Share

4. Apakah dia Hulk?

Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, tapi tak cukup membuat mata Lisa mengantuk. Duduk di sofa panjang berbentuk setelah lingkaran—di ruang tengahnya yang luas, Lisa tetap setia menunggu kepulangan putra semata wayangnya, Danu. Rasanya ia tidak sabar ingin segera mengutarakan niat hatinya. Kebahagiaan yang sudah beberapa hari ia tahan, lantaran Danu sedang berada di luar negeri untuk urusan pekerjaan. Dan, malam ini mendapat kabar putranya akan kembali, Lisa dengan setia menunggu.

"Mengingatnya hari itu, aku semakin yakin jika dia bisa menerima putraku apa adanya," gumam Lisa disertai senyum kebahagiaan kala mengingat senyum manis Zoya saat di kafe.

Gadis lucu itu dalam waktu singkat sudah berhasil membuat hati Lisa terpikat, dan Lisa semakin tidak sabar untuk segera memboyong Zoya beserta kedua sahabatnya ke rumah. Dengan begitu, keadaan rumah besarnya pasti tidak akan sesepi sekarang. 

"Pasti akan sangat menyenangkan bisa melihat mereka berkeliaran di rumah ini." Kembali tersenyum membayangkan ruangan yang kini hanya ada Lisa seorang diri, akan diwarnai canda-tawa ketiga gadis itu. 

"Danu benar-benar nakal, diam-diam sudah punya kekasih secantik Zoya." Lisa terkekeh teringat momen dimana Zoya menahan tangan Danu yang akan pergi. "Selain lucu dia juga cukup agresif." Kembali terkekeh pelan.

Lisa benar-benar menganggap apa yang ia lihat di kafe hari itu bukan sebuah kesalahan. Ia beserta seorang temannya yang duduk di ruang berbeda—hanya tersekat kaca transparan bisa melihat jelas apa yang terjadi pada Zoya dan Danu. Tapi sayangnya, Lisa tidak bisa mendengar pembicaraan mereka, dan malah menganggap jika Zoya datang sengaja untuk menyusul Danu.

"Benar kata Jeng Tina, ternyata putraku tidak gay. Buktinya dia bisa mencarikanku menantu secantik Zoya."

Lisa terus berbicara sendiri, merasa sangat bahagia akhirnya Danu akan segera melepas masa lajang. Setidaknya sesuatu yang selama ini ia takutkan tidaklah terjadi. "Maafkan ibu pernah menganggapmu tidak akan menikah, Sayang. Seharusnya ibu mendoakanmu yang baik-baik, bukan malah ikut berprasangka buruk." 

Lisa tersenyum haru membayangkan putranya akan bersanding di pelaminan dengan gadis yang diinginkan. Lisa tidak memperdulikan darimana Zoya berasal, karena jika Danu sudah memilihnya, maka Lisa pun pasti akan menyukainya.

Tanpa terasa dua jam telah berlalu, terlalu banyak merencanakan sesuatu yang indah setelah Danu menikah nanti, Lisa baru sadar jika hari sudah hampir tengah malam. Berpikir mungkin Danu tidak jadi pulang, Lisa yang sudah berdiri di dekat saklar lampu, bersiap mematikan benda penerang tersebut. Sampai tiba-tiba terdengar suara derap sepatu dan berhasil mengalihkan pandangan Lisa.

"Syukurlah kau jadi pulang, Sayang."

"Ibu…" Danu terkejut melihat ibunya belum tidur, terlebih setelah melihat benda yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Lantas, buru-buru mendekat. "Kenapa Ibu belum tidur? Sekarang bahkan sudah tengah malam." Danu segera meraih tangan kanan Lisa dan mencium punggung tangannya.

"Ibu sengaja menunggumu, Nak. Ibu sudah dua jam duduk disini." Lisa balas mencium kening Danu—putra kebanggannya. Meski penampilan Danu kerap kali dipandang sebelah mata oleh kebanyakan orang. Tapi kasih sayang Lisa tidak pernah berkurang sedikitpun sampai sekarang usia Danu sudah kepala tiga.

"Tapi sepertinya ibu tidak akan bicara sekarang. Lebih baik kamu bersihkan diri dan istirahat. Karena ibu juga akan istirahat."

Kendati yakin ada sesuatu yang penting ingin ibunya sampaikan, tetapi mengingat waktu tidak memungkin untuk mereka berbicara, akhirnya Danu hanya bisa mengangguk pasrah. Lantas, berjalan menuju kamarnya.

*****

"Apa ibu akan pergi?" Danu menarik kursi di sebelah Lisa yang sedang menikmati sarapan. Saat berjalan menuju meja makan tadi, ia sempat melihat koper yang diyakini milik sang ibu sudah tersedia di dekat tangga.

"Iya sayang, ibu harus ke luar Kota dan belum tahu kapan bisa kembali. Tapi ibu rasa akan sedikit lama disana."

"Apa ada fashion show?"

"Heem. Tadinya ibu tidak berniat pergi, mengingat hari ini juga ibu ada janji dengan seorang gadis."

"Gadis?" ulang Danu mengerutkan alis.

"Kamu mau makan apa?" Setelah mengangguk, Lisa segera berdiri—bersiap menyiapkan sarapan untuk Danu. 

"Nanti saja Bu, aku belum ingin sarapan. Aku mau gym dulu." Danu memilih menenggak air mineral hingga setelah gelas. Lalu, bermaksud bangkit, sebelum akhirnya gurauan Lisa membuat alisnya semakin mengerut dalam.

"Apa di hari libur kamu tidak berniat menemui gadismu? Kamu bisa mengajaknya kemanapun. Karena ibu yakin dia juga sedang tidak bekerja sekarang."

Tidak mengerti apa yang ibunya bicarakan, Danu menatap heran wanita yang sudah melahirkannya itu. Tapi tak ada sepatah katapun yang terucap dari bibirnya.

"Kamu sudah benar dengan memilihnya. Ibu mendukung hubungan kalian, dan minggu lalu ibu juga sudah datang melamarnya untukmu."

"Apa yang ibu bicarakan? Dan gadis mana yang sudah Ibu lamar untukku." 

"Sudahlah. Tidak perlu ditutupi lagi. Ibu sudah tahu semuanya." Melihat senyum penuh arti sang ibu, benak Danu menerka-nerka siapa gadis yang akhir-akhir ini sering bersamanya. Naasnya sampai Lisa menyelesaikan sarapan, Danu tak juga menemukan jawaban. Sampai akhirnya kalimat lanjutan Lisa membuatnya berspekulasi jika mungkin itu hanya siasat ibunya yang mau menjodohkannya dengan gadis yang dipilih.

"Sepulang ibu nanti, kita akan mengundangnya makan siang. Untuk itu, kamu tidak perlu lagi diam-diam menjalin hubungan dengannya." 

"Terserah ibu saja," ujar Danu pelan. Tepatnya pasrah jika dirinya memang akan dijodohkan.

"Bagus. Ibu suka jawaban itu. Kalau begitu ibu berangkat sekarang. Supir sudah menunggu di depan." Lisa bangkit, dan tidak lupa meninggalkan kecupan di dahi Danu sebelum akhirnya pergi diikuti pelayan yang menyeret kopernya.

"Mungkin memang sudah saatnya aku menikah. Wajar jika ibu mulai mencemaskan itu," gumam Danu ikut bangkit menuju arah yang berbeda dengan Lisa.

*****

"Ingat Zo, sesuai rencana kita. Nanti saat Tante Lisa datang, biarkan aku yang menemuinya, kamu tidak usah keluar, oke?"

"Kamu yakin Vin, Tante Lisa akan percaya?" sela Melly ragu.

"Kita 'kan belum mencobanya Mel. Jangan lupa sebelum itu kita juga berdoa semoga saja apa yang kita inginkan itulah yang terjadi."

Zoya yang sebelumnya terlihat antusias, tiba-tiba mengerutkan alis—mencemaskan akan nasib Vina jika Lisa menyetujui ide mereka.

"Tapi aku juga tidak mau dia sampai memperlakukanmu dengan buruk, Vin. Bagaimana kalau dia seorang petinju atau mungkin saja master beladiri?"

Jika Melly langsung menutup mulutnya dengan kedua tangan, Vina yang sepertinya mulai terprovokasi terlihat mencerna ucapan Zoya.

"Dia punya mata setajam elang jika didekati," lanjut Zoya. "Kalian tau sendiri bukan, dia juga memiliki tubuh yang tinggi besar. Selain itu dia juga punya telapak tangan yang lebar. Bisa dibayangkan bagaimana jika itu mendarat di tubuh atau mungkin pipi kita?" 

Semantara Zoya dan Melly kompak bergidik ngeri, Vina membelalkan mata. Membayangkan dirinya berada di atas ring dan tubuhnya yang ramping diangkat dengan satu tangan oleh pria jadul itu, lalu diputar layaknya gangsing.

"Apakah dia manusia Hulk?" celetuk Vina tiba-tiba.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status