Daria membersihkan bekas luka Atashanoush dengan telaten. Seminggu lalu, dia menemukan pemuda itu meregang nyawa demi mengusir iblis kegelapan di Danau Khina. Daria mencoba menolongnya dengan memberikan sebutir astyra setiap hari. Untunglah, tubuh Atashanoush memiliki kemampuan pemulihan di atas rata-rata. Jika orang biasa, mustahil bisa selamat dari racun si iblis.
“Nona Daria, kenapa Anda bisa ada sendirian di hutan ini? Bukankah bahaya bagi seorang gadis?” celetuk Atashanoush memecah keheningan.
Daria terkekeh. Mata dengan iris keperakan tinggal segaris tipis. Atashanoush tampak terpaku. Pesona gadis di hadapan membuat jantung berdebar. Tangannya tanpa sadar bergerak pelan, lalu menyentuh pipi kemerahan. Dua pasang netra pun beradu. Wajah bak pualam saling mendekat.
Keduanya tersentak saat embusan napas terasa menampar pipi. Atashanoush terbatuk-batuk. Sementara Daria menunduk dengan wajah bersemu. Seminggu bersama rupanya telah menumbuhkan
“Owee ... owe ....”Tangisan bayi menyemarakkan pagi. Kerajaan Asytar tengah bersuka cita dengan kelahiran putri mahkota Kerajaan Asytar. Raja Atashanoush menatap haru sambil mengusap kepala yang mungil. Sementara Ratu Daria segera memberikan air susu untuk sang putri."Minumlah yang banyak, Sayang," bisiknya.Bayi perempuan itu menyedot kuat sari-sari kehidupan dari sang ibu. Sementara tangan mungilnya mengenggam kuat telunjuk sang ayah.“Dia cantik sekali sepertimu, Daria. Kalian benar-benar mirip,” gumam Raja Atashanoush dengan mata tak lepas dari bayi kecil mereka.“Tapi, warna mata dan rambutnya persis sepertimu, Atash.” Daria menjawil pipi bayinya, membuat makhluk mungil membuka mata dan berhenti menyusu. “Apa kamu sudah punya nama untuknya, Atash?” tanyanya lagi.“Tentu saja, Daria. Aku bahkan sudah memikirkannya sejak lama.”Raja Atashanoush mengambil alih
Para prajurit Kerajaan Asytar menatap tak percaya pada ratusan lawan yang muncul secara tiba-tiba dari tengah kolam pancuran di taman istana. Mereka sempat terdiam beberapa saat sebelum menghunus pedang. Meskipun istana telah terkepung, jiwa kesatria menolak untuk menyerah. Derap langkah kaki dua kubu kesatria pun mengusik keheningan malam.Srat! Trang!Pedang, tombak, dan tameng saling beradu. Dentingnya terasa memekakkan telinga. Anak panah dilepaskan dengan brutal. Belasan tubuh tumbang bersimbah darah. Rumput di halaman istana kini dipenuhi bercak-bercak merah berbau anyir. “Usahakan tidak sampai membunuh lawan, cukup lumpuhkan saja!” seru Pangeran Fayruza. “Siap, Pangeran!” Perintah sang pangeran membuat Gulzar Heer terpaksa mengurangi keakuratan tusukan pedangnya. Dia tak lagi mengincar jantung ataupun leher lawan, cukup bagian kaki agar musuh tak bisa lagi berdiri. Beberapa kali sang kesatria wanita bahkan hanya me
Pasukan Kerajaan Arion berhasil mengepung istana. Gulzar Heer dan Pangeran Heydar merangsek masuk ke aula utama diikuti para kesatria. Suara sepatu-sepatu besi yang beradu dengan lantai marmer memekakkan telinga. Mereka juga menumbangkan semua pengawal Kerajaan Asytar yang menghalangi jalan dengan mudah.“Istanamu sudah kami kepung! Serahkan kembali Putri Arezha!” seru Gulzar Heer dengan tatapan nyalang kepada lelaki tampan berambut dan beriris hitam pekat di singgasana.Raja Atashanoush tengah menenggak anggur dari gelas kaca di tangannya. Sorot mata lelaki itu dingin dan menusuk, membuat kesatria Kerajaan Arion yang lain seketika mengkerut. Konon, sang raja bisa menghabisi ratusan prajurit bersenjata lengkap dalam waktu singkat seorang diri. Namun, Gulzar Heer tampak tak gentar sedikit pun, tetap menatap nyalang dengan tangan terkepal kuat.Suasana terasa mencekam karena hening menguasai beberapa saat. Raja Atashanoush tiba-tiba tertawa sinis. Suar
Gulzar Heer mengedarkan pandangan. Ratusan tangkai bunga mawar telah berganti dengan kamar tidur. Dia tersentak saat melihat sosok Raja Atashanoush masih terlihat segar bugar. Gulzar Heer refleks menggenggam gagang pedang. Dia langsung melakukan serangan. Namun, sabetan pedangnya tak bisa menembus, seolah tak benar-benar berwujud. "Aneh ... apa yang sebenarnya terjadi," gumamnya. Dia tak ingin lengah. Gulzar Heer kembali mengayunkan pedang. Namun, lagi-lagi seperti tidak bisa melukai tubuh Raja Atashanoush. Setelah gagal melakukan serangan belasan kali, akhirnya, Gulzar Heer memutuskan untuk mengawasi saja. “Mungkin ini hanya mimpi,” celetuknya sembari menyarungkan kembali pedang kesayangan. Sementara itu, Raja Atashanoush tengah menggendong bayi dengan mata berkaca-kaca. Gulzar Heer mengerutkan kening. Wajah dingin dan bengis lelaki itu sangat tidak cocok dengan ekspresi yang ditunjukkannya saat ini. “Maafkan ayah, Farah. Ini semua demi kebaikanmu,” gumam Raja Atashanoush dengan
Setelah percobaan ke dua puluh kali, pelindung yang dipasang Raja Atashanoush berhasil dihancurkan. Houri membawa Putri Arezha teleportasi menuju aula utama. Namun, keduanya langsung terduduk saat melihat genangan darah dan tubuh Raja Atashanoush yang telah terpisah dari kepalanya.“Argh, sial! Kita terlambat!” umpat mereka bersamaan.Sementara itu, Raja Faryzan menghambur ke arah Putri Arezha. “Arezha!” serunya sembari memeluk sang putri dengan penuh haru.Putri Arezha menjadi merasa bersalah. “Maaf sudah membuat Ayah cemas,” cetusnya dengan mata berkaca-kaca. Dia sempat melihat Pangeran Heydar yang tampak gelisah. “Tak apa, Heydar. Shirin baik-baik saja. Dia sedang istirahat di kamar."”Pangeran Heydar mengembuskan napas lega. Sementara itu, Raja Faryzan mengamati putrinya dengan mata memicing. Putri Arezha tersenyum lembut.“Saya baik-baik saja, Ayah. Raja Atashanoush
Gulzar Heer membuka mata perlahan saat mencium aroma lemon yang familiar. Wajah banjir air mata Delaram tertangkap pandangan. Dia susah payah menggerakkan tangan untuk mengusap buliran bening di pipi sang ibu.“Ibu ...,” lirihnya.“Gulzar ... akhirnya kau sadar, Nak,” gumam Delaram dengan suara bergetar.Lengannya yang besar dan hangat mendekap erat putrinya. Gulzar Heer membenamkan wajah di dada sang ibu. Farzam mengepalkan tangan dengan mata berkaca-kaca.“Ayah, aku juga ingin dipeluk olehmu,” cetus Gulzar Heer tiba-tiba.Tangis Farzam tak bisa dicegah lagi. Sebagai kesatria, dia pantang meneteskan air mata karena tak ingin terlihat lemah. Namun, permintaan tak biasa Gulzar Heer meruntuhkan pertahanannya. Putri yang tak pernah mengeluh dengan pelatihan sekeras apa pun tiba-tiba meminta sebuah pelukan. Sebenarnya, Farzam sudah lama mengharapkan Gulzar Heer bisa sedikit manja seperti anak gadis lain meski s
Alun-alun Negeri Asytar gegap gempita. Rakyat berdesak-desakan hendak menyaksikan penobatan penguasa baru, Ratu Farahnoush. Beratus pasang mata menatap kagum sosok yang mengenakan jubah kebesaran di atas panggung kehormatan. Pujian akan pesona kecantikan dan keanggunan nan memikat tak henti terdengar daei berbagai sudut kota.“Ratu Farahnoush memang seperti peri,” bisik seorang gadis berambut pendek di depan sebuah toko kue kepada gadis berkucir kuda.“Beliau begitu memesona. Kau tahu, sudah puluhan lelaki yang pingsan sejak beliau keluar dari gerbang istana,” sahut gadis berkucir kudaSementara kedua gadis itu sibuk memuji-muji sang ratu, Gulzar Heer telah berlutut di hadapan Houri untuk menerima pemberkatan sang peri. Pangeran Fayruza yang berdiri di sisi kanan panggung terus mengusap-usap dadanya. Dalam balutan bazu zirah penuh darah saja, pujaan hatinya amat memesona, apalagi dengan gaun mewah bertaburan permata.“Kuberka
Gelap menerpa ketika pintu kuil menutup sendiri. Aroma lumut basah menelusuk hidung. Ghumaysa merapalkan beberapa bait mantra. Cahaya merah berpendar di telapak tangannya. Kini, kuil sedikit lebih terang. Dalam keremangan, bisa terlihat relief-relief pada dinding batu berlumut. Keindahan karya seni masa lalu itu memukau Pangeran Heydar. "Jika Kak Arezha ada di sini, dia pasti akan melompat-lompat kegirangan seperti anak kecil," celetuknya tanpa sadar. Lekukan tak proporsional terukir di bibir Ghumaysa. Tangannya mengepal kuat. "Kau tidak boleh memiliki kebaikan hati sedikit pun, Heydar," desisnya. Dia diam-diam meniupkan asap hitam tipis ke arah Pangeran Heydar. "Untuk apa masih memikirkan kakak tiri jahat itu?" Bisikan halus menelusup ke dalam pikiran Pangeran Heydar, membuatnya tersentak. Dia tak mengerti kenapa bisa berpikiran seperti itu. Meskipun agak jail, selama ini, Putri Arezha bersikap baik. Sang