Share

Bab 04

Author: Olivia Yoyet
last update Last Updated: 2024-12-19 12:20:31

04

Hari berganti hari. Semenjak pertemuannya malam itu dengan Lilakanti, Farisyasa mulai sering memikirkan perempuan tersebut. 

Dia penasaran dengan kehidupan Lilakanti saat masih bersama Ayah Azrina. Terutama karena perempuan berambut panjang itu tetap diam saat ditanya Farisyasa, tentang penyebab matanya berkaca-kaca. 

Farisyasa bisa menebak mungkin dulunya kehidupan rumah tangga Lilakanti dan mantan suaminya, tidak berjalan dengan baik. 

Farisyasa teringat pernikahannya bersama Naura Charisma. Betapa Farisyasa menyesali sikapnya yang tak jauh berbeda dibandingkan Baron, yakni menyia-nyiakan istri. 

Terbayang kembali kenangan 4 tahun silam, di mana Farisyasa terpaksa menikahi Naura atas permintaan almarhumah neneknya, yang merupakan kerabat jauh Naura. 

Kendatipun tidak saling mencintai, tetapi Naura melayani Farisyasa dengan bersungguh-sungguh. Perempuan tersebut bahkan rela berhenti bekerja hanya demi menjadi Ibu rumah tangga sepenuhnya. 

Akan tetapi, saat itu Farisyasa tengah mabuk kepayang pada kekasihnya, yang tidak disetujui keluarga, karena dianggap sebagai perempuan matrelealistis. 

Hal itu ternyata memang terbukti benar. Tepat seusai Farisyasa menceraikan Naura, kekasihnya menghilang dan akhirnya ditemukan tengah bersama salah satu pengusaha dari Malaysia, di hotel terkenal di Bali. 

Farisyasa mengamuk dan menghajar pria itu. Namun, akibatnya dia harus berurusan dengan hukum dan nyaris dimasukkan ke penjara. 

Wirya dan tim PBK yang telah berupaya keras untuk membebaskan Farisyasa dari tuntutan hukum berat. Hingga dia hanya mendapatkan sanksi ringan. 

Panggilan Dharvan memutus lamunan Farisyasa. Pria bermata sipit menyugar rambutnya yang sedikit memanjang, sambil menunggu adiknya duduk di kursi seberang. 

"Ayah nanya, kapan Akang mau datang ke rumah?" tanya Dharvan. 

"Belum tahu. Besok aku mau berangkat ke Singapura. Paling bisanya minggu depan ke tempat Ayah," jawab Farisyasa.

"Ke Singapura, ngapain?" 

"Proyek SG dan KHAFGEM." 

"Hmm, aku lupa, Akang sekarang jadi bos besar." 

"Kamu ngeledek?" 

"Enggak. Aku justru bangga sama Akang. Bisa membuktikan diri berhasil tanpa embel-embel nama keluarga." 

"Itulah tujuanku. Ingin sukses dengan hasil kerja sendiri."

"Ya, aku paham. Aku juga niru Akang." 

"Ehm, Van, awal tahun depan aku mau berangkat ke Kanada dan tinggal di sana sekitar 6 bulan." 

"Lama amat?" 

"Aku gantiin tugas Arudra. Harusnya aku berangkat Agustus. Tapi, karena dia lagi nunggu istrinya lahiran, akhirnya aku yang berangkat duluan." 

"Besarkah proyek di sana?" 

"Yups. Beberapa perusahaan terkenal ikut ambil bagian di sana. Aku join sama teman-teman PC. Karena kalau modal sendiri, nggak kuat." 

"Dari Indonesia, perusahaan mana saja yang ikutan?" 

"Pangestu, Mahendra, Pramudya, Adhitama, Baltissen, Ganendra, Dewawarman, Latief, Aryeswara, Janitra, Cyrus dan Vong." 

"Gila! Gurita semua!" 

"Yang kecil-kecilnya, aku, Arudra, Kasyafani, Ghael, Mark, Hamiz, Drew, Olavius, Emris, HWZ dan Mas Arya." 

"Yang kecil kayaknya cuma kita, Kang. Sama Janardana aja, kita masih kalah." 

"Om Rahmadi sudah memulai bisnis dari masih belum menikah. Dibantu Om Rianto, Janardana Grup tambah maju. Sekarang, dikerjakan keroyokan lima anak mereka. Ditambah beberapa orang PBK hasil pinjaman, makin kuat pondasinya perusahaan itu." 

"Akang nggak minjam tim PBK juga?" 

"Bayar gajinya lumayan berat, Van." 

Dharvan manggut-manggut. "Iya, sih. Andi aja gajinya besar untuk ukuran karyawan biasa." 

"Dia triple job. Ajudan, asisten dan sopir. Kebantu banget aku sejak ada Andi. Dulu, pulang kerja itu udah capek banget dan malas nyetir. Ujung-ujungnya pakai taksi. Double biaya." 

Dering ponsel menghentikan percakapan itu. Farisyasa mengambil telepon seluler dari meja. Tanpa sadar dia tersenyum, sesaat sebelum mengangkat panggilan. 

"Waalaikumsalam," ucap Farisyasa menjawab salam sang penelepon. "Ada apa, La?" tanyanya. 

"Ayah Mas tadi nelepon aku," terang Lilakanti. 

Farisyasa membulatkan matanya. "Ayah nelepon?" 

"Iya." 

"Duh! Kok, beliau bisa tahu nomor teleponmu?" 

"Aku juga nggak paham. Kirain Mas yang ngasih." 

"Enggak. Aku belum ada ketemu lagi dengan Ayah." 

"Hmm." 

"Tadi Ayah bilang apa?" 

"Beliau nanya, kapan kita mau berkunjung?" 

Farisyasa meringis. "Terus kamu jawab apa?" 

"Nunggu Mas ngajak aku." 

Farisyasa memijat dahinya yang tiba-tiba berdenyut. "Belum bisa dalam minggu ini. Aku baru bisa minggu depan." 

"Mas-lah yang ngomong ke beliau." 

"Ya, nanti aku telepon Ayah." 

"Oke." 

"Ehm, La." 

"Ya?" 

"Nanti malam, bisa ketemu?" 

"Di mana?" 

"Rumahmu." 

Sekian detik suasana hening. Lilakanti memikirkan jawabannya. Sedangkan Farisyasa masih menunggu perempuan tersebut menyahut. 

"La, kamu tidur?" seloroh Farisyasa, yang menjadikan Dharvan terkekeh. 

"Enggak," jelas Lilakanti. "Aku lagi mikir," ungkapnya. 

"Enggak boleh, ya?" 

"Aku bingung, Mas. Gimana ngejelasin tentang Mas pada keluargaku." 

"Bilang aja, kita teman." 

"Bundaku nggak akan percaya. Beliau pasti nanyain terus." 

Farisyasa tersenyum. "Ciri khas ibu-ibu." 

"Hu um." 

"Enggak apa-apa, deh. Aku siap diinterogasi." 

"Beneran?" 

"Ya. Anggap saja, balas budi karena waktu itu kamu juga dicecar banyak pertanyaan sama ayahku." 

***

Lilakanti mematut tampilannya di cermin. Sudah tiga kali dia mengganti baju, karena merasa terlalu resmi. Padahal Farisyasa hanya berkunjung biasa, dan bukan hendak mengajaknya berkencan. 

Lilakanti tertegun saat pikiran itu melintas. Dia cepat-cepat menggeleng sembari mengomeli diri yang bertingkah seolah-olah remaja, yang akan diapeli pacar. 

Perempuan berbibir penuh mendengkus pelan. Dia harus bisa menahan diri dan menjaga perasaan, agar tidak jatuh hati pada Farisyasa. 

"Mama, ada Om Fais," tukas Azrina, sesaat setelah membuka pintu kamar. 

Lilakanti spontan tersenyum. "Faris, Na. Bukan Fais," jelasnya. 

Azrina mengangguk. Gadis kecil berkaus putih mengamati mamanya yang tengah menyisir rambut. Azrina bingung melihat Lilakanti berdandan. Padahal biasanya sang mama tidak pernah seperti itu bila ada di rumah. 

Sekian menit berlalu, Lilakanti dan Azrina telah berada di kursi ruang tamu. Sesuai dugaan, Bunda Lilakanti yang bernama Salma, menanyai Farisyasa yang menjawabnya dengan santun. 

Lilakanti merasa malu dengan sikap bundanya. Dia berulang kali menyolek paha Salma, seolah-olah tengah memberi kode agar perempuan tua berjilbab putih berhenti menanyai Farisyasa. 

Andi yang turut menemani bosnya, nyaris tidak bisa menahan tawa. Bekerja selama 6 bulan terakhir, membuatnya memahami karakter Farisyasa yang bisa berlakon menjadi orang yang santun. Padahal sebenarnya Farisyasa adalah pribadi yang usil. 

"Na, ikut Om, yuk?" ajak Andi. Dia memutuskan untuk membantu sang bos agar terhindar dari interogasi. 

"Ke mana?" Azrina balas bertanya. 

"Mini market." 

"Aku mau beli cokelat." 

"Oke." Andi memandangi bosnya, kemudian mengedipkan mata kiri. "Bapak bukannya tadi mau beli martabak?" tanyanya. 

"Ehm, ya." Farisyasa hendak mengambil dompetnya, tetapi dia akhirnya mengurungkan niat. "Aku ikut aja, deh. Sekalian mau beli yang lain," ungkapnya. 

Andi berdiri, lalu mengulurkan tangan kanan yang diraih Azrina dengan semangat. "Bu, mau ikut juga?" tanyanya sembari menatap Lilakanti. 

"Ehm, ya. Tunggu bentar. Aku ngambil dompet dulu," jelas Lilakanti sambil berdiri. 

Tidak berselang lama keempatnya telah berada di mobil MPV hitam. Lilakanti mendengarkan putrinya yang sibuk berbincang dengan Farisyasa dan Andi. 

Lilakanti mengulum senyuman menyaksikan tingkah Azrina yang kentara sekali senang bisa jalan-jalan menggunakan mobil. 

"Mas, yang tadi, maafkan Bunda," bisik Lilakanti sembari mendekatkan diri ke pria yang mengenakan t-shirt putih. 

"Enggak apa-apa. Wajar kalau beliau banyak tanya. Apalagi aku memang baru kali ini memperkenalkan diri. Kemarin itu cuma nganterin kamu sampai depan rumah," terang Farisyasa. 

"Aku malu." 

"Kamu kira, aku nggak malu, waktu Ayah mencecarmu tempo hari? Sama aja, La." 

Lilakanti tersenyum. "Tapi, aku pikir Bapak itu orang yang baik. Beliau nanyanya juga sopan. Nggak kayak Bunda tadi." 

"It's okay. Aku sudah biasa menghadapi ibu-ibu cerewet." 

"Apa Ibu Mas juga gitu?" 

"Ibu, sih, nggak terlalu. Tapi sekretarisku. Resenya ngalah-ngalahin bundamu." 

Lilakanti seketika terbahak. Demikian pula dengan Andi. Sementara Farisyasa mengamati perempuan berbaju krem yang terlihat sangat berbeda kala tertawa. Lebih bersinar dan terlihat bahagia. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Al-rayan Sandi Sya
beneran jatuh cinta nanti km far
goodnovel comment avatar
~•° Aishiteru °•~
ternyata si faris rada red flag yaa, tapi setiap orang memiliki masa lalu. yang terpenting orang itu mau berubah menjadi lebih baik
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Kepincut Duda Berjanggut    Bab 60

    60Jalinan masa terus berjalan. Tibalah hari yang ditunggu-tunggu semua umat Islam di seluruh dunia. Farisyasa dan Lilakanti serta yang lainnya berangkat menuju gedung KBRI di pusat kota, dengan menggunakan tiga mobil SUV. Sesampainya di tempat tujuan, mereka turun dan bergabung dengan banyak orang, yang juga hendak menunaikan salat Ied. Azrina mengulaskan senyuman saat bertemu dengan beberapa bocah asal Indonesia, yang ikut bersama orang tua masing-masing. Puluhan menit terlewati, salat Iedul Fitri telah usai. Semua orang beranjak memasuki ruangan luas dan antre di beberapa meja prasmanan. Lilakanti mengambilkan makanan buat anaknya terlebih dahulu, kemudian dia mengambil opor, rendang dan sambal goreng kentang cukup banyak untuknya sendiri. Dia hanya menuangkan sedikit lontong ke piring. Kemudian Lilakanti meraih beberapa tusuk sate dan meletakkannya ke atas lontong. "Ma, yakin habis segitu banyak?" tanya Farisyasa, sesaat setelah Lilakanti menduduki kursi di sebelah kanannya.

  • Kepincut Duda Berjanggut    Bab 59

    59Hari berganti menjadi minggu. Farisyasa telah pulih dan beraktivitas seperti biasa. Namun, dia terpaksa tidak berpuasa, sampai kondisi perutnya benar-benar sembuh. Lilakanti tetap menjadi Ibu rumah tangga sepenuhnya. Dia tidak mau Azrina sendirian jika ditinggal bekerja. Gadis kecil tersebut juga masih cuti sekolah, supaya bisa menjalankan ibadah puasa dengan lancar. Pagi itu, Farisyasa baru selesai mandi ketika Lilakanti menerobos ke toilet. Pria bermata sipit, terkejut melihat istrinya yang tengah mengeluarkan isi perut ke kloset. Dengan sigap, Farisyasa memegangi Lilakanti dengan tangan kiri. Sementara tangan kanannya memyambar selang shower kecil dan menyirami kloset hingga bersih. Setelahnya, Farisyasa menuntun Lilakanti ke kamar. Dia membantu menyelimuti perempuan tersebut yang mengeluh kedinginan. Farisyasa meraba dahi Lilakanti dan kaget karena kening istrinya panas. Pria yang hanya mengenakan handuk, mengambil termoteter dari laci untuk mengukur suhu tubuh Lilakanti.

  • Kepincut Duda Berjanggut    Bab 58

    58Jalinan waktu terus berputar. Tibalah saat membahagiakan bagi seluruh umat Islam di dunia. Bulan Ramadhan menjadi waktu yang paling pas untuk memperbanyak ibadah. Sekaligus melatih kesabaran diri. Bagi Farisyasa dan yang lainnya, berpuasa di tempat di mana Islam adalah agama minoritas, menjadi satu tantangan tersendiri. Sebab mereka harus ekstra keras memperluas kesabaran, bila kebetulan menyaksikan orang-orang yang tengah makan ataupun minum di siang hari. Bila bagi orang dewasa, berpuasa di negeri orang sudah berat. Hal itu menjadi ujian paling sulit yang harus dijalani Azrina. Meskipun di sekolahnya, sang kepala sekolah sudah meminta murid-murid lain untuk tidak bersantap di depan Azrina, tetapi masih ada saja yang melakukannya tanpa sengaja. Seperti hari itu, Azrina menggigit bibir bawah saat menyaksikan seorang temannya tengah meminum susu cokelat. Gadis kecil bersweter biru benar-benar haus, hingga akhirnya Azrina menangis. Sang guru yang bernama Michelle, segera membujuk

  • Kepincut Duda Berjanggut    Bab 57 - The Handsome Boy

    57Hari kedua di Quebec, Langdon mengajak rekan-rekannya mengunjungi keluarganya. Perjalanan hampir 30 menit itu usai, saat mereka tiba di pekarangan luas depan rumah besar berarsitektur khas Eropa. Lilakanti terperangah. Dia bahkan memegangi dinding dan pintu model klasik yang sangat disukainya, sembari bergumam sendiri. Kala kedua orang tua Langdon keluar untuk menyalami para tamu, Lilakanti langsung menerangkan kekagumannya akan bangunan itu. Percakapan dilanjutkan di ruang tamu yang terkesan hangat. Sekali lagi Lilakanti terpesona, dan dia sibuk mengamati cerobong asap model lama dengan detail batu bata merah ekspos. "Pa, bisa, nggak? Rumah kita dibikin kayak gini?" tanya Lilakanti setelah kembali duduk di sebelah kiri suaminya. "Bandung sudah panas. Nggak perlu bakaran," jawab Farisyasa. "Iya, nggak usah yang itu. Tapi, dindingnya Mama mau kayak gini." Farisyasa mengangkat alisnya. "Kalau renovasi total, nggak jauh dari 1 miliar, Ma." "Enggak perlu semua. Kamar kita, ruang

  • Kepincut Duda Berjanggut    Bab 56

    56Jumat pagi, seunit mobil SUV biru tua melaju di jalan raya menuju bandara Vancouver. Langdon, supervisor proyek yang berada di kursi samping kiri sopir, menerangkan berbagai hal tentang Quebec pada penumpang lainnya. Quebec adalah provinsi di timur laut Kanada, yang merupakan provinsi terbesar dari 10 provinsi di negara itu. Sebagian besar penduduknya tinggal di bagian selatan provinsi tersebut.Sebagai salah satu provinsi pendiri Kanada dan satu-satunya provinsi dengan mayoritas penduduk berbahasa Prancis, pemerintah provinsi Quebec memiliki kendali yang signifikan atas urusan-urusannya.Langdon yang orang tuanya bermukim di pinggir Kota Quebec, begitu antusias menerangkan kota kelahirannya. Sesampainya di bandara, semua orang turun. Andi, Ibrahim dan Maher bergegas menurunkan semua koper dan tas travel dari bagasi, kemudian mereka ikut menyalami sang sopir yang akan kembali ke tempat proyek. Langdon dan Farisyasa jalan berdampingan sambil menyeret koper masing-masing. Lilakant

  • Kepincut Duda Berjanggut    Bab 55

    55Detik terjalin menjadi menit. Putaran waktu merotasi hari hingga berganti ke minggu dan bulan. Musim dingin telah berakhir di Vancouver. Bunga-bunga bermekaran dengan indah untuk menyambut musim semi nan cerah. Lilakanti sudah memiliki teman-teman baru, yakni para penghuni apartemen tempatnya tinggal. Demikian pula dengan Azrina. Bahkan gadis kecil tersebut ikut bersekolah di kindegarten, yang letaknya tidak jauh dari bangunan apartemen. Selain berteman dengan penghuni, Lilakanti juga makin akrab dengan Thalita Pangestu, anak Tanvir Pangestu, sekaligus keponakan Linggha. Thalita dan Devi, sahabatnya, tengah menempuh pendidikan sarjana di tahun terakhir. Selain kuliah, keduanya juga menyambi kerja untuk mengelola kafe milik Falea, istri Benigno, yang dulu sempat menetap di Vancouver selama dua tahun.Lilakanti juga bekerja di kafe itu sebagai staf keuangan sekaligus kasir freelance. Waktu kerjanya dimulai dari jam 9 pagi hingga 3 sore.Lilakanti juga kian dekat dengan Rosemund al

  • Kepincut Duda Berjanggut    Bab 54 - Rumah Pertama

    54Penerbangan lebih dari 20 jam telah tuntas. Kelompok pimpinan Ibrahim keluar dari pintu kedatangan bandara Vancouver. Mereka disambut sopir bus sewaan, dan seorang staf dari Janitra Grup. Farisyasa menggendong Azrina yang masih mengantuk, memasuki bus kecil dan menempati kursi terdekat dengan pintu. Lilakanti menduduki kursi di samping kiri Azrina, sedangkan Farisyasa berpindah ke kursi depan. Setelah memastikan semua penumpang masuk dan barang-barang terangkut, Ibrahim menaiki bus dan menempati kursi di sebelah kiri Farisyasa. Sopir melajukan kendaraan dengan kecepatan sedang. Sang staf membagikan kotak kue, yang segera dinikmati para penumpang. "Mama, aku mau pegang salju," pinta Azrina sambil menunjuk ke luar kaca. "Nanti, nyampe di apartemen baru bisa pegang," jawab Lilakanti sembari merapikan rambut putrinya yang kusut. "Rambutnya dikepang aja, ya? Biar nggak berantakan," lanjutnya sambil memulai mengepang. "Mau minum susu." "Habis, Kak. Teh dulu, mau?" "Hu um." Azrina

  • Kepincut Duda Berjanggut    Bab 53

    53Sesuai janji, Baron tiba di hotel menjelang jam 9 pagi. Dia datang bersama Deandre, Erfinda dan Nohan, serta membawakan titipan buah tangan dari keluarganya di Bogor. Farisyasa menyambut semua tamunya dengan ramah. Dia menjamu mereka di restoran hotel, supaya lebih bebas berbincang. Kala Baron meminta waktu untuk bermain bersama Azrina, Lilakanti terpaksa mengiakan. Perempuan bermata besar terus mengamati mantan suaminya yang sedang menemani Azrina berenang bersama Erfinda. "Kamu temui Wirya di kantornya, Re. Tanya jelas-jelas tentang tawaran dari para komisaris CRYSTAL," tukas Farisyasa. "Aku, Kasyafani dan yang lainnya cuma nanam saham. Lainnya, HWZ-ZUB yang urus," lanjutnya. "HWZ-ZUB?" tanya Deandre. "Hendri, Wirya, Zein, Zulfi, Ubaid dan Bayu," terang Farisyasa yang menjadikan Deandre tersenyum. "Aku harus banyak menghafal singkatan nama para bos." "Yang penting-penting saja." Farisyasa terdiam sejenak, kemudian dia melanjutkan perkataan. "Aku nggak bisa pegang banyak pe

  • Kepincut Duda Berjanggut    Bab 52

    52Ruang rapat di lantai tiga kantor PG, siang itu terlihat ramai orang. Hampir semua anggota PG, PC dan PCD datang. Demikian pula staf ketiga perkumpulan itu, dan para pengawal muda PBK. Tio yang berdiri di podium, menyampaikan pidato yang cukup panjang mengenai berbagai kemajuan bisnis semua anggota perkumpulan tersebut. Selanjutnya, Tio memanggil belasan orang, yang segera maju ke depan. Para lelaki bersetelan jas hitam itu berdiri dan berbaris dengan rapi. Tatapan mereka arahkan pada khalayak yang juga memandangi mereka dengan saksama. "Teman-teman kita ini, adalah kloter pertama yang akan berangkat ke Kanada. Mereka akan menjadi pegawai beberapa proyek yang akan dimulai pengerjaannya bulan depan. Setelah musim dingin berakhir," ujar Tio. "Ethan yang mengantarkan teman-teman PG dan PC, akan tinggal di sana sampai tiga bulan mendatang. Ethan punya tugas khusus, yakni menghubungkan rekan-rekan kita dengan rekanan bisnis asli Kanada. Sekaligus membantu mereka untuk mempelajari ba

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status