"Tenangkan dirimu sebentar, aku sungguh tidak ada hubungan apapun lagi dengannya. Aku sudah tidak penasaran lagi dengannya. Kamu disana dulu bentar aku harus pergi mengurus sesuatu, nanti malam aku jemput kamu!" Ana melihat sebuah pesan masuk dari Rico. tidak ada sedikitpun rasa menyesal dari diri Rico setelah dia meninggalkan Ana.
Ana pun segera membalas pesan tersebut dengan singkat.“Tidak perlu aku bisa pulang sendiri!”
Semua kenangan masa lalu teringat kembali oleh Ana. "Aku tidak menyangka kamu setega ini Ric. Kamu terus-terusan menduakanku." Ana menangkup kedua wajahnya yang kini sedang menangis. "Bodohnya aku terus memaafkanmu."
Entah karena rasa cinta Ana yang terlalu besar terhadap Rico. Mungkin juga karena obsesi yang ada pada dirinya sendiri. Obsesi Ana untuk menikah dengan orang yang telah merenggut segalanya dari hidupnya.
Ana terlalu takut membayangkan. Akan seperti apa dia dipandang oleh lelaki lain selain Rico. Dia takut bila lelaki lain tahu bahwa wanita yang dia nikahi sudah kehilangan semuanya. Bahkan diusia yang cukup muda kala itu.
***
"Kardigan abu dan rambut coklat yang mana yah?" Novan mulai berguman sendiri sambil melihat sekeliling. Sebenarnya dia sudah cukup kecewa dengan fakta bahwa Ana memiliki pacar.
Tapi entah kenapa hal itu tidak menyurutkan niat Novan untuk menemui Ana. Dia ingin sekali akrab dengan Ana. Setidaknya bisa dekat sebagai teman pikir Novan kala itu.
Tak perlu waktu lama dia sudah menemukan Ana tengah tertunduk lesu menatap tanah. Dia langsung mendekati Ana. “Kenapa dia begitu sedih?” Novan khawatir telah terjadi sesuatu. Terlebih dengan kepergian Rico yang tergesa-gesa.
***
Ana tidak menyadari bahwa Novan sedari tadi memperhatikannya. "Kenapa aku bodoh sih!" Ana mulai menaikan suaranya. Dia terisak menyesali ketidakberdayaan nya selama ini menghadapi Rico.
Dia sudah tidak memperdulikan orang-orang yang berlalu lalang dihadapannya. Orang-orang yang sedari tadi saling bergumam. Bertanya kenapa wanita itu menangis, apa dia sakit, apa dia terluka.
Perkataan-perkataan tersebut terus Ana dengar samar-samar dari setiap orang yang berjalan didepannya.
"Maaf apa benar kamu kak Ana?" Sebuah suara asing menyapanya. Ana seketika memandangnya. Samar namun perlahan terlihat oleh Ana.
Seorang pria yang tidak dia kenal, sepertinya lebih muda darinya. Tubuh yang cukup tinggi, berkulit putih bersih, rambut yang agak gondrong dan pakaian yang sangat rapi berdiri tak jauh dihadapannya.
Ana hanya bisa memaku menatap pria tersebut dengan nanar. 'Siapa orang itu?' Pikir Ana. dahinya mulai mengernyit keheranan.
Ana terus memandang Novan dengan mata sembabnya. 'kenapa dia begitu sedih?' pikir Novan.
Mata mereka bertemu satu sama lain. Saling berpandangan tanpa ada satupun kata yang terucap.
Ana tersadar. Dia memalingkan pandangannya dan mengusap air matanya. “Iya, aku Ana kamu siapa ya?” jawab Ana pelan.
Novan tersenyum lega. Dia segera mendekati Ana kembali. "Aku Novan. Aku satu projek dengan mu bareng sama ka Izal.” Novan mulai berjongkok didepan Ana.
Dia mencoba untuk menahan tangisnya. Ana mengusap-usap mukanya sedikit kasar. “Ah, iya Novan. Maaf kamu harus melihat ku dalam keadaan berantakan kayak gini,” ucap Ana llirih.
Novan hanya tersenyum. Dia tidak tega wanita yang dia sukai bersedih dihadapannya. "Kamu, kenapa menangis disini kak?”
Sebenarnya ini baru pertama kali ada yang menanyakan hal seperti itu kepada Ana. Selama ini Ana selalu menyembunyikan kesedihannya, apalagi itu berkaitan dengan Rico didepan siapapun.
Ana selalu menjaga nama baik Rico dihadapan teman-teman dan keluarganya. Tidak ada satupun yang tahu kalau Rico sering memperlakukannya dengan tidak baik. "Aku gak apa-apa kok."
Alis Novan sedikit terangkat. Dia tahu bahwa Ana sedang menutupi sesuatu. "Kakak kalau mau bisa cerita sama aku."
Ucapan Novan saat itu bak sihir untuknya. Entah apa yang ada di benak Ana hingga dia pun berkata yang sejujurnya. “Aku beneran gak apa-apa kok. Ini hal yang sangat biasa. Aku diselingkuhin lagi oleh pacarku.” Ana mengakhiri kalimatnya dengan senyum tipis.
Mendengar hal itu, jujur harapan Novan yang beberapa waktu lalu pudar kembali bangkit. 'Apa ini kesempatan bagiku?' pikir Novan.
Novan menggelengkan kepalanya. Dia menyadari bahwa kedekatannya dengan Ana mungkin saja membawa masalah dihidupnya. Tapi tetap, dia ingin menjalin sesuatu hubungan dengan Ana. Rasa penasaran Novan lebih besar dibanding akal sehatnya kala itu. 'Yang nanti aku pikirkan lagi nanti saja,' pikirnya kembali.
Dia pun menghela nafas cukup panjang. Mengumpulkan semua keberanannya. "Kalau dia aja selingkuh. Kamu juga bisa kok jalan sama aku kak!” Ana menatap Novan tajam.
Pria yang baru dia kenal pekan lalu itu, dengan yakin menawarkan hubungan yang asing untuknya."Orang gila." Mata Ana melebar tak percaya dengan apa yang diucapkan Novan. Tidak pernah ada didalam benak Ana untuk membalas perlakuan Rico dan melakukan hal yang sama dengannya.
Seakan belum cukup dengan pertanyaannya. Melihat tatapan tajam Ana, dia malah tersenyum lebar. "Bagaimana kak?"
Sebenarnya mudah saja bagi Ana untuk menolak pertanyaan Novan itu, dia tahu bila dibiarkan ini semua akan semakin salah. Tapi, entah kenapa alih-alih menolak Ana malah terus menatap Novan.
Novan mulai menutup matanya. "Kayaknya gw bakalan dimaki atau ditampar nih," gumamnya pelan. Dia menyadari tingkahnya yang kelewat nekat tadi.
Namun Ana masih terus menatap Novan dalam-dalam. "Kamu bercanda?" Respon Ana tersebut diluar perkiraan Novan.
Tangan Novan kini telah menggenggam tangan Ana. Hangat itu yang Ana rasa kala itu. Entah kenapa, genggaman tangan Novan menenangkan hatinya. Tidak ada kesepakatan atau penolakan dari Ana.
Tapi satu hal yang pasti, saat itu Ana menyadari sesuatu bahwa dia tidak akan pernah lepas dari orang itu ataupun memilikinya.
***
“Sudah tenang?” Novan segera menyambut Ana yang baru masuk ke dalam mobil.Ana mengangguk pelan, “keluar bentar yuk, biar lebih enak ngobrolnya.”Mereka pun duduk berdua dibawah pohon yang rindang.Ana menarik nafas panjang, “Novan, I love you. Really loving you. Tapi kita harus sadar, kadang tidak semua yang kita inginkan bisa kita dapatkan.” Ana mulai meraih tangan Novan, “maafkan aku terlalu pengecut untuk memilih bersama kamu. Aku pun sadar kita sangat berbeda baik dari keluarga dan lainnya, hal itu akan menyusahkan kamu kedepannya.”Novan menggenggam tangan Ana dengan kuat. “Me too, Ana. Aku dari awal menyerahkan semua pilihan padamu. Maafkan aku telah menempatkan kamu ke dalam situasi yang rumit ini.” Omongan Novan sedikit tertahan, “andai, maksudku aku berharap kamu selalu mendapat yang terbaik.”Dengan cepat Ana menggelengkan kepalanya, “tidak Novan, aku bisa memilih untuk menolakmu dari awal. Tapi aku tetap bersama mu pada akhirnya. Terimakasih telah memberikan ku kepercayaan
“Aaaargh gila lu Rico, gue belum mau mati!” Vania memegang seat beltnya erat-erat.Rico tetap tidak memperhatikan sepupunya tersebut. Kini dia hanya ingin melampiaskan emosinya dengan melaju mobilnya secepat mungkin.“Anj*ng Rico! Lu kalau mau mati jangan ajak-ajak gue tolong!” kali ini dia mengerahkan sekuat tenaganya untuk berteriak dan berhasil menyadarkan Rico.‘Kriieeeeet….’ Rico menginjak rem mobilnya mendadak membuat bunyi deritan yang cukup panjang.“Sumpah yah lu gak ada otak!” Vania terus saja berteriak, meluapkan kekesalannya.“Sorry gue gak sadar Van,” dengan gelagapan Rico menjawab.Vania menarik nafas dalam, mencoba mengatur emosinya. “Okee.. Sekarang lu tenang dulu, abis itu baru cerita sama gue yah.”Rico mengangguk lemas, dia sudah sangat kalut dan tenggelam dalam pikirannya. Tak terasa air matanya mengalir.“Gila gue nangis cuman gara diselingkuhi si Ana. Bangsat emang tu cewek!” Rico memukul dasboard depan mobilnya.Vania mengelus punggung Rico pelan. Mencoba menena
Kembali ke masa SMA di tahun dua ribu lima belas. Rico tengah berjalan santai menuju ruang OSIS untuk menemui Ana sore itu. “Astaga dia bisa tertidur dengan pulas ditempat seperti ini.” Rico bergumam pelan. Dia tersenyum melihat Ana, pacarnya yang merupakan kakak kelas sekaligus ketua Osis disekolahnya. “Teledor banget sampai gak nyadar ada orang yang membuka pintu,” dengan pelan dan hati-hati Rico mendekati Ana. Dia terus menatap Ana penuh kasih. ‘Memang cantik banget cewekku ini!’ batinnya. Kini tangan usilnya tengah memainkan ujung rambut Ana pelan. Membuat kening Ana mulai berkerut dan membuka matanya perlahan. “Aaaaawww..” rintih Rico saat dengan cepat Ana malah memelintir tangannya. “Rico!” Ana lekas melepaskan tangannya begitu menyadari pria yang dihadapannya adalah kekasihnya. “Maaf, habisnya kamu mengagetkan aku sih salah siapa coba!” dengan kesal Ana menggembungkan pipinya. Melihat Ana yang begitu lucu, Rico pun tidak tega untuk memarahi Ana. “Kamu yang budeg sayang, a
Di lain tempat Nisa tengah sibuk mempersiapkan kepergiannya menemui Rico. Dia bersemangat sekali untuk bertemu dengan lelaki pujaannya itu. ‘Sayang aku kesana yah minggu depan!’ tulis Nisa dalam pesan singkatnya. Namun pesan tersebut ternyata bertanda ceklis satu. “Apa dia lagi sibuk yah?” pikir Nisa dalam hatinya. Namun dia segera menepiskan kecurigaannya tersebut dan lebih memilih untuk fokus terhadap barang yang akan dia bawa nanti. ***”Kak, kita makan disini aja yuk!” Novan mengelus pundak Ana pelan. Ana pun duduk mengikuti permintaan Novan. “Kakak mau pesen apa? Aku yang traktir deh kali ini!” “Terserah kamu aja Van,” jawab Ana lemas. Ana terus tertunduk lesu. Pikirannya sedang kacau saat ini. Kenapa dengan mudahnya dia percaya ucapan lelaki dihadapannya saat ini. “Kak… kak Ana!”, panggilan lembut Novan tidak dapat menyadarkan Ana dari pikirannya. Seketika Novan menangkup kedua pipi Ana, membuat Ana sedikit tersentak dan tersadar dari lamunannya. “Ah Van, maaf aku sedang me
“Habis ini kita langsung pulang yah Ric, aku udah capek.” Ana berdiri dan membereskan barang bawaannya. Rico memberikan buket bunga yang tertinggal pada Ana. “Iya aku antar kamu pulang langsung, yuk!” “Makasih yah.” Ana langsung pergi begitu menerima buket dari Rico. Saat didalam mobil terjadi keheningan diantara mereka berdua. Tidak ada satupun yang memulai percakapan. Mereka terlarut dalam pikiran masing-masing. “Ana, sebenarnya ada hubungan apa kamu dengan Novan?” Seperti tersambar petir, pertanyaan Rico tersebut membuat Ana tidak bisa berkutik. Matanya melirik ke kanan dan kiri. Terlihat sedang mencari alasan yang terbaik untuk menjawab pertanyaan Rico. “Hmmm.. Aku tidak ada hubungan apapun dengan Novan. Kenapa kamu nanya kayak gitu?” Rico tahu dengan pasti gelagat Ana ketika berbohong. Penyangkalan Ana semakin membuatnya penasaran. Ini pertama kali Ana melakukan hal seperti itu padanya. “Kamu yakin? Aku merasa kalian memiliki sesu
“Nia, kamu kenal sama Novan?” tanya Rico. Dia mulai curiga dengan kecanggungan yang terjadi diantara mereka berdua. Rico terus memperhatikan Ana dengan sangat lekat. Dia melihat wajah Ana semakin memucat. Vania segera melepas gandengan tangannya dari Rico. Dia mulai mendekati Novan dan merangkulnya. “Iya kak, ini yang tadi sempet aku ceritain pas mau kesini. Beberapa minggu ini aku lagi deket sama dia. Seneng deh ternyata kalian semua udah saling kenal, jadi aku tidak perlu memperkenalkannya lagi.” Ana hanya bisa memandang mereka dengan tatapan sendu. Dia terus berusaha untuk tersenyum dan menyembunyika perasaan yang sesungguhnya. “Kakak dukung kok Nia hubungan kamu sama Novan. Dia ini anak yang baik pasti bakal jagain kamu dengan baik.” Rico mulai menerka-nerka situasi yang terjadi. Dia langsung memamerkan kemesraan didepan Novan. Rico mulai merangkul pinggang Ana dan mencium pucuk kepalanya sekilas. “Makasih yah, kalian udah datang ke wisuda Ana. Habis ini