Share

5. Sakit!

Zoya benar-benar merasa kehidupan telah kembali seperti semula. Tepatnya sejak sebulan lalu tidak ada kabar dari Lisa, ia beserta kedua sahabatnya menganggap wanita itu benar-benar telah melupakan lamaran tempo hari yang hampir membuat mereka melarikan diri layaknya pencuri. Tapi sekarang, Zoya merasa kedamaian hidup kembali dirasakan. Kendati ia berjanji tidak akan lagi mendatangi 'kafe bahagia' ataupun kafe manapun guna meminimalisir bertemu dengan pria berpakaian jadul itu—pria pemilik wajah dan mata yang sangat mengintimidasi. 

Namun, terlepas dari semua yang sudah pernah terjadi, baik Zoya maupun kedua sahabatnya mulai bisa berpikir dewasa. Sehingga tidak akan lagi menjadikan segala sesuatu yang menurut mereka aneh—sebagai bahan taruhan. Mereka benar-benar insaf. Tidak ingin mengulang kesalahan fatal untuk yang kedua kalinya.

"Zo, sarapanmu ada di atas meja. Kami berangkat sekarang, ya..," seru Vina seraya berlari menjauh. Semantara Melly yang sibuk memainkan ponsel sudah keluar lebih dulu.

"Iya, jangan lupa tutup pintunya," balas Zoya tanpa membuka mata.

Tidak lama pintu kost terdengar terbuka dan kembali tertutup. Berpikir Melly juga Vina sudah pergi, Zoya yang pagi itu baru pulang bekerja setelah lembur semalaman, kembali menarik guling kesayangannya—memeluk erat berharap bisa tertidur nyenyak sampai waktu yang ia inginkan. 

Akan tetapi baru beberapa detik nyawanya melayang, bahkan belum sempat sampai menembus alam mimpi. Suara dering ponsel membuatnya berdecak kesal. Berniat mengabaikan panggilan tersebut, Zoya menutup telinga dengan guling. Tetapi suara panggilan kembali terdengar berulang-ulang meski sempat berhenti. Semakin kesal tidurnya diganggu, akhirnya Zoya memaksa tubuhnya untuk bangkit dan meraih benda pipih persegi dari atas meja dekat ranjang. Begitu menggeser icon 'jawab' Zoya langsung menempelkan benda tersebut ke telinganya, tanpa mengamati foto siapa yang tertera di layar ponsel.

"Iya halo," ujarnya malas.

"Apa kabar Sayang? Apakah hari ini kamu sibuk?"

Zoya yang sebelumnya hendak kembali berbaring, terjingkat seketika begitu mengenali siapa pemilik suara di seberang sana. Tidak ingin salah menduga, Zoya segera memastikan layar ponselnya, dan tatkala matanya membelalak begitu melihat foto Lisa di layar ponselnya.

"Ta-tante Lisa," gagap Zoya.

"Iya Sayang, ini ibu. Ibu sengaja menghubungimu karena ingin mengajakmu makan siang hari ini. Tidak ada penolakan, ya? Ibu akan menunggu di alamat yang nanti akan ibu shareloc."

Zoya menarik nafas panjang, mencoba untuk mengusir ketidak percayaannya yang semakin memuncak begitu Lisa memutus panggilan. Sembari memandang sekeliling kamarnya dengan tatapan kosong, Zoya mencari-cari jawaban atas pertanyaannya yang tak kunjung terpecahkan.

Lisa menghubungi dirinya lagi? Tapi dalam rangka apa makan siang nanti? Apakah dengan begitu ia akan bertemu lagi dengan laki-laki menyeramkan itu?

"Gila! Ini benar-benar gila. Bisa dipastikan tamat riwayatku kalau sampai bertemu dia lagi."

Klunting

Pandangan Zoya teralihkan kembali ke layar ponsel yang baru menerima pesan masuk. Setelah membaca pesan dari Lisa, ia pun berdecak bimbang. "Ck. Bagimana ini? Tante Lisa tidak mau aku sampai menolak undangannya. Tapi kalau tetap pergi apa itu tidak bahaya? Apa dia bisa memastikan keselamatanku dari amukan anaknya?"

Zoya benar-benar dibuat dilema. Menghadiri undangan Lisa besar kemungkinan ia bisa bertemu lagi dengan pria itu—putra Lisa yang garang. Tetapi jika Zoya tidak sampai datang, khawatir Lisa akan membuktikan ucapannya pada Vina satu bulan lalu saat memaksa sahabatnya itu memberi alamat tempat tinggal mereka.

Lantas, tindakan apa yang harus Zoya ambil sekarang? Memilih pergi atau mengabaikan undangan Lisa?

"Simalakama. Datang atau tidak aku tetap saja bisa berakhir di penjara," gumam Zoya frustasi.

Sambil memegang kepalanya yang pusing, Zoya merenung sejenak dan mencoba untuk menenangkan diri. Ia tahu harus membuat keputusan secepat mungkin karena waktu sudah semakin dekat. Dan, setelah berpikir sejenak, Zoya akhirnya memutuskan pergi menghadiri undangan makan siang Lisa.

"Setidaknya aku harus berani bertanggung jawab atas apa yang sudah kulakukan pada laki-laki aneh itu. Yah! Aku Zoya, gadis pemberani. Sudah cukup aku bersembunyi seperti pengecut selama sebelum terakhir. Sekarang saatnya aku berani menunjukkan diri dihadapannya. Semangat!" 

Selesai menyemangati dirinya sendiri, Zoya yang memang sudah sempat mandi sebelum memutuskan untuk tidur tadi, segera berganti kostum yang memang fashion dirinya. Celana cargo army panjang yang dipadukan t-shirt putih berlengan panjang pula. Meski ukuran celana tersebut sedikit kedodoran, membuat Zoya tetap yakin mengenakannya. Setelah mengenakan sneakers putih dan menyambar topi agar wajahnya sedikit terhalang benda itu baik dari sinar matahari ataupun saat beradu tatap dengan laki-laki jadul—putra Lisa.

******

"Apa aku tidak salah ini tempatnya? Boutique Ls. Bukankah ini toko baju?"

Masih memandang ragu bangungan berukuran luas di depannya, sesekali Zoya juga mencocokan alamat yang Lisa kirimkan—-dengan bangunan di depannya, pun dengan plang yang berdiri menjulang di dekatnya berdiri.

"Sepertinya benar ini tempatnya," gumamnya lagi bersiap menaiki beberapa anak tangga di depannya sebelum sampai di pintu masuk.

Terlalu sibuk mengendalikan diri dari kegugupan yang bercampur takut, Zoya terkesiap saat tiba-tiba sudah berada tepat di depan pintu masuk. Tidak langsung mendorong pintu kaca gelap di depannya itu, Zoya justru menimang apakah sudah benar ia mendatangi tempat tersebut.

Sepersekian detik berlalu, Zoya masih merasa ragu dan cemas. Ia merenung sejenak, dan ketika ketakutan tentang apa yang bisa saja terjadi selanjutnya kembali menjejal kepala—Zoya semakin dilanda kerisauan.

"Apa aku harus masuk atau jangan?" pikir Zoya sambil memandangi pintu kaca di depannya. Namun, ia merasa terkejut saat tiba-tiba terdengar suara tawa dari dalam toko. Penasaran, seramai apa di dalam sana, Zoya merapalkan doa lebih dulu sebelum mendorong pintu kaca tersebut.

"Tenangkan aku ya Allah… lindungi aku juga dari keganasan pria aneh itu. Semoga dia tidak benar-benar menelanku bulat-bulat. Aku masih ingin hidup, makan enak dan tidur nyenyak setelah ini."

Namun, sekonyong-konyong Zoya terkejut ketika pintu didorong dari dalam, dan.

Duk!!

"Auw!!!" pekik Zoya lantang. "Kenapa tidak ditarik saja!" sungutnya sambil mengusap dahi yang terasa ngilu. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status