Brakkkkk
Suara motor jatuh menabrak pohon mangga yang ada di pinggir jalan membuat orang-orang yang sedang sibuk dengan aktifitasnya berlarian menghampiri.
Seorang pria paruh baya bergeletak dengan bsambil memegangi kakinya yang tertimpa sepedah motor, keningnya juga terlihat berdarah.
"Ya ampun pak, apanya yang sakit?" tanya ibu-ibu penjual mie ayam yang kebetulan sedang membuka berobaknya hendak berjualan. Sepertinya wanita itu kenal siapa bapak itu.
"Aduhhhh buk, kaki saya terkilir tidak bisa berdiri!" ucap bapak itu sambil terus memegangi kakinya dan tidak memperdulikan keningnya yang berdarah. Sepertinya kakinya lebih sakit dari pada keningnya.
"Tolong bapak-bapak bantu pak Tato ke puskesmas!" ucap wanita itu sambil meminta bapak-bapak yang kebetulan juga sedang mengerumuni bapak yang katanya bernama pak Tato.
"Naik angkot saya saja!" salah satu pria dengan handuk kecil menggantung di pundaknya.
"Bu Narmi, tolong beritahukan sama istri dan anak saya ya, Bu!" ucap pak Tato lagi saat beberapa orang mulai memapahnya agar untuk masuk ke dalam angkot.
"Iya pak, nanti saya kasih tau Kiandra sama nya Rusmi!"
"Terimakasih ya buk!"
Angkot itu pun membawa pak Tato ke puskesmas terdekat. Bu Narmi langsung menghampiri rumah keluarga pak Tato yang memang tidak terlalu jauh dari lokasi kejadian.
Dan beberapa orang lainnya sedang meminggirkan motornya yang terlihat bagian boks depannya remuk. Sepertinya pak Tato sedang mengantuk tadi karena pulang dari jaga malam.
Pak Tato berprofesi sebagai satpam di salah satu perumahan yang ada di desa sebelah. Profesi itu sudah di gelutinya hampir dua puluh tahun. Semenjak menikah dia sudah menjadi seorang satpam.
🌺🌺🌺
Ibu penjual mie ayam itu sekarang sudah berada di depan sebuah rumah dengan cat berwarna kuning yang sudah usam, bahkan dindingnya sudah ada beberapa yang terlihat batubatanya.
Rumah dengan ukuran lima kali sepuluh meter itu tampak sepi, Bu Narmi segera berlari memasuki pagar yang terbuat dari bambu yang di cat dengan warna hijau dan putih itu.
Tok tok tok
"Bu..., Bu ...., Bu Rus! Pak Tato Bu, Bu ...!" wanita itu terus mengetuk pintu rumah berwarna merah tua itu tapi tetap saja tidak ada jawaban.
Sepertinya rumah itu kosong, hingga seseorang dari belakang berjalan cepat menghampiri Bu Narmi.
"Dudhe ada apa?" tanya seorang gadis yang terlihat rapi dengan tas yang mengandung di bahunya.
Wanita itu segera menoleh pada gadis yang baru datang itu,
"Syukurlah kamu datang Kia!"
"Ada apa ya budhe?"
"Bapak kamu!"
"Kenapa bapak?"
"Bapak kamu kecelakaan, sekarang sedang di bawa ke puskesmas!"
Gadis bernama Kiandra itu begitu panik mendengar penuturan wanita itu.
"Ibu di mana budhe?"
"Nggak tahu, saya panggil-panggil dari tadi nggak ada sahutannya!"
"Salsa?"
"Juga nggak ada!"
"Terimakasih ya budhe atas informasinya, Kiandra langsung ke puskesmas!"
Gadis itu pun kembali memutar sepedanya dan mengayuhnya menuju ke puskesmas desa.
Hanya butuh waktu lima belas menit dan dia sudah sampai di purkesmas. Saat di sana, seorang bidan mengatakan jika bapaknya ternyata di larikan ke rumah sakit.
"Rumah sakit?!"
Tampak sekali gadis itu tertegun, mendengar nama rumah sakit saja sudah membuat bulu kuduknya berdiri. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana keadaan bapaknya sekarang, pasti sangat parah, itu yang ia pikirkan.
Kiandra menatap sepedanya, jarak rumah sakit dengan puskermas cukup jauh. Ia tidak mungkin mengayuh sepedahnya ke sana.
"Mbak aku titip sepedahku di sini ya!" ucapnya pada para perawat yang sepertinya baru magang di puskesmas itu.
"Iya dek, nggak pa pa!"
Penampilan Kiandra memang terlihat lebih muda dari usianya, dia masih pantas jika masuk sekolah SMP, padahal satu bulan yang lalu dia baru saja lulus SMA dan sedang mendaftar ke salah satu perguruan tinggi yang tidak jauh dari rumahnya.
🌺🌺🌺
Gadis dengan begitu banyak prestasi akademi, bernama Kiandra. Ia tinggal bersama ayah , ibu sambung dan adik sambungnya. Walaupun satu ayah tetap saja perlakuan ibu sambungnya berbeda.
Ayahnya bernama Tato yang berprofesi sebagai satpam sedangkan ibunya sesekali mendapat panggilan memasak dari para tetangga setiap kali ada hajatan.
Adik perempuannya bernama Salsabila, dia begitu di manjakan oleh ibunya. Mungkin karena anak kandung, Salsabila bahkan di berikan fasilitas terbaik. Walaupun mereka beda ibu tapi usia mereka seumuran, saat Kiandra harus cari beasiswa dulu untuk kuliah, Salsabila sudah langsung bisa masuk ke salah satu universitas tanpa melakukan tes apapun dan uang pendaftaran pun langsung lunas.
Sebenarnya ibu sambung Kiandra adalah selingkuhan ayahnya saat ibunya masih hidup dan mereka menikah setelah ibu Kiandra meninggal karena melahirkannya. Saat itu ibu sambungnya juga sedang hamil Salsabila.
🌺🌺🌺
"Bu, kamar atas nama pak Tato Saputro di mana ya?" tanya Kiandra pada salah satu perawat yang berdiri di balik meja resepsionis.
"Masih di ruang IGD dek, kamu bisa tunggu di depan ruangannya saja ya!"
Lagi-lagi Kiandra di panggil dek, tidak masalah baginya.
Kini Kiandra sedang duduk di kursi tunggu yang ada di depan ruang IGD. Hingga dua wanita beda generasi menghampirinya dengan sedikit berlari.
"Bagaimana keadaan bapak?" tanya wanita paruh baya itu saat sudah berada di depan Kiandra.
Kiandra pun segera berdiri,
"Belum tahu Bu, masih ada dokter di dalam!"
"Bapak ada-ada aja sih Bu, sudah tahu Salsa sedang butuh banyak uang, bapak pakek acara jatuh segala!" keluh gadis dengan wajah kesal sambil melipat tangannya di depan dada.
Bu Rusmi mengusap bahu putrinya itu agar tenang, "Sabar Sa, berdoa saja semoga biayanya tidak terlalu banyak!"
"Apaan sih Salsa nih, bukannya keadaan bapak yang di khawatirkan malah lainnya!" batik Kiandra sambil menatap Salsa kesal.
Sepertinya Salsa mengerti maksud tatapan Kiandra, "Kenapa lihat aku kayak gitu, nggak suka?"
"Memang nggak ada yang lebih penting ya di otak kamu selain uang, dasar mata duwitan!" ucap Kiandra kesal.
"Jaga ya mulut kamu, memang kamu bisa bayar biaya rumah sakit ini?" Salsa tidak kalah kesalnya dengan ucapan Kiandra.
"Kalian apa-apaan sih, ribut di rumah sakit! Kalian membuat kepala ibu semakin mau pecah saja!" ucap Bu Rusmi sambil mengusap kasar kepalanya lalu duduk membuat kedua putrinya akhirnya diam dan ikut duduk.
Hingga pintu IGD itu pun terbuka dan seorang dokter keluar dari ruangan itu. Mereka bertiga pun dengan cepat menghampiri sang dokter.
"Bagaimana keadaan suami saya dok?" tanya Bu Rusmi. Salsa dan Kiandra berdiri di belakang ibunya siap untuk mendengarkan keterangan dari dokter.
"Pak Tato mengalami patah tulang kali, membuat kakinya harus di oprasi untuk kembali memperbaikinya!"
"Jika tidak di operasi bagaimana dok?"
"sulit kemungkinan bisa berjalan lagi!"
Mereka bertiga pun hanya bisa saling pandang. Ini keputusan yang sangat berat untuk mereka bertiga.
Bersambung
Jangan lupa untuk dukung tulisan saya ya, beri komentar dan subscribe ya
Follow akun I* aku ya
I* tri.ani5249
AuthorKarena rasa bersalahnya pada Kiandra, Bian pun akhirnya keluar dari kamarnya. ia bergegas untuk mencari Kiandara. gadis itu masih begitu polos hingga membuat Bian begitu khawatir.Hingga langkahnya terhenti di depan sebuah perapian, betapa terkejutnya dia saat mendapati gadis itu sedang tidur dan di sampinya di temani seorang pria yang ia kenal siapa pria itu."Kenan!"Bian pun segera mendekat dan membangunkan Kiandar, saat kIandara hendak mengeluarkan suara, Bian segera membuangk mulutnya. dengan perlahan Bian menarik tanga nya dan membawanya pergi dari tempat itu."mas, mau kemana? Biar aku tidur di sana saja!""Maksudnya sama pria itu?""Pak Kenan hanya menemaniku saja, dia baik kok mas, dia ngasih selimut sama kkkia!""kamu itu begitu polos hingga tidak tah kalau kamu sedang di manfaatkan!""La
Aku tahu Kia adalah gadis yang masih polos, walaupun aku sering menyebutnya anak kecil tapi berdasar KTP yang aku ketahui ternyata usianya sudah sembilan belas tahun. dia bukan akan kecil seperti yang aku bayangkan selama ini.Aku mengajak Kia ke taman, tujuanku adalah untuk mengurangi rasa kesalku karena Tere dan pria itu.Hal yang paling lucu yang bisa aku dengar dari gadis polos seperti Kia adalah dia baru pertama kali ciuman.Aku menertawakannya dan saat ia lengah segera ku tarik tubuhnya dan ku cium bibirnya, sebenarnya aku hanya sedang memanfaatkannya saja agar aku puas dan melampiaskan pada kiandra. Jahatnya ku, begitulah aku."Sekarang aku tidak punya hutang lagi kan karena tadi sudah menciummu?" Tanyaku dan Kia begitu polos, ia memegangi bibirnya setelah aku usap dengan tanganku.Kia mengangguk, aku tahu dengan pesonaku bahkan siapapun akan jatuh cinta deng
"Kia!"Panggilku setelah pintu ku buka, terlihat Kia sedang sibuk merapikan seprei. Dia menoleh padaku, seperti biasa tersenyum seolah tidak ada beban.Jika aku pikir-pikir dia adalah asisten yang terlama yang aku miliki selain Leo tentunya."Temani aku makan malam!""Makan malam?""Iya, pakai saja ini!" aku segera melempar paper bag itu, paper bag yang menorehkan luka di hatiku."Ini apa lagi mas?""Itu sebenarnya mau aku kasih sama Tere, tapi dia malam milih sama Kenan!" mungkin Kia tidak peduli dengan alasannya, tapi tetap saja aku ingin cerita padanya. Melihat wajah polosnya sedikit mengobati luka hatiku.Ahhhh ini tidak bisa di biarkan, bisa-bisanya aku menganggap Kia istimewa."Aku tunggu lima belas menit, selesai nggak selesai keluar!"Aku memilih segera keluar, tidak baik hati
Seharusnya jarak kursi itu tadi lebih jauh tapi karena Tere menggeser kursinya jadi terlihat lebih dekat dan sekarang aku yang berada paling jauh.Aku tertarik dengan paper bag yang di bawa pria itu, ukurannya sama dengan yang aku bawa saat ini, atau mungkin jauh lebih besar miliknya."Sebenarnya aku tadi cari kamu di kamar, tapi kamunya nggak ada, ternyata di sini!"Okey, sekarang aku tahu. Bukan aku dan hanya Tere yang di cari. Aku tetap memilih diam dan melihat apa yang akan terjadi selanjutnya, untuk apa pria itu mencari Tere."Ada apa mas?" Tere begitu manis padanya, sebenarnya dia kekasih siapa? Atau dia pernah tidur juga dengan pria itu? Ahhhh kenapa pikiranku jadi buruk sekali."Sebenarnya aku mau ngajak kamu datang ke pesta nanti malam, kamu mau kan jadi pasangan aku?"DegDia melakukan hal yang sama padaku. Tapi aku kembali opti
Aku tetap tidak ingin terlibat obrolan dengan mereka hingga mata pak Kenan mengarah padaku, mungkin dia sedikit penasaran dengan seseorang yang duduk sendiri di depan perapian."Kamu?"Aku tersenyum, pak Kenan mendekat padaku. Ada rasa was-was, takut apa yang di katakan oleh mas Bian itu benar."Boleh aku ikut duduk?" tanyanya sebelum bergabung denganku.Aku pun segera menggeser dudukku agar memberi tempat pada pak Kenan."Silahkan pak!"Pak Kenan segera duduk di tempat kosong yang ada di sampingku, kami sama-sama menghadap perapian dengan duduk di karpet bulu dan kaki yang di tekuk, bedanya aku pakek selimut sedangkan pak Kenan pakek treneng tidur berwarna biru tua."Kamu kenapa di sini sendiri? Bian mana? Kayaknya kakak sepupumu itu sedikit posesif!""Tadi aku ke sini nggak bilang pak, sama mas Bian!""
Aku seakan ingin menghentikan waktu untuk saat ini saja, saat di mana hanya ada aku dan mas Bian saja.Mas Bian terus menarik tanganku walaupun sebenarnya aku enggan kembali, aku tahu setelah ini sudah pasti mas Bian akan pergi dengan yang lain atau dia akan memilih tidur di tempat lain seperti yang ia katakan tadi pagi.Hingga kami sampai juga di ujung lorong, ku lihat ada seseorang yang sedang duduk berjongkok di depan kamar kami, walaupun gelap tapi aku bisa melihat siapa wanita itu, dia mbak Tere.Mas Bian melambatkan langkahnya, sepertinya ia masih enggan untuk bertemu dengan wanita itu.Hingga jarak kami semakin dekat, wanita itu segera berdiri dan hampir berjalan menghampiri kami tapi segera ia urungkan saat melihat tangan kami yang saling bertaut."Bian!""Ada apa kamu ke sini?" mas Bian masih menampakkan wajah dinginnya.Srekkk
Aku memilih meninggalkan makananku dan menghampiri mas Bian, mbak Tere harus mendapat pelajaran atas apa yang di lakukan pada mas Bian ku.'Cie, mas Bian ku, aku jadi malu sendiri menyebutnya mas Bian ku, tapi mau bagaimana, jika ada yang menelantarkan dia, aku jelas dengan tangan terbuka memungutnya!'Aku dengan semangat membara, berjalan dengan pasti menghampiri pria pujaan hatiku, aku sampai lupa kalau kali ini sendalku jauh lebih tinggi dari batu bata.Hingga sebuah kursi mematahkan semangatku, karena sendal hak tinggiku menyenggol kaki kursi hingga membuat tubuhku limbung.brukkkkksepertinya aku mendarat di tempat yang tepat, sangat tepat. Bibirku mendarat di bibirnya, hingga tubuh ini seakan tidak mampu bergerak lagi.'Bibir mas Bian begitu manis!'Mata kami bertemu, aku seperti es krim yang meleleh seketika hingga sebuah tangan menarikku dengan paksa bangun dari tubuh mas Bian.PlakkkkkSebuah tamparan kera
"Kamu ternyata cantik juga, anak kecil!" ucap mas Bian sambil mengusap kepalaku, jelas aku kesal. Aku harus menjelaskan berapa kali lagi agar pria idaman hatiku itu tidak memanggilku anak kecil, rasanya pengen gigit aja kalau boleh."Ayo!" sekali lagi, mas Bian benar-benar ingin buat aku Skot jantung, ia menarik tanganku dan melingkarkan ya di lengannya yang kekar hingga aku bisa merasakan kerasnya otot lengan mas Bian. Walaupun aku tidak pernah lihat tapi aku yakin jika pria itu memang pecinta olah raga.'Ehh tunggu! Sepertinya aku melupakan sesuatu!' kalau aku semesra ini sama mas Bian lalu bagaimana dengan mbak Tere, dia kan pacarnya mas Bian.Aku menghentikan langkahku saat sampai di depan pintu lift sebelum pintu itu terbuka."Mas, bagaimana dengan mbak Tere? Bukankan nanti mbak Tere marah saat lihat kita seperti ini?"Mas Bian menoleh padaku dan semakin mengeratkan tanganku yang ada di lengannya,"Dia milih pergi sama pak Kenan, jadi janga
Dari pada penasaran, aku pun memilih mendekati mas Bian. Dia sedang berselancar dengan benda pipihnya itu, entah apa yang sedang ia lakukan. Tidak lupa aku membawa sebotol minuman dingin untuknya, siapa tahu dia haus."Mas Bian haus nggak?" tanyaku setelah sampai di depannya. Pria yang selalu aku idolakan itu memilih mendongakkan kepalanya dan menatap ke arahku.Aku segera menyodorkan botol minuman dingin di tanganku."Kamu yang beli?""Bukan, om itu yang kasih!" ucapku sambil menunjuk pria brewok yang memakai kacamata sedang membagikan minuman."Duduklah!" mas Bian menepuk bangku kosong di sampingnya.Dengan senang hati dong aku duduk, memang dari tadi itu yaang aku inginkan, duduk bersebelahan sama mas Bian, tapi sayang sekali seandainya saja aku tadi yang berpose mesra sama mas Bian, pasti tambah seneng.Kami hanya saling diam, mas Bian juga tidak menanyakan apapun padaku padahal aku sudah di sampingnya, matanya tampak masih mengawas