti seseorang yang sudah jauh mengenalnya lebih dulu.

“Kamu berhenti datang. Lalu suatu hari, kamu menghilang begitu saja.”

Mikhael melanjutkan pelan. “Apa kamu tahu… betapa berartinya bisa melihatmu lagi hari itu?” Mikhael megeluarkan kata demi kata yang sama sekali tidak dimengerti Ann.

Genggaman di pinggangnya mengendur.

Ann melangkah mundur setengah langkah. Matanya mulai berkaca-kaca, bingung dengan perasaan apa yang mulai memenuhi dadanya—takut, bingung, atau rasa bersalah atas sesuatu yang bahkan tidak dia ingat.

" Ka-kamu salah mengenali orang! kita tidak pernah bertemu dan aku sama sekali tidak mengenalimu!"

Mikhael menyipitkan kedua matanya. Raut wajahnya seolah menunjukkan ketidaksabaran terhadap gadis di depannya.

"Salah? Aku tidak pernah salah mengenali orang. Wajahmu tidak pernah berubah, dan kalung yang ada di lehermu juga aku mengingatnya dengan jelas."

"Karena aku yang memberikannya kepadamu," lanjutnya.

Mata mereka bertemu. Yang satu memiliki mata yang penuh dengan kerinduan masa lalu sedangkan yang lainnya hanya menunjukkan sorot mata kebingungan.

Mereka terjebak dalam perasaan yang tidak berjalan seiring.

"Aku pindah setelah orang tuaku meninggal," ucap Ann dengan suara lirih, menggigit ujung bibirnya karena gugup.

"Aku... aku tidak mengingat hal-hal yang terjadi sebelum aku pindah." Gadis itu berharap bahwa perkataannya bisa sedikit memberi penghiburan kepada Mikhael yang masih mencoba membuatnya untuk mengingat masa lalu.

"Kamu kehilangan ingatan."

Mikhael menghela napas dalam, lalu mengalihkan pandangan sejenak. Suaranya menjadi lebih lembut, nyaris seperti gumaman.

"kamu menghilang, begitu juga dengan ingatanmu," lanjutnya, bibirnya sedikit tersenyum putus asa dan itu membuat Ann ikut merasa sedih tanpa dia bisa menjelaskannya.

...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kepemilikan   Seorang wanita dan Anak Kecil

    "Bagaimana bisa anda tahu saya disini?""Kamu kira berapa pasang mata yang mengawasimu di segitiga emas?""Sejak kapan kamu memiliki seorang wanita dan anak? bukankah aku sudah bilang untuk memakai pemngaman?"“Mereka bukan—” Ucapan Mikhael terputus. Rahangnya menegang, frustrasi jelas terlihat. Ia memperbaiki posisi duduk, menatap pria di depannya dengan sorot dingin."Katakan langsung apa yang anda inginkan.""Braga mencari seseorang.""Siapa? bukankah dengan kekuasaannya dia bisa menemukan siapapun yang dia mau?""Pernahkah kamu mendengar bahwa dia memiliki seorang putri?"Mikhael menaikkan sebelah alisnya, pandangannya kemudian tertuju pada asap cerutu yang perlahan mulai padam. Dirinya terdiam lama, tampak memikirkan sesuatu.“Informasi konyol macam apa ini?”"Aku pun tidak percaya awalnya, tetapi pencarian bertahun-tahun yang nihil membuatnya mulai melonggarkan pengawasan hingga informasi tersebut bocor.""Cari wanita itu, kita bisa menjadikannya tawanan untuk mengalahkan braga,

  • Kepemilikan   27. Kembali

    Sebuah mobil off-road berhenti di depan rumah putih berpagar besi.Lampu depan menyapu jalanan kering, menyorot halaman yang sunyi.Mikhael menoleh ke kiri.Wanita di sampingnya tertidur. Napasnya pelan dan rambutnya sedikit berantakan, menutupi sebagaian wajahnya.Mikhael menoleh ke arah belakang. Jia, anak kecil itu melihat ke arahnya.Mikhael menempelkan jari telunjuk di bibirnya.“Ssst…”Ia melepas sabuk pengaman dan turun, membuka pintu sisi penumpang dengan hati-hati. Tangannya menyelip ke bawah lutut Ann dan punggungnya, mengangkatnya perlahan.Langkahnya nyaris tanpa suara.“Bisa kamu buka pintu itu? Kuncinya ada di saku kiriku,” katanya pelan.Jia mengangguk. Ia menarik kunci dari saku celana Mikhael dan berlari kecil ke arah pintu.Sedikit terburu-buru, ia menekan tombol kunci dengan suara klik yang terlalu keras.“Pelan-pelan,” tegur Mikhael cepat.Begitu pintu terbuka, Mikhael melangkah masuk ke dalam rumah dan membawa Ann ke kamar tidur. Ia menurunkan tubuhnya dengan perl

  • Kepemilikan   Kembali ke rumah

    "Kita akan kembali ke rumah,""Rumah?""Rumahku," jawab Mikhael, sambil memasukkan beberapa barang ke dalam tasnya. Rumah di tengah hutan itu terasa semakin jauh—semakin jauh mereka pergi, semakin kecil kemungkinan Ann bisa meninggalkannya."Aku…" gumam Ann, suaranya serak dan ragu. Jari-jarinya saling meremas, tubuhnya menegang, alisnya berkerut bingung, seolah mencoba menemukan kata-kata yang tepat namun semuanya lenyap dalam ketakutan yang menekan dadanya.Ann terdiam, menatap Mikhael yang sedang memasukkan beberapa barang ke dalam tasnya. Rumah di tengah hutan itu terasa semakin jauh, kemungkinan untuk pergi dari Mikhael terasa kian mengecil.Mikhael menoleh, mata gelapnya menembus kebingungan itu. Ia tahu—Ann tidak ingin ikut dengannya.Dengan cepat, ia melempar tas ke ranjang. Tangan kekarnya berkecak di pinggang, menandai kemarahan yang membara, menatap gadis di depannya yang membeku.Tiba-tiba, lengan halus Ann terjepit oleh dua tangan besar. Tubuhnya terseret maju dengan kekua

  • Kepemilikan   "Apakah kamu mencintaiku?"

    Pintu berderit terbuka, menampilkan seorang pria bertelanjang dada yang berjalan dengan sempoyongan. Tangannya membawa dua tas hitam besar.Ann tertegun, matanya membesar. Tanpa pikir panjang, ia turun dari kasur, berlari menahan tubuh Mikhael yang hampir terjatuh. Tubuh mereka bertemu dalam benturan berat — perbedaan tinggi dan berat di antara keduanya hampir saja membuat Ann ikut terseret jatuh.Mikhael melemparkan kedua tas itu ke lantai dengan bunyi berat, lalu bersandar lemah pada bahu Ann. Hela napasnya hangat di kulitnya, berbau darah dan keringat.“Tahukah kamu berapa yang aku hasilkan hari ini?” suara Mikhael parau, namun di ujungnya masih tersisa senyum tipis.“Aku tidak ingin tahu,” jawab Ann, suaranya bergetar halus. Ia menuntun Mikhael ke tepi kasur, membiarkannya jatuh duduk.“Jia, bisakah kau mengambil air dan kotak obat di lemari?” Ann berkata lembut. sejak mikhael datang, dia telah berlari ke belakang sofa, bersembunyi sambil sesekali mengintip ke arah mereka.Pandang

  • Kepemilikan   Sebuah Kenyataan

    Akhir-akhir ini, Mikhael selalu pergi pagi buta dan pulang larut malam. Ann tidak tahu ke mana dia pergi — dan, sejujurnya, dia juga tidak ingin tahu. Kadang pria itu kembali dengan luka di wajah, perban di lengan, atau noda darah di kemejanya. Ia tidak menjelaskan apa pun, dan Ann pun tidak pernah bertanya.Apa lagi yang bisa dilakukan seorang pria seperti Mikhael di tempat seperti ini? Bertarung, memukul orang, hidup layaknya gladiator di neraka bawah tanah.Mikhael selalu menugaskan seorang pengawal untuknya. Pria tinggi besar yang mengikutinya ke mana pun, seperti bayangan yang tak bisa diusir. Kesempatan untuk melarikan diri? Tidak ada. Ia hanya bisa berputar-putar dalam neraka yang sama, setiap hari, setiap jam.Satu-satunya hiburan yang bisa ia lihat dari jauh hanyalah pertunjukan teater di lantai dua. Ann sering berhenti di depan balkon lantai dua, menatap pertunjukan itu dari jauh.Bukan karena ia tertarik, tapi karena itu satu-satunya hal yang bisa membuatnya bersyukur d

  • Kepemilikan   Tekad

    “Tidak ada satu pun kamera yang menangkap mereka. Tidak ada jejak, tidak ada petunjuk..."Suara Liu pecah di tengah ruangan yang pengap, menggema di antara tumpukan map dan kertas laporan yang berserakan. Ia menghantam meja dengan map berisi daftar orang hilang, hingga kertas-kertas beterbangan seperti serpihan amarahnya sendiri.Matanya merah. Sudah berjam-jam ia menatap layar monitor, memutar ulang rekaman CCTV yang sama, berharap menemukan sesuatu—apa pun—yang bisa memecahkan misteri ini. Tapi yang ada hanya kekosongan. Seolah orang-orang itu menghilang ke udara.“Terlalu rapi,” gumam seorang polisi di sudut ruangan. Ia menyesap kopi yang sudah dingin, lalu melanjutkan, “Tidak mungkin semua itu bisa terjadi tanpa perlindungan dari kalangan atas, sudah pasti mereka menyuap beberapa pejabat untuk membuka jalan atau melindungi mereka ketika melewati perbatasan.”“Pernah dengar nama Braga?” suara Joe memecah keheningan. Ia meletakkan map kusam di meja, wajahnya tenggelam dalam cahaya l

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status